Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bagaimana Kedaulatan Pangan di Era Jokowi?

18 Februari 2019   00:03 Diperbarui: 18 Februari 2019   00:33 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi / dok.kompas

Melihat debat pada putaran kedua tadi malam memang cukup banyak membuka mata para swing voters bagaimana Jokowi mengungkapkan beberapa fakta tentang kedaulatan pangan Indonesia.

Namun, sebelum memasuki inti masalah saya merasa harus berkomentar tentang performa debat Jokowi yang begitu mudah mematahkan pertanyaan dan pernyataan Prabowo yang masih sangat normatif.

Kubu Prabowo masih saja menggoreng isu impor. Padahal dalam tulisan saya sebelumnya, nilai impor beras dari masa ke masa terus mengalami penurunan. Begitu juga dengan produksi yang makin meningkat.

Baca Presiden yang Paling Banyak Impor Beras Bukan Jokowi, Tapi...

Mengapa Jokowi Tetap Impor?

Dari penelusuran data Kementerian tahun 2014 hingga 2018 terjadi peningkatan komoditas seperti jagung yang naik hingga 68,12%. Tahun 2014 produksi jagung sekitar 19,01 juta ton dan pada tahun 2018 bisa mencapai hingga 30 .06 juta ton jagung.

Meskipun faktanya memang Indonesia masih membuka kran impor. Seperti yang dikatakan oleh Jokowi dalam debat, pemerintah mencoba untuk tetap menyediakan stok pangan yang cukup untuk konsumsi nasional, apalagi beberapa waktu Indonesia diterjang oleh berbagai bencana.

Impor yang dilakukan tak lain hanya untuk menjaga cadangan kebutuhan nasional. Intinya pemerintah berusaha untuk menstabilkan harga pangan, bukan soal impornya, tetapi soal ketahanan pangan dan stabilitas harga.

Toh lambat laun produksi komoditas pangan pun semakin meningkat. Apalagi jika beberapa unicorn di Indonesia bisa membantu mengembangkan revolusi 4.0 yang menyentuh produktivitas pangan serta membantu pemasaran para petani.

Kata kunci soal pangan inilah yang sebetulnya tidak tersampaikan. Jika melihat data yang diumumkan oleh BPS, angka inflasi bahan makanan menyentuh rekor terbaik dalam sejarah hingga 1,26% pada tahun 2017.

Rekor Inflasi Pangan dalam 30 Tahun Terakhir

Padahal pada awal Jokowi menjabat, nilai inflasi bahan makanan mencapai 10,57%. Kemudian turun pada tahun 2015 menjadi 4,93%, naik sedikit pada tahun 2016 menjadi 5,69% dan yang membanggakan adalah tahun 2017 menyentuh nilai 1,26%.

Menurut Menteri Pertanian Arman Sulaiman, angka tersebut menjadi catatan sejarah tersendiri dalam 30 tahun ke belakang.

Jadi, apa yang diutarakan oleh Sandiaga Uno sebelum debat putaran kedua dimulai yang mengatakan bahwa harga bahan pangan naik berbanding terbalik dengan data-data yang dibuktikan oleh Kementerian Pertanian.

Angka ini juga memberikan dampak yang nyata bagi para tetani. Harganya pun masih bisa diterima oleh masyarakat. Artinya tidak kemahalan bagi konsumen dan tidak terlalu murah bagi petani.

Ekonomi Masa Depan Indonesia Bergantung Pada Laut 

Keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan ini patut diapresiasi. Hampir tidak ada gejolak yang berarti terutama pada saat hari-hari besar seperti Lebaran, Natal, Imlek dan Tahun Baru. Meskipun ada hanya dalam waktu singkat bisa distabilkan kembali dengan menyeimbangkan pasokan dari dalam negeri.

Menarik juga tentang colekan Prabowo bahwa nelayan di Indonesia tidak sejahtera karena kesulitan mendapatkan izin.

Pernyataan ini juga langsung dijawab oleh Jokowi bahwa tidak ada izin yang menyulitkan selain kapal dengan muatan 30 GT. Apalagi pemerintah juga mengucurkan kredit mikro untuk para nelayan yang selama ini menjadi salah satu kendala.

Kedaulatan maritim di Indonesia menjadi jaminan masa depan ekonomi Indonesia. Hal ini juga disinggung oleh Jokowi bahwa laut adalah masa depan ekonomi Indonesia.

Kita kita bisa menepuk dada dengan ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum, tidak ada lagi kapal-kapal pencuri dari dalam maupun luar negeri yang mengeruk kekayaan laut negara kita hingga di bawa ke luar negeri.

Prestasi pemerintah memerangi illegal fishing

Kita sendiri mendengar kabar bagaimana pasokan ikan ke negara tetangga terganggu sampai ke negeri sakura. Artinya selama ini banyak sekali ikan-ikan yang dicuri dan dijual untuk negara lain dengan harga murah.

Namun, dengan program penanganan illegal fishing di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu menenggelamkan 488 kapal yang melakukan pencurian di wilayah kedaulatan negara RI.

Upaya menteri Susi Pudjiastuti bukan hanya mendapatkan apresiasi dari dalam negeri tapi juga menjadi contoh bagi negara-negara lainnya dalam menjaga kekayaan laut bangsanya sendiri demi kesejahteraan dan masa depan generasi selanjutnya.  

Praktis topik debat capres putaran kedua antara Jokowi dan Prabowo soal Pangan menjadi keunggulan dan prestasi Jokowi yang mau tak mau harus diakui oleh Prabowo.

Pemerintah hingga saat ini masih terus mengembangkan infrastruktur tol laut dengan membangun beberapa pelabuhan untuk menciptakan konektivitas antar pulau. Manfaatnya adalah kesejahteraan meningkat dan daya saing yang tinggi. Tentu juga akan memengaruhi harga pangan dalam soal pengiriman.

Gagasan tol laut ini akan menjadi masa depan Indonesia. Hasilnya bisa langsung dirasakan oleh warga Papua di Sorong. Harga semen yang tadinya mencapai Rp 1 juta per zak, dengan hadirnya tol laut kini bisa sama harganya sekitar Rp 60 ribu saja per zak.

Kita bisa simpulkan bahwa Jokowi cukup piawai dan menguasai permasalahan pangan di Indonesia. Pemerintah mengakui jika masih ada kekurangan di sana-sini tapi bukan berarti pemerintah tutup mata termasuk soal impor. Inilah justru yang menjadi tantangan bagi seorang pemimpin.

Dengan gagasan-gagasan normatif Prabowo, saya jadi tambah ragu bagaimana nasib pangan kita ke depan jika ia yang jadi pemimpin negeri ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun