Mohon tunggu...
Muhammad Taufiqurrahman
Muhammad Taufiqurrahman Mohon Tunggu... -

mari belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Soekarno dan Pohon Sukun

1 Juni 2013   08:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:42 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konon, ketika patung Soekarno diletakkan di Taman Ronde, Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa minggu lalu, seekor rajawali terbang memutar di atas Taman Ronde. Rajawali disebut sebagai simbol keberadaan Soekarno di Ende. Bahkan, pohon sukun yang lama tidak berbuah di Taman Ronde itu kini mulai berbuah. Beberapa masyarakat menghubungkan berbuahnya pohon sukun itu dengan diletakannya patung Soekarno yang berada di bawahnya.

Pohon sukun yang masih berdiri saat ini di Taman Ronde, bukanlah pohon yang sama yang menaungi Soekarno saat beristirahat dan membaca saat dalam masa pengasingan. Pohon itu sudah lama mati, namun kemudian digantikan dengan pohon sukun yang berbeda tetapi miliki khasnya dengan bercabang lima.

Soal Rajawali dan Soekarno juga menjadi mitos masyarakat Ende. Dalam pengasingannya, Soekarno dapat dipantau dengan adanya Rajawali yang selalu terbang memutar di atas langit untuk menemani tokoh proklamator itu. Meski, Soekanor sedang berada di kali untuk mandi.

14 Januari 1934, kapal Van Riebek yang berlayar dari Pelabuhan Surabaya selama delapan hari melepas jangkar di Pelabuhan Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Soekarno bersama istrinya, Inggit Garnasih, ibu mertua dan anak angkatnya, Ratna Djuami menjejakkan kakinya di Ende. Bersama beberapa serdadu Belanda yang mengawalnya, Soekarno dibawa ke Kampung Ambugaga untuk diasingkan.

Kota Ende memiliki nilai sejarah penting bagi Indonesia. Bukan karena di Kota ini pernah terjadi genangan darah para pejuang kemerdekaan dalam melawan penjajah atau kota ini hancur oleh serangan musuh, bukan itu. Tetapi di Ende, sebuah falsafah negara yang kelak menjadi dasar negara  yang nantinya disebut Pancasila mulai ada.

"Indonesia tidak hanya lahir di Barat. Indonesia lahir dari Timur," kata budayawan Goenawan Muhammad.

Di awal bulan Juni ini, cuaca di Ende sangat cerah, angin yang membawa rasa asin air laut masih dapat dirasakan di tempat ini Pohon sukun (Ortocarpus communis) banyak tumbuh di sana, termasuk pohon beringin dengan ranting-rantingnya yang menjuntai, serta pohon palem yang berjejer rapi dengan jalan-jalan yang sudah dirapikan dengan semen dan batu-batuan pantai yan berbentuk pipih. Patung berwarna cokelat perunggu yang mirip Soekarno tengah duduk di bawah pohon sukun dengan kaki kanan yang disilangkan ke kaki kaki kirinya.

Pengalaman Soekarno itu diceritakan dalam buku Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. Dalam tulisannya, pada beberapa kali kesempatan di tahun-tahun pengasingannya di Ende, Soekarno meluangkan waktu kosongnya untuk membaca pada sebuah taman yang dinamai Ronde.

Dapat dibayangkan, Seokarno sedang duduk pada sebuah bangku kecil, Ia duduk sambil membaca sebuah buku yang sudah beberapa kali dikhatamkannya. Kini buku yang sama itu sudah hampir mencapai lembaran terakhirnya. Soekarno menutup bukunya, tangannya disandarkan ke belakang untuk menopang kepalanya. Kepala Soekarno mendongak ke atas melihat cabang-cabang pohon sukun yang berjumlah itu lima itu sambil menikmati hembusan angin dan mulai berfikir jauh tentang Indonesia. Di bawah pohon sukun inilah, Soekarno memenukan konsep dasar Indonesia, Pancasila.

Soekarno tidak pernah menyebut dasar negara Indonesia lahir di Ende secara langsung, tetapi pada rapat BPUPKI tertanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengatakan bahwa dasar negara yang diberi nama Pancasila digali dari bumi ibu pertiwi.

Selamat Hari Pancasila

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun