Memang benar adanya, Islam datang dengan keterasingan dan akan kembali dalam keterasingan.
Di luar jam pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur'an, kita jauh dari makna Qur'an itu sendiri. Al-Qur'an yang Kalam Ilahi, sebagai petunjuk kehidupan dunia dan akhirat, tinggal kertasnya saja. Hafalannya hanya di bibir saja, tanpa merasuk ke hati dan menjadi pijakan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Tapi jika goalnya adalah sekedar hafal, ya monggo-monggo saja. Apalagi akan keren jika status WA kita atau orang tua siswa, adalah foto anaknya membawa piala juara Tahfidzul Qur'an.Â
***
Memang, mengajarkan tentang Al-Qur'an kepada siswa adalah sebuah kebaikan. Namun, niat dan caranya juga harus baik. Cara yang Qur'ani. Bahkan yang berat adalah, mengajarkan tentang Al-Qur'an tanpa dikabarkan. Biar yang diajari yang akan bercerita ke masyarakat. Tapi itu berat. Tidak usah branding-brandingan. Ajarkan Al-Qur'an sebagaimana mestinya kewajiban dan hak umat Islam.Â
***
Menjadikan Hafalan Al-Qur'an sebagai branding pendidikan, tapi realita di lapangan hanya sekedarnya saja, apa tidak takut nanti kalau di tanya oleh Auditor Yang Maha Kuasa? Allah Swt. Dimana KalamNya hanya dipakai untuk umpan saja. Yungalah. . .
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI