"Saya dan Yuuji hanya butuh komunikasi. Harusnya saya lakukan sejak awal. Bukannya mendiamkannya begitu saja. Lusa saya akan menikah, jangan lupa datang, ya, Kei?"
Hina menilik saya sekilas lantas beralih menilik jam tangannya dan ekspresi kaget terpampang di wajahnya. "Saya bisa terlambat, saya pamit dulu, ya, Kei. Semoga kamu cepat menyusul."
Hina melambaikan tangannya setelah memunggungi saya. Saya tersenyum getir lantas menatap undangan itu lamat-lamat. Jadi, begitu, ya? Saya ini di matanya bukan apa-apa. Tapi tak apa, seperti kata bapak, sebagai laki-laki, saya harus bisa ikhlas merelakan apa pun yang saya pikir adalah milik saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H