Ichsan, menurut saya perlu menerangjelaskan sikapnya tentang Luwu Tengah dan Luwu Raya ini. Akankah ia meneruskan legacy sang kakak, Syahrul Yasin Limpo kala memimpin Sulsel, yang menurut Said, mantan ketua PB IPMIL, "menghambat pemekaran Kabupaten Luwu Tengah", ataukah ia memiliki konsep berbeda.
Saya, yang hanyalah anak kampung dari ketinggian Rongkong berharap melalui catatan dangkal ini, elit-elit kita menjadikan Luwu Tengah dan Luwu Raya sebagai fokus utama pada gelaran pilgub 2018.
Saya acapkali bermimpi, model perjuangan pemekaran Sulawesi Barat yang konon terstruktur dan masif hingga mekar pada 2004 silam, menjadi stimulus bagi para elit Tana Luwu pada momentum pilgub 2018 dan Pemilu tahun depan.
Tapi ah sudahlah. Katanya elit-elit Tana Luwu jarang bersepakat untuk kepentingan publik semacam ini. Konon mereka mudah terberai atas nama kepentingan personal, kelompok, wa bil khusus interes politik.
Kita telah banyak belajar pada masa lalu, sehingga janji janji para calon gubernur yang diumbar itu tentu tak bisa dijadikan pegangan. Apalagi kata Charles de Gaulle, politisi tidak pernah percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat memercayainya.
Jika demikian, mungkin Luwu Tengah dan Luwu Raya memang hanya ada di alam mimpi dan menjadi bunga-bunga tidur bagi kita. Ia sesuatu yang abstrak, hil yang mustahal untuk dikonkretkan.
Ia hanya terlahir dan merepetisi dalam lima tahun sekali. Lalu "disembelih" lagi setelah Pilgub berlalu. Dan menghilang.
(*) Zulfiqar Rapang, anak muda ketinggian Rongkong, Tana Masakke
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H