Mohon tunggu...
Fikih Azali
Fikih Azali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Al Azhar University Mesir

penulis, kaligrafer, dan pebisnis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kulit Sawo Berdarah Eropa

3 September 2022   09:30 Diperbarui: 3 September 2022   10:51 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


TIBA DI BRAIN

Sisa awan hitam masih betah di langit brain, kumpulan langit mendung sisa hujan membuat para pengendara sempat terhenti untuk berteduh demi menghindari tetesan hujan, suara burung lovebird atau kerap kali di panggil denga sebutan burung kicau datang untuk menghiasi langit yang masih mendung, air yang menggenang di atas daun tetoles setetes demi setetes tumpah mengenai rerumputan kecil di bawahnya.

Kota ini sangat indah, seebelah utara dari alun alun tempat persinggahan akan terlihat gedung  sepuluh lantai yang bertuliskan AEOA itu adalah gedung tempat berkumpulnya para menteri Negara, disamping arah barat dari  gedung aeoa akan terlihat danau buatan yg di beri nama barmitis yg di kelilingi oleh pohon pohon pinus yg menjulang ke atas, di danau ini setiap harinya akan ada sekelompok turis datang untuk melihat keindahan danau barmitis ini. Sedangkan dari arah selatan gedung aeoa akan terlihat river matius atau sungai matius, air dari sungai ini langsung mengalir ke pantai braham, oleh karena itu tak heran kalau sungai ini banyak di penuhi oleh  para nelayan untuk mengembara dengan lautan.  

Matahari masih enggan menampakkan wujudnya, membuat para pengendara tak sabar untuk segera sampai ke tujuannya. perlahan motor motor yang sempat terhenti kembali dinyalakan oleh pemiliknya, lalu perlahan lahan hilang meninggalkan alun alun tempat persinggahan. sepasang pengendara muda mudi  tengah sibuk dengan motornya yang masih belum menyala, lantaran habis di basahi hujan, tiba di belakang mereka seorang lelaki paruh baya, dengan segenap tenaganya bangkit dari tempat duduknya dengan bantuan sebatang tongkat dari kayu, yang kalau di perkirakan tongkat itu sudah berumur puluhan tahun bersama orang tua itu, ia mengampir pasangan pengendara muda mudi yg motornya masih belum menyala, dengan sedikit bungkuk orang tua itu menunjukkan ke arah busi motor sambil mulut berkomat kamit berbicara kepada pemuda pemilik motor, pemuda itu langsung paham , dengan segenap usaha laki laki yang di panggil dengan sebutan jack ini dapat berhasil membuka busi motor dengan peralatan seadanya yang sudah tersedia di jok motornya, lalu ia mengotak atik busi tersebut, sebentar saja ia    kembali memasang busi ke tempat asalnya dan dengan membaca bismillah ia kembali engkol motornya dan akhirnya usaha tidak pernah mengkhianati hasil, motor kembali menyala. dengan muka yang berbinar menunjukkan ekxpresi bahagia, jack  mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang sudah meberinya petunjuk. 

Sambil di susul selena naik yang menjadi pasangan nya untuk bergegas pulang menuju rumah dikarenakan hari juga sudah mulai gelap pertanda kedudukan matahari akan di gantikan dengan bulan. dan perlahan demi perlahan orang yang singgah di alun alun untuk berteduh sudah mulai kosong hingga akhirnya semuanya pergi, meninggalkan hening.

Cuaca malam hari di kota brain menuju delapan belas derajat  celcius, tidak terlalu dingin tetapi untuk seorang yang berdarah Indonesia udara sperti ini membuat badan harus menggunakan palto. Dari arah sebuah toko jualan makanan sehari hari seorang pemuda dengan kulit yang tidak terlalu putih seperti warna kulit orang asia dan rambut tertup dengan sebo atau penutup kepala yang meninggalkan rambut di ubun ubun  kepala dan tinggi sekitar seratus tujuh puluh tiga senti meter mirip sekali dengan perwatakan orang Indonesia  keluar dengan membawa sebuah kantong plastik Yang di pegang nya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya berada di saku paltonya ia berjalan menyisiri jalanan  kota brain, dua ratus meter dari arah yang berlawanan seorang pemuda dengan postur tubuh tinggi gagah kulit putih kemerah merahan berdiri menyandari sebuah mobil BMW X4 dan sedang menghisap sebuah rokok di tangan kanan  dia berteriak teriak memanggil kearah ku, “rey” aku ragu untuk memenuhi panggilannya, aku berlalu tanpa menoleh kearah pemuda yang memanggil nama ku itu, aku berfikir mungkin dia memanggil temannya yang mungkin berketepatan di belakangku aku tetap berjalan santai tanpa menghiraukannya, sekali lagi panggilan itu datang membuatku harus menoleh kepadanya, “rey” aku menoleh ke arahnya dia melambaikan tangan kepadaku “ hei reyhan” ini aku, aku meneliti dengan cermat orang yang baru saja memanggilku “jay”? kaukah itu jay?  “ iya ini aku, aku tadi melihatmu masuk ke toko tetapi aku ragu untuk menemuimu makanya aku tunggu saja disini, dan ternyata dugaanku benar kau berada disini, kapan kau sampai di brain rey? “ aku baru saja sampai tiga hari yang lalu” apa yang menyebabkan kau datang rey, hanya sekedar wisata? Ceritanya panjang tubuhku sudah tidak tahan berlama lama dengan udara di luar ini,” hhhh baiklah aku sampai lupa,  mana mungkin darah indonesi seperti kau ini langsung terbiasa dengan udara di brain ini , tapi kau tenang saja nanti kau juga akan terbiasa dengan udara di sini, baiklah kau sendirian? Maksudku kau memakai kendaraan ? “ tidak jay, aku sendiri seperti yang kau lihat tanpa teman dan tidak memiliki kendaraan. “baiklah kebetulan sekali ayo naik mobilku saja! Kau belum pernah duduk di kursi BMW kan? Tanya ajay bermaksud ngeledek kepadaku. Aku hanya memberi senyuman membalas ledekannya dan lalu masuk ke mobilnya.

akhir mata dari pandangan senja (dokpri)
akhir mata dari pandangan senja (dokpri)

Langkah sendu

Mobil BMW milik ajay malaju dengan kecepatan delapan puluh kilometer perjam menyusuri jalanan kota brain yang sepi , semelir angin masih berhembus mebuat para pejalan kaki bergelutuk kedinginan tetapi tidak untuk di dalam mobil milik ajay,, dia menghidupkan heater pemanas ruangan mobil yg dia pasang di mobilnya, wajar saja, dari kecil ajay memang hidup serba berkecukupan, ayahnya seorang pengusaha café yang sukses, usaha café mereka bahkan sudah memiliki lima cabang di Indonesia dan sekarang ajay meneruskan café ayahnya dengan membuat cabang nya di kota brain ini dan sekarang café yang di kelola ajay sudah merambat ke penjuru seluruh kota brain, banyak cabang yang di dirikan oleh anggota ajay dalam mengkelola cabang café miliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun