Mohon tunggu...
Ahmed Fikreatif
Ahmed Fikreatif Mohon Tunggu... -

Muslim | SMALSA 2003 | ANTI-JIL | Author | Blogger | FH UNS 2004 | Fotografer Jalanan | Legal Officer | Kata Adalah Senjata !!! http://ahmedfikreatif.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesaktian Pancasila, Makna dan Simbologi

30 September 2011   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:29 9063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


1 Oktober di Indonesia diperingati sebagai hari kesaktian pancasila. Peringatan Kesaktian Pancasila ini berakar Pada sebuah peristiwa tanggal 30 September 1965. Konon, ini adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Oleh pemerintah Indonesia, pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Hari itu, enam orang Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun konon berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan.

Maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa kemunculan peringatan Kesaktian Pancasila disebabkan oleh gagalnya misi kaum Komunis mengganti dasar negara Indonesia. Karena kegagalan itulah selanjutnya Pancasila dianggap sakti, atau justru Pancasila kemudian dibikin sakral dan dianggap sakti.

Pancasila secara de yure dan de facto memang merupakan dasar negara Republik Indonesia resmi. Beberapa dokumen penetapannya ialah :


  • Rumusan Pertama : Piagam Jakarta - tanggal 22 Juni 1945
  • Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
  • Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
  • Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
  • Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)


Entah secara kebetulan atau tidak, ternyata Pancasila merupakan ajaran moral agama Budha. Dalam sebuah referensi disebutkan bahwa Pancasila merupakan filosofi negara Indonesia yang istilahnya diambil dari bahasa Sansakerta yang berarti lima tingkah laku baik. Pancasila sendiri merupakan ajaran dasar moral agama Budha, dimana ajaran tersebut dianut oleh pengikut Siddharta Gautama (Sumber).

Di Dalam agama Budha, mentaati Pancasila dianggap sebagai sebuah Dharma. Dharma yaitu suatu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran dalam filsafat agama-agama (seperti kebenaran pluralisme).

Dharma Pancasila sendiri berisi ajaran-ajaran:


  1. untuk menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
  2. untuk tidak mengambil barang yang tidak diberikan (nilai keadilan) guna mencapai samadi.
  3. untuk tidak melakukan perbuatan asusila (berzinah, menggauli suami/istri orang lain, nilai keluarga) guna mencapai samadi.
  4. untuk melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar / berbohong, berdusta, fitnah, omong-kosong (nilai kejujuran) guna mencapai samadi.
  5. untuk melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan (nilai pembebasan) guna mencapai samadi.


Dalam bahasa Pali, isi Pancasila tersebut disebutkan sebagai berikut:


  1. Pānātipātā veramani sikkhapadam samādiyāmi
  2. Adinnādānā veramani sikkhapadam samādiyāmi
  3. Kāmesu micchācāra veramani sikkhapadam samādiyāmi
  4. Musāvāda veramani sikkhapadam samādiyāmi
  5. Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhapadam samādiyāmi


Bahasa Pāli (पाऴि) adalah sebuah bahasa Indo-Arya dan merupakan sebuah bahasa prakerta atau prakrit. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa pengantar Sang Budha saat menerangkan ajarannya. Bahasa yang dipakai dalam kitab suci Tipitaka atau Tripitaka (lih. Wikipedia).

Jadi, secara umum, penulis dapat menarik suatu benang merah dan simpulan bahwa terminology Pancasila lebih tepat dikatakan berasal dan berakar pada ajaran agama Budha bukan pada akar kepribadian bangsa Indonesia secara umum.

Lantas, kenapa Pancasila dianggap SAKTI? Apakah Pancasila merupakan sebuah benda atau wujud atau sesuatu yang dianggap sebagai objek selayaknya Keris yang dilabeli kata SAKTI menjadi KERIS SAKTI?. Dimanakah letak sebenarnya Kesaktian Pancasila itu sementara Pancasila sendiri setuju atau tidak setuju tidak lagi ditaati sebagai sebuah jiwa yang menyatu pada diri bangsa Indonesia. Dimanakah letak Kesaktia Pancasila itu sementara Pancasila sendiri memiliki arti dan makna yang berbeda di setiap rezim yang memimpin negara ini? Lantas, apakah ada perbedaan kesaktian antara Kesaktian Pancasila dengan istilah KERIS SAKTI, KERA SAKTI, PUSAKA SAKTI, BIMA SAKTI, atau SAKTI MANDRAGUNA misalnya? Sekedar info, ternyata terminology kata SAKTI Sakti (kekuatan, kekuasaan atau energi) adalah sebuah konsep ajaran agama Hindu atau perwujudan dari aspek kewanitaan Tuhan (Baca: Dewata).

Sementara itu, lambang burung Garuda yang sering menjadi satu kesatuan frase dengan kata Pancasila menjadi GARUDA PANCASILA ternyata memiliki dasar filosofis tersendiri yang oleh beberapa kalangan disebut berasal dari akarYahudi.

Simbol negara “burung Garuda” juga dapat ditelusuri asal-usulnya sebagai simbol Yahudi. Pemilihan simbol “burung Garuda” sendiri sebagai lambang negara adalah sebuah kontroversi karena hanya ditentukan oleh segelintir orang saja tanpa memperhatikan aspirasi mayoritas rakyat Indonesia. “Burung Garuda” memang ada dalam mitologi Hindu yang pernah menjadi agama mayoritas Indonesia di masa lalu, namun pada masa kemerdekaan, Hindu tidak lagi memiliki pengaruh yang signifikan.” (sumber)

“Agama Islam sendiri sebagai agama mayoritas rakyat Indonesia setelah era Hindu juga tidak mengenal simbol “burung Garuda”. “Burung Garuda” juga tidak pernah benar-benar ada karena hanya sebuah mitos, berbeda dengan burung elang botak yang merupakan binatang asli Amerika. Karena bukan simbol asli bangsa Indonesia maka tidak ada lain simbol “burung Garuda” mengadopsi simbol-simbol kebudayaan asing yang memang memuja-muja simbol “burung mirip Garuda”, yaitu Yahudi yang gerakan Fremasonry-nya sangat berpengaruh sampai saat ini.” (Sumber)

Pengaruh Yahudi di Indonesia itu dimulai pada abad 18 melalui gerakan perkumpulan rahasia Vritmetselarij atau Freemasonry yang berkembang di kalangan elit Indonesia baik di kalangan orang-orang Belanda maupun pribumi: pejabat, bangsawan, pengusaha, ilmuwan, seniman/sastrawan dan kalangan intektual lainnya. Gerakan tersebut selanjutnya berkembang menjadi beberapa cabang seperti Himpunan Theosofi, Moral Rearmemant Movement (MRM) dan Ancient Mystical Organization of Ancient Mystical Organization of Sucen Cruiser (Amorc) dan sebagainya.

Orang-orang yang merancang simbol “burung Garuda” sebagai simbol negara adalah Sultan Hamid II, Ki Hajar Dewantoro dan Muhammad Yamin. Ketiganya adalah pengikut gerakan Vrijmeselarij dan Theosofi. Sedangkan Presiden Soekarno yang menetapkan simbol “burung Garuda” sebagai lambang negara juga berada dalam pengaruh Fremasonry melalui ayahnya yang merupakan anggota Perhimpunan Theosofi Surabaya.

Untuk menguak korelasi simbologi antara Simbol-Simbol Negara RI dengan Yahudi dan Zionisme silakan banyak membaca buku-buku karangan Herry Nurdi (Jejak Freemason & Zionis Di Indonesia, Penerbit Cakrawala); Ridwan Saidi (Fakta dan Data Yahudi di Indonesia), dan Muh Thalib & Irfan S Awwas (Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila, Penerbit Wihdah Press).

Kesimpulannya, pernyataan mengenai Pancasila dan segenap Lambangnya digali dari prinsip-prinsip luhur bangsa Indonesia ternyata tidak seperti yang diungkapkan dalam buku-buku formal di Toko Buku dan Perpustakaan atau yang pernah diajarkkan guru-guru PMP, P4, dan PPKn di bangku sekolah. Justru banyak budaya-budaya asing dan filosofis agama tertentu yang menjiwainya. Bahkan unsur Yahudi yang merupakan agama yang tidak diakui justru banyak memainkan peran pentingnya.

Ahmed Fikreatif


“Gajah Mati Meninggalkan Gading, Harimau Mati Meninggalkan Belang, Manusia Mati Meninggalkan Nama, Blogger Mati Meninggalkan Postingan”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun