sastra lama, maka sekarang akan penulis jelaskan satra lisan. Mengapa demikian? Karena keduanya memiliki kesinambungan, tidak pisah-dipisahkan.
Jika anda sudah melihat artikel sebelumnya mengenaiSastra lama pun mencakup sastra lisan yang secara tidak langsung sebagai sarana penyampaian kepada masyarakat hingga meluas.
Yang membedakannya pun cukup samar; biasanya sastra lisan disampaikan dengan tutur, diiringi dengan irama, dan bersifat anonim. Walaupun tidak terbukti siapa yang awal mulanya menyebarkan suatu sastra lisan di suatu daerah, namun karena bersifat spontan maka sastra lisan pun bertahan lama.
Tidak jauh berbeda dengan sastra lama, sastra lisan pun serat akan makna dan manfaat. Beberapa bentuk sastra lisan dari suku Sunda yaitu; pantun sunda yang diiringi alat musik kecapi dan gamelan, serta karawitan.
Kedua bentuk sastra lisan ini masih melekat hingga sekarang, terutama pada hari besar atau pada suatu acara peringatan. Karena kedua sastra lisan ini sebagai bentuk kebiasaan orang Sunda.
Karawitan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “Rawit” yang artinya keselarasan dan kehalusan.
Sastra lisan ini sering dijumpai pada acara penting, misalnya saja pada acara pernikahan, sebab karawitan dipercaya sebagai bentuk permintaan akan keselamatan namun tetap menghasilkan estetika seni.
Karawitan dipentaskan oleh beberapa pemain alat musik; seperti gamelan, suling, kendang, serta sinden yang bertugas melafalkan lagu-lagu.
Bagaimana? Sungguh indah dan menyejukkan hati bukan? Itulah salah satu faktor mengapa hingga sampai saat ini karawitan masih terus dilestarikan oleh orang-orang.
Karena selain sebagai seni estetika, sudah seharusnya seni sebagai warisan harus dijaga sebagai identitas suatu suku dan daerah.
Akan lebih memiliki nilai tambah jika diperkenalkan kepada turis.