Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Diserang Kampanye Hitam, Ini yang Perlu Dilakukan Jokowi

19 Maret 2019   23:30 Diperbarui: 21 Maret 2019   01:49 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum selesai dengan tuduhan seorang ustaz di Banyuwangi yang memfitnah pemerintah akan melegalkan zina, kini muncul cuitan dari sosok ustaz yang dikenal pro kubu 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Cuitan tersebut diunggah yang bersangkutan pada tanggal 18 Maret 2019. Hingga tulisan ini dikerjakan, cuitan tersebut masih tetap tayang.

Saya ingin merangkum pesan almarhum Nukman Luthfie salah satu pengamat media sosial yang sudah sejak lama mengupayakan literasi sosial media dan literasi media dalam memerangi hoax.

Kata Nukman bahwa tingkat literasi masyarakat sangat rendah terhadap informasi, media hingga di media sosial. Maksudnya masyarakat lemah dalam memahami dan mendekonstruksi (menata ulang) informasi yang didapatkan langsung melalui ponselnya sendiri. 

 Menurutnya, pendidikan di Indonesia tidak diajarkan bagaimana caranya membaca yang benar dan membaca yang kritis. Sakitnya lagi, kita mudah terseret dengan isu-isu murahan dan ikut juga menjadi pelaku yang menyebarkannya.

Contoh kecil saja, saat Ratna Sarumpaet "babak belur"'. Mereka yang awalnya ganas dan garang tidak ada satupun yang berusaha untuk menelaah dan mengkritisi apa yang sebenarnya terjadi pada Ratna Sarumpaet. 

Sebaliknya, momen tersebut malah dimanfaatkan mereka sebagai bahan untuk menyebarkan isu bahwa Pemerintah represif terhadap seorang aktivis kemanusiaan, pejuang gender, pembela wong cilik yang kebetulan menjadi jurkam kubu 02.

Hingga akhirnya pelaku sendiri yang mengakui bahwa ia merekayasa dan dengan sadar menyebarkan hoax. Ia mengaku sebagai pelaku hoax. Padahal rentetan kejadian itu cukup lama hingga membuat Indonesia menjadi gempar. Ketika terkuak, mereka yang tadinya mengaum garang pun tiba-tiba seperti macan ompong. 

Inilah sebuah bukti bahwa kaum terpelajar, cerdik dan cendekiawan pun tidak berusaha untuk membaca benar dan membaca kritis terhadap fenomena yang ada dihadapannya. 

Celakanya, perilaku ini justru tidak berhenti sampai disitu saja. Kuat sekali dugaan bahwa produksi hoax ini terus diembuskan secara door to door. 

Tak pelak isu PKI yang menerpa Jokowi 5 tahun lalu saja masih ada sisa-sisanya di beberapa kantong-kantong kemenangan kubu sebelah. 

Kenyataan tersebut sulit dibantah dengan melihat cuitan ustaz Haikal yang terkesan bertanya namun tendensius. Malah terkesan menggiring opini yang selama ini memang dijadikan bahan gorengan tentang sentimen anti Cina.

Sebagai sosok ustaz yang dipandang, seharusnya ustaz Haikal tidak serta merta langsung membagikan konten tersebut. 

Jika kita mendapatkan informasi yang belum jelas kebenarannya, makan tahan dulu. Jangan langsung disebarkan begitu saja. Pahami apa sih maksudnya Indochina. 

Jangan malah terlihat seperti orang yang kurang kritis dan malas mencari sumber primer.

Dikhawatirkan ada yang menduga-duga bahwa Indochina adalah Indonesia. Jika tidak disertai dengan narasi yang benar, cuitan tersebut bisa menimbulkan banyak tafsiran. 

Bisa saja toh ada yang berpikir bahwa Indonesia sudah dikuasai oleh China karena terjerat utang yang besar sampai-sampai namanya ganti jadi Indochina. Makin kacau lagi narasinya.

Inilah bahayanya misinformasi yang disebarkan bisa berujung menjadi kabar bohong dan fitnah.

Indochina yang dimaksud bukanlah Indonesia China, melainkan negara-negara di wilayah Asia Tenggara yang banyak dipengaruhi budaya India dan Tiongkok seperti Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja.

Sama halnya seperti saran Nukman. Bagi orang dewasa, jangan hanya membaca judul saja lalu mengambil kesimpulan. Cek dulu isinya. Sebelum menyebarkannya, tahan dulu. Cek dulu kebenarannya. 

Meskipun benar sebaiknya juga dipikirkan kembali apa manfaatnya. Kalaupun isinya benar tapi tak bermanfaat, lantas untuk apa juga disebarkan?

Sosok-sosok seperti ustaz Haikal akan terus abadi mencuitkan sesuai dengan narasi yang memang dikendakinya dengan tujuan tertentu. 

Ada beberapa hal yang harus dilakukan Jokowi dan TKN dalam memerangi black campaign seperti ini

Meskipun tidak mudah tapi dibutuhkan reaksi spontan. Pertama, tindak sesuai dengan hukum yang berlaku. 

Sama seperti yang terjadi pada tirto.id yang kepeleset dengan memenya yang menyudutkan paslon 01. Yup meskipun memang sudah ada permohonan maaf, Tirto sebagai media online yang banyak dijadikan rujukan, perlu juga dong sesekali disentil biar enggak kebablasan lagi. 

Kedua adalah edukasi. TKN harus gercep, setiap ada kasus black campaign yang didukung dengan bukti-bukti kuat, segera laporkan saja kepada pihak yang berwenang, siapapun itu. Karena efeknya seperti yang dirasakan sendiri, isu PKI yang dijadikan jualan oleh Obor Rakyat ternyata efeknya masih terasa hingga saat ini.

Kemudian diiringi dengan edukasi lewat komunitas-komunitas yang ada di daerah. Maka, mesin politik harus benar-benar digenjot untuk menangkal hoax. Basis kyai dan para ulama yang berada di belakang Jokowi pun terus menerus diupayakan untuk ikut serta meredam hoaks.

Perjuangan Pilpres 2019 memang sangat berat. Bukan karena Jokowi minim prestasi, tapi karena hoax yang menerpa lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya. Semoga pakde kuat melawan fitnah keji seperti ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun