Mohon tunggu...
Fikri Boy
Fikri Boy Mohon Tunggu... Guru - seorang guru yang menulis

supaya kelak tulisan-tulisan ini dibaca oleh putri saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hilangnya Romantisme Foto Cetak Dalam Kehidupan Kita

6 November 2024   22:40 Diperbarui: 6 November 2024   22:49 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada medio tahun 2007, saya pertama kali memegang kamera foto. Masih menggunakan roll klise lalu mengafdruknya. Afdruk adalah istilah yang sering dipakai untuk mencetak foto, dari bentuk klise, menjadi kertas foto. Saya waktu itu membeli 1 roll klise seharga 50an ribu kalau tidak salah. Nominal yang sangat tinggi, bagi anak kelas 2 SMP. Kamera yang saya pakai, waktu itu mereknya Fuji. Pinjam milik sekolahan. Karena pada waktu itu, saya dan beberapa teman, akan mengikuti kegiatan di kabupaten mewakili sekolahan.  

Setelah kegiatan usai, kami berfoto beberapa kali. Selain saat acara. Saya masih ingat betul. Kala itu kami menggunakan baju Hizbul Wathan --kepanduan yang berada di sekolah Muhammadiyah. Saya berfoto dengan latar belakang kebun jagung yang sudah tinggi. Tapi sayangnya, klise yang sudah saya afdruk, kini fotonya entah kemana. Mungkin arsip sekolahan masih ada. Jika sudah tidak ada, saya hanya bisa mengandalkan ingatan saja. Meskipun itu sangat terbatas. Dan akhirnya, hanya saya sendiri yang bisa mengingat romantisme saat itu. Ya, mengenang masa lalu yang indah, memang sebuah romantisme tersendiri. Apalagi jika ada foto-foto yang tercetak. Tersusun rapi dalam album foto. Atau yang menempel di dinding rumah kita.

Tidak lama setelah itu, mulai bermunculan hp yang sudah memiliki kamera. Apalagi pada tahun 2006 sampai 2007, Sony Ericson berinovasi dengan hp yang sudah berkamera. Juga Nokia dan Siemens. Perlahan, orang-orang mulai menggunakan hpnya untuk memotret sebuah peristiwa yang dia alami. Dan mulai jarang mencetaknya.

Padahal, ada kenikmatan tersendiri saat kita menikmati foto masa lalu dalam bentuk cetak. Memori ingatan seolah-olah dibangkitkan dari laci otak kita. Sepenggal kisah dalam foto yang dicetak, akan mampu membangkitakan sebuah peristiwa yang kita lalui. Kita akan ingat dari awal sampai akhir. Dengan siapa saja kita di foto itu, dimana kejadiannya, waktunya, bahkan kisah lucu yang ada.

Sebagaimana membaca buku cetak, romantisme menikmati foto cetak juga tidak akan tergantikan dengan digitalisasi. Hal yang sangat membedakan adalah, foto tidak mudah dihapus. Bahkan tidak bisa dihapus. Beda halnya kalau dengan kamera digital atau hp android.

Coba kita tengok lemari rumah kita. Atau kita lihat lagi dinding rumah kita. Yang mungkin ada foto pernikahan bapak-ibu kita, atau foto kita yang masih tengkurap tanpa celana. Mintalah mereka untuk bercerita tentang foto itu.

Berbekal foto-foto yang tercetak, kehangatan keluarga bisa makin terasa. Kala orang tua kita menceritakan masa kanak-kana kita. Atau saat mereka masih bujang-gadis berwisata ke pantai atau ke Gembira Loka.

Foto yang tercetak bagaikan puzzle yang mengisi celah kosong dalam kehidupan kita. Coba saja kita nikamti foto-foto cetak yang kita punya sekali lagi. Apakah akan ada memori yang bangkit. Yang akhirnya kita akan menyeka ujung mata kita.

Digitalisasi dalam lini kehidupan kita, tidak bisa kita hindari. Kemajuan teknologi sudah menjadi deru nafas kita sehari-hari. Tapi, media cetak, baik itu buku, koran, atau foto cetak, tetap punya daya magis tersendiri. Akan menjadi penanda, bahwa kita telah panjang dalam menjalani episode kehidupan.

Bisa jadi, dengan sepotong foto yang tercetak, yang telah lama menempel di dinding. Atau foto cetak yang sudah lama tersimpan di  almari, akan menjadi sebuah alasan untuk tetap mempertahankan keluarga. Akan ada masa depan yang terselamatkan, karena romantisme masa lalu dari sepotong foto yang tiba-tiba ditemukan secara tidak sengaja. 

Sekarang, kita memang tidak mencetak foto. Tapi jangan sampai, romantisme hilang dalam kehidupan kita. Terutama saat bersama keluarga. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun