Semua orang pasti mengetahui fakta bahwa Indonesia merupakan negara yang heterogen. Negeri yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke ini memiliki banyak sekali suku, ras, agama, budaya, dan juga bahasa.
Tingginya tingkat pluralitas di Indonesia itu juga akhirnya melahirkan banyak varian bahasa yang berbeda di setiap lingkungan sosial tertentu. Maka dari itu, meskipun berbicara dengan sesama orang Indonesia, terkadang ada ragam bahasa yang sulit dimengerti jika keduanya tidak memiliki referensi yang sama. Oleh karenanya, proses komunikasi menjadi kurang efektif.
Contoh sederhananya, masyarakat penutur di wilayah A biasanya menggunakan kata 'anjing' untuk mengungkapkan rasa kekaguman terhadap sesuatu. Sedangkan, masyarakat di wilayah B biasanya menggunakan kata 'anjing' hanya untuk mengumpat atau berkata kasar. Jika kedua masyarakat itu bertemu, tentu bisa memicu kesalahan pemaknaan terhadap kata 'anjing' tersebut. Bahkan bisa saja memicu perpecahan karena kesalahan persepsi antara keduanya.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa komunikasi yang kurang efektif tersebut menjadi masalah yang cukup serius dan tidak bisa disepelekan. Karena dalam kondisi masyarakat yang heterogen, bahasa adalah aspek terpenting yang berguna untuk menunjang persatuan dan kesatuan. Maka dari itu, kajian kebahasaan dengan pisau analisis sosiolinguistik memiliki urgensi yang sangat tinggi di Indonesia ini.
Menurut Chaer dan Agustina dalam bukunya yang berjudul Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, sosiolinguistik merupakan ilmu hibrida antara sosiologi dan linguistik yang orientasinya mengarah kepada bahasa dan lingkungan sosial. Artinya, sosiolinguistik itu menitikberatkan kajiannya terhadap relasi bahasa dengan faktor-faktor sosial seperti variasi-variasi bahasa, ragam bahasa, dan fenomena kebahasaan di suatu lingkungan sosial tertentu.
Dalam perspektif sosiolinguistik, bahasa bukan hanya dipandang sebagai simbol-simbol yang berguna untuk berkomunikasi saja. Akan tetapi, bahasa dipandang sebagai suatu sistem kebudayaan yang menjadi ciri otentik dari kebudayaan itu sendiri. Karena sejatinya bahasa selalu berkaitan erat dengan budaya dan begitu pula sebaliknya.
Ragam bahasa atau variasi bahasa yang diteliti dalam sosiolinguistik juga bukan hanya bersifat kultural, melainkan lebih luas daripada itu. Misalnya, ragam bahasa dalam berjualan di pasar, ragam bahasa dalam bergaul di lingkungan sosial tertentu, atau bahkan ragam bahasa dalam media sosial.
Dengan melihat fakta di atas, agaknya dengan melakukan banyak penelitian sosiolinguistik, tentu saja bisa menunjang persatuan serta komunikasi yang lebih efektif dalam negara yang multikultural seperti Indonesia. Karena kita akan lebih memahami pemakaian ragam bahasa pada lingkungan sosial tertentu sehingga tidak menimbulkan kesalahan interpretasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H