Mohon tunggu...
Fikri ahmad Faadhilah
Fikri ahmad Faadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Kampus menghijau

Mahasiswa UIN SAIZU FEBI EAT, SLEEP, PODCAST, WORK, GAME, REPEAT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kampus Merdeka Menjembatani Mahasiswa dari Keluarga Kurang Mampu ke Dunia Kerja?

15 Agustus 2024   19:18 Diperbarui: 15 Agustus 2024   19:20 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.pixabay.com

Kampus Merdeka Menjembatani Mahasiswa dari Keluarga Kurang Mampu ke Dunia Kerja?

Saat ini, Indonesia sedang berada di persimpangan jalan antara pendidikan dan dunia kerja yang terus berkembang. Di tengah hiruk-pikuk globalisasi, di mana teknologi dan inovasi berjalan cepat, muncul satu pertanyaan yang tak bisa diabaikan: Bagaimana nasib mahasiswa dari keluarga kurang mampu di tengah kompetisi yang semakin ketat? Program Kampus Merdeka hadir sebagai solusi yang menjanjikan, namun benarkah program ini dapat menjembatani mereka ke dunia kerja?

Kampus Merdeka, inisiatif yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, adalah upaya revolusioner untuk mendobrak batas-batas tradisional pendidikan tinggi. Dengan program ini, lebih dari 430 ribu mahasiswa mendapatkan kesempatan emas untuk belajar di luar kampus. Tidak hanya belajar di dalam ruang kelas, mereka diajak untuk menembus batas, merasakan langsung dinamika dunia nyata yang penuh dengan tantangan. Bagaimana tidak? Di luar sana, dunia tidak menunggu. Dunia terus bergerak, dan jika mahasiswa hanya berkutat pada teori tanpa aplikasi, mereka akan tertinggal.

Sebagai salah satu komponen utama dari Kampus Merdeka, program Magang Merdeka menjadi sorotan utama. Magang ini bukan sekadar pelengkap pendidikan, melainkan pintu gerbang menuju dunia kerja yang sesungguhnya. Berdasarkan data menurut referensi dari kompas, jurnal kampus nasional dan beberapa berita yang kita nikmatin sehari-hari, mengatakan banyak mahasiswa yang mengikuti program ini berasal dari keluarga kurang mampu, di mana 64% dari orang tua mereka bahkan tidak pernah mencicipi bangku kuliah. Bagi mereka, Kampus Merdeka adalah jembatan emas yang menghubungkan antara mimpi dan kenyataan. Sebuah kesempatan untuk membuktikan bahwa latar belakang ekonomi tidak selalu menentukan masa depan seseorang.

Apakah cukup hanya dengan memberikan kesempatan magang? Tentu saja tidak. Tantangan terbesar adalah bagaimana mahasiswa ini bisa memanfaatkan peluang yang ada untuk benar-benar meningkatkan kualitas diri dan menjadi relevan di dunia kerja. Banyak mahasiswa yang berhasil mendapatkan "golden ticket" berupa tawaran pekerjaan langsung dari mitra industri setelah magang. Sebuah pencapaian yang luar biasa, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, apa yang terjadi dengan mereka yang tidak mendapatkan tawaran tersebut? Apakah mereka akan kembali ke titik awal tanpa hasil yang signifikan?

Di sinilah pentingnya program Kampus Mengajar. Bagi mahasiswa yang tidak mendapatkan tawaran pekerjaan, Kampus Mengajar bisa menjadi alternatif yang tidak kalah berharga. Program ini tidak hanya memberikan pengalaman mengajar di sekolah-sekolah yang membutuhkan, tetapi juga meningkatkan literasi dan numerasi siswa di seluruh Indonesia. Mahasiswa yang terlibat dalam program ini tidak hanya belajar bagaimana mengajar, tetapi juga memahami kondisi pendidikan di lapangan yang sering kali jauh dari ideal.

Fenomena yang menarik dari program Kampus Mengajar adalah bagaimana mahasiswa dihadapkan pada realitas yang mungkin belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Mengajar di sekolah-sekolah dengan fasilitas minim, bertemu dengan siswa-siswa yang harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak, adalah pengalaman yang membuka mata mereka. Melalui program ini, mahasiswa belajar untuk mengapresiasi pendidikan yang mereka dapatkan, dan lebih dari itu, mereka belajar untuk berempati terhadap sesama.

Namun, di balik semua keuntungan yang ditawarkan oleh Kampus Merdeka, ada juga tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti program-program ini. Mahasiswa dari daerah terpencil, misalnya, sering kali terkendala oleh akses yang terbatas. Infrastruktur pendidikan yang belum merata, keterbatasan akses internet, dan tantangan logistik lainnya menjadi penghalang bagi mereka untuk bisa memanfaatkan program ini dengan optimal.

Selain itu, pandemi COVID-19 juga memberikan dampak yang signifikan terhadap pelaksanaan Kampus Merdeka. Pembelajaran jarak jauh yang diharuskan oleh situasi pandemi menambah kompleksitas dalam implementasi program ini. Mahasiswa yang harus belajar dari rumah, dengan akses internet yang terbatas, menghadapi tantangan besar untuk tetap bisa mengikuti program ini dengan baik. Di sini, pemerintah perlu memastikan bahwa infrastruktur pendukung, seperti akses internet dan fasilitas belajar, tersedia dengan baik di seluruh pelosok negeri.

Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa Kampus Merdeka telah memberikan angin segar bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di luar kampus, program ini membuka cakrawala baru yang memungkinkan mereka untuk tetap relevan dengan perubahan dunia. Di tengah derasnya arus globalisasi, di mana perubahan terjadi dengan sangat cepat, keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri menjadi kunci untuk bisa bersaing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun