Mohon tunggu...
Ahmed Fikreatif
Ahmed Fikreatif Mohon Tunggu... -

Muslim | SMALSA 2003 | ANTI-JIL | Author | Blogger | FH UNS 2004 | Fotografer Jalanan | Legal Officer | Kata Adalah Senjata !!! http://ahmedfikreatif.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

17 Ramadhan 1364 H Bertepatan Dengan 17 Agustus 1945?

26 Juli 2013   09:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:01 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kalender Agustus 1945

Hari 17 Boelan 8 Tahoen Semalam (Kamis, 25 Juli 2013), di silang Monas digelar acara memperingati Haul Ahlul Badr & malam Nuzulul Quran oleh sebuah komunitas. Malam Nuzulul Qur'an oleh sebagian masyarakat di kalangan umat Islam diperingati setiap malam 17 Ramadhan. Sebagian masyarakat di kalangan umat Islam pun meyakini pula, keberkahan malam Nuzulul Quran banyak dicatat dalam sejarah. Salah satu isu yang paling sering terdenger akhir-akhir ini,  kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diklaim terjadi pada tanggal 17 Ramadhan. Benarkah demikian? Beberapa tahun silam, bermula dari pernyataan salah seorang penceramah Ramadhan yang sengaja diundang di mushala kantor bernama Habib Mahdi Al-Athas. Dia menyatakan bahwa 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1364 H. Merasa terusik dengan keterangan meyakinkan Sang Habib, aku tertarik untuk meneliti lebih lanjut ke-shahih-an pernyataan beliau. Betulkah tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan tanggal Proklamasi Indonesia bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1364 H ? Langkah awal membuktikan keterangan sang Habib tersebut, yang pertama kali kulakukan adalah dengan melakukan konversi tanggal kalender Masehi 17 Agustus 1945 ke dalam kalender Hijriyah. Setelah melakukan konversi melalui web http://adrian.web.id/convert/, ditemukan hasil konversi bahwa tanggal 17 Agustus 1945 sama atau bertepatan dengan tanggal 10 Ramadhan 1364. Hasil tersebut ketika kulakukan konversi balik juga menghasilkan hasil kalender tanggalan yang sama. Dari sini, nampak sebuah keterangan bahwa pernyataan tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan kurasa tidak tepat dan terlalu mengada-ada. Metode berikutnya adalah dengan mengecek pemberitaan mengenai pelaksanaan Sholat Idul Fitri (lebaran) pada tahun 1945. Jika memang tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1364 H, maka logikanya hari lebaran (Idul Fitri) pada tahun 1945 jatuh antara tanggal 30 Agustus atau 31 Agustus 1945. Kemungkinan lebaran terjadi pada tanggal 30 Agustus 1945 jika puasa Ramadhan pada tahun itu hanya berlangsung dalam 29 hari. Sedangkan kemungkinan hari Idul Fitri terjadi pada tanggal 31 Agustus 1945 jika jumlah hari puasanya sebanyak 30 hari karena di-istikmal-kan karena tidak berhasilnya rukyatul hilal. Berdasarkan sumber koran-koran pada tahun 1945, yang kuperoleh darisini (klik di sini), tersebutlah bahwa lebaran hari Idul Fitri pada tahun itu jatuh antara tanggal 7 September 1945 dan 8 September 1945. Ada dua hari raya Idul Fitri karena adanya perbedaan metode pengambilan pemutusan hari lebaran sebagaimana yang kita ketahui saat ini. Muhammadiyah saat itu berlebaran pada tanggal 7 September 1945 dengan menggunakan metode hisab haqiqi, sedangkan umat Islam secara umumnya lainnya berlebaran pada tanggal 8 September 1945. Artinya, yang berlebaran tanggal 7 September hanya berpuasa sebanyak 29 hari sedangkan yang berlebaran tanggal 8 September berpuasa 30 hari.* Dan kesimpulannya, lebaran jatuh bukan pada tanggal 30 atau 31 Agustus 1945.

Berikut selengkapnya potongan koran harian Asia Raja tertanggal 07 September 1945 di halaman pertama, “Pimpinan Komite Nasional Daerah Djakarta Raja mengandjoerkan kepada segenap anggota Poesat, tjabang dan Ranting dari K.N.I jang ber-Agama Islam, supaja besok hari Sabtoe tanggal 8 Septemberberdoejoen-doejoen membandjiri lapangan Ikada Gambir oentoeksembahjang Idoel Fitri. Adjaklah keloearga dan kawan kawan oentoek bersama sama sembahjang ‘Ied. Sembahjang dimoelai djam 8.30 pagi”. (sumber: Lebaran tahun 1945) Sumber keterangan lainnya, dapat terbaca dari harian Tjahaja, 4 September 1945 yang mengumumkan bahwa, “Idoel Fitri dalam Bandoeng Kota pada tahoen ini lebih bersemaraknja dari pada tahoen yang soedah soedah. Sebagai mana soedah dioemoemkan, Hari Lebaran itoe akan djatuh pada tanggal 8 jad (jang akan datang_pen) ketjuali djika pada malam Djoematnja ada roe’djat maka Hari Raja itoe akan djatoeh pada hari Djoemat tanggal 7. Sembahjang akan dilangsoengkan poekoel 9.30 dialoen aloen Bandoeng. Oentoek kaoem Iboe di halaman Kaboepaten. Jang akan mendjadi chatib ialah K. Abdoerachman dan wakilnya K.H.A. Salam.” (sumber: Lebaran tahun 1945) Sumber lain juga terbaca di koran Soeara Asia 7 September 1945bahwa, “Syuumukatyoo Surabaya hari ini menerima kawat dari Djakarta jang menyatakan bahwa hari raja Fitrah (Lebaran) dengan istikmal djatoeh pada hari S a b t o e tg. 8/9-2605(tahun 2605 adalah keterangan tahun Jepang sebagaimana yang tersebut di dalam naskah Proklamasi yang asli, di situ disebutkan tahun ‘o5, bukan tahun ’45_pen).” (sumber: Lebaran tahun 1945)

Sementara itu, keterangan mengenai lebaran Muhammadiyah, dapat dibaca pada koran Soeara Asia tertanggal 7 September 1945 di halaman dua menulis,

“Pagi hari ini tg. 7/9 atas oesaha Moehammadijah tjabang Surabayadengan mengikuti hisab haqiqi yang dikeloearkan oleh P.B Moehammadijah Jogjakarta, di tanah lapang Persibaja Pasarturi telah diadakan sembahjang Iedul Fitri. Sebagaimana lazimnya nampak sedjoemlah kaoem poetri toeroet serta bersembahjang demikian djoega beberapa orang jang hanja ingin menjaksikan, berdiri berderet deret. Jang menjadi chatib dan imam jaitoe toean Abdullah Wasi’an. Sembahjang dimoelai djam 7.50”.

Kesimpulannya, lebaran jatuh bukan pada tanggal 30 atau 31 Agustus 1945 sehingga klaim bahwa tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 17 Ramadhan tidak tepat. Metode lain adalah dengan mencoba melihat rekaman video hari Raya Idul Fitri pada sekitar tahun-tahun 1945. Sayangnya aku belum memperoleh video dimaksud. Meskipun demikian, aku berhasil memperoleh sebuah video rekaman Idul Fitri pada tahun 1942 (atau tahun 2602 dalam kalender tahun Jepang). Di dalam video itu disebutkan bahwa Idul Fitri jatuh pada tanggal 11 Oktober 2602 atau 11 Oktober 1942. Berikut potongan video klip-nya Sebagaimana diketahui, bahwa selisih hari antara tahun Masehi dan Hijriyah setiap tahunnya adalah ±11 hari. Dengan asumsi perhitungan tersebut, maka pada tahun 1943, kemungkinan Idul Fitri jatuhnya pada tanggal 30 September 1943 (hasil pengurangan 11-11, pen). Selanjutnya, pada tahun 1944 kemungkinan Idul Fitri jatuh pada tanggal 19 September 1944 (hasil pengurangan 30-11, pen). Dan berikutnya pada tahun 1945, Idul Fitri jatuh pada tanggal 8 September 1945 (hasil pengurangan 19-11, pen). Dan hasil penghitungan tanggal 8 September 1945 sebagai hari Raya Idul Fitri pas dan sesuai dengan keterangan pada koran-koran yang telah saya sebutkan di atas. Dan keterangan terakhir, untuk membuktikan bahwa keterangan sang Habib tersebut salah adalah dengan menengok kalender pada tahun 1945 itu sendiri. Hasilnya, silakan dilihat pada gambar berikut ini: [caption id="" align="aligncenter" width="468" caption="Kalender Agustus 1945"]

[/caption] Selengkapnya silakan klik kalendernya di Kalender 1945 (klik di sini). Berdasarkan banyak sekali metode pembuktian yang saya peroleh tersebut, inti kesimpulannya adalah bahwa adanya keterangan yang menyatakan bahwa tanggal 17 Agustus 1945 adalah bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan adalah sesat dan menyesatkan. Yang tepat dan benar, tanggal 17 Agustus 1945 jatuh pada hari Jumat dan bertepatan pada tanggal 9 Ramadhan 1364 H. wallahu a’lam. NB: Tulisan ini juga sekaligus sebagai bantahan dari tulisan Ramadhan 17 Agustus 1945 yang harus disyukuri. *Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa sejak Merdeka / Proklamasi, dan belum berdirinya MUI atau Kementerian Agama, hari raya Idul Fitri sudah mengalami perbedaan penetapan 1 Syawal. Jadi, perbedaan hari raya Idul Fitri di masa kini sudah bukan merupakan hal baru bagi kita. Ahmed Fikreatif

“Gajah Mati Meninggalkan Gading, Harimau Mati Meninggalkan Belang, Manusia Mati Meninggalkan Nama, Blogger Mati Meninggalkan Postingan, Jika Fikreatif mati mohon doakan ampunan”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun