Hidup  ini mempunyai skala prioritas.
Hidup harus punya arti yang jelas
Hidup tidak diminta dan tidak meminta.
Hidup adalah pilihan untuk menentukan mana jalan yang diambil dan mana yang tidak
Hidup adalah kebebasan untuk melakukan sesuatu yang ingin kita lakukan dengan menanggung segala konsekuensinya
Memprioritaskan seseorang terlalu dalam bisa mempersulit diri sendiri, padahal jika dipikir, hal itu tidaklah buruk. Yang pada dasarnya, aku secara pribadi sangat menjunjung tinggi seseorang yang menjadi teman hidup.
Perjalanan hidup yang membuat aku sadar bahwa memang tidak ada yang salah dengan memprioritaskan seseorang, biarpun orang tersebut hanya menjadikan aku salah satu pilihan hidupnya.
Tapi, dampaknya adalah di kemudian hari. Betapa dia menyadari bahwa tidak ada lagi yang bisa membuat suatu prioritas yang tulus dan ikhlas.
Betapa terpuruknya ketika ke-proritasan_an yang telah tertanam, ternodai oleh pengkhianatan, penuduhan atas ketidaksempurnaan yang tidak beralasan.
Betapa hancurnya perasaan ketika semua tak sesuai dengan kenyataan, prioritas yang seharusnya aku berikan kepada orang yang memelihara aku dari kecil, aku alihkan pada seseorang yang (seharusnya) aku percayakan seumur hidup yang akhirnya berdampak panjang.
Memang, rasa sakit itu seperti tidak bisa hilang dan pasti akan berbekas untuk selamanya. Tidak bisa tidak. Memaafkan? Sudah dimaafkan ketika keputusan mutlak dijatuhkan. Ikhlas? Sepertinya sudah ikhlas dan pasrah dengan keadaan, karena Allah SWT memang belum menunjukkan seseorang yang bisa aku prioritaskan seutuhnya.