Menata Ulang Pendidikan Indonesia demi Masa Depan yang Lebih Cerah
penulis : Fikir Marderita Zai
dosen pembimbing : Natal Kristiono,S.Pd.,M.H.
Pendidikan di Indonesia sedang menghadapi transformasi besar menuju masa depan yang lebih cerah dan penuh tantangan. Sebagai seorang yang peduli dengan masa depan bangsa, saya meyakini bahwa pendidikan di Indonesia saat ini berada di persimpangan kritis. Kita memiliki potensi besar untuk menciptakan sistem pendidikan yang inovatif dan inklusif, namun juga menghadapi tantangan yang tidak kecil. Sebagai Mahasiswa, saya melihat bahwa Indonesia sedang berada di titik kritis dalam perjalanan menuju sistem pendidikan yang lebih maju.
Fenomena viral di media sosial belakangan ini telah membuka mata kita tentang sebuah ironi yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan Indonesia. Siswa SMP dan SMA yang tidak mampu menjawab pertanyaan sederhana seperti kepanjangan MPR atau nama ibu kota provinsi menunjukkan adanya masalah mendasar dalam sistem pendidikan kita.
Ketidakmampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar ini bukan sekadar masalah sepele. Ini adalah gejala dari krisis yang lebih besar - krisis literasi dan pemahaman dasar tentang negara dan dunia di sekitar mereka. Bagaimana mungkin kita berharap generasi muda ini akan menjadi pemimpin masa depan jika pengetahuan dasar mereka tentang negara sendiri begitu minim?
Salah satu faktor yang mungkin berkontribusi pada masalah ini adalah perubahan kurikulum yang terlalu sering. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, mulai dari Kurikulum 2004, Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka yang baru diperkenalkan. Setiap pergantian datang dengan pendekatan dan metode baru yang sering kali membuat guru dan siswa kebingungan. Akibatnya, fokus pada materi-materi dasar seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mungkin terabaikan.
Meski demikian, ada beberapa langkah positif yang diambil pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Anggaran pendidikan yang terus meningkat, mencapai Rp660,8 triliun atau 20% dari APBN pada tahun 2024, memberikan harapan untuk perbaikan kualitas pendidikan. Penerapan Kurikulum Merdeka yang memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan pembelajaran sesuai kebutuhan dan karakteristik masing-masing juga merupakan langkah yang potensial untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Peningkatan akses pendidikan juga patut diapresiasi. Dengan angka partisipasi sekolah yang mencapai 99,9% untuk SD, 99,6% untuk SMP, dan 96,1% untuk SMA pada tahun 2024, Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam memastikan pendidikan untuk semua. Namun, akses saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan kualitas.
Untuk mengatasi krisis literasi ini, diperlukan pendekatan yang holistik.Â
Pertama, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap kurikulum untuk memastikan bahwa materi-materi dasar tidak terabaikan.Â
Kedua, peningkatan kualitas guru harus menjadi prioritas utama. Guru yang berkualitas dan termotivasi adalah kunci untuk mentransfer pengetahuan dan nilai-nilai penting kepada siswa.
Ketiga, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan harus ditingkatkan. Pembelajaran daring, bahan ajar digital, dan alat bantu pembelajaran inovatif dapat membantu meningkatkan kualitas dan akses pendidikan. Namun, penting untuk memastikan bahwa teknologi tidak menggantikan, melainkan melengkapi, metode pembelajaran tradisional yang efektif.
Terakhir, perlu ada penekanan kembali pada pendidikan karakter dan nilai-nilai kebangsaan. Pemahaman tentang negara, sistem pemerintahan, dan nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan sejak dini untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki rasa cinta tanah air yang kuat.
Krisis literasi yang kita hadapi saat ini adalah alarm yang membangunkan kita semua. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau sekolah, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Orang tua, media, dan lingkungan sosial memiliki peran penting dalam membentuk pengetahuan dan karakter anak-anak kita.
Dengan komitmen bersama dan langkah-langkah konkret, kita dapat mengatasi krisis ini dan membangun sistem pendidikan yang menghasilkan generasi yang tidak hanya menguasai teknologi modern, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang identitas dan nilai-nilai bangsa. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan masa depan yang cerah bagi Indonesia.
saya melihat pentingnya pendidikan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan memasukkan aspek ini ke dalam kurikulum, kita dapat mempersiapkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kesadaran terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim.
Saya yakin bahwa dengan fokus pada aspek-aspek ini, Indonesia dapat membangun sistem pendidikan yang lebih baik. Namun, perubahan ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat, dan sektor swasta.
Kita harus ingat bahwa investasi dalam pendidikan adalah investasi dalam masa depan bangsa. Dengan tekad yang kuat dan langkah-langkah konkret, saya optimis bahwa Indonesia dapat menciptakan generasi yang tidak hanya siap menghadapi tantangan global, tetapi juga mampu membawa perubahan positif bagi negeri ini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H