Itulah yang kini dilakukan oleh Fadli Zon kepada Mbah Moen. Apapun alasan Fadli Zon membuat puisi, jelas-jelas menyinggung Mbah Moen. Sosok yang seharusnya dihormati dan digugu perkataannya.
Doa yang dipanjatkan Mbah Moen sendiri perlu kita terima sebagai upaya kyai sepuh untuk mendoakan anak-anaknya , entah itu Jokowi atau Prabowo.
Namun demikian, apa yang dilakukan oleh Fadli Zon sudah keluar dari kepatutan. Ia merendahkan ulama yang menjadi panutan.
Apa yang dituduhkan oleh Fadli melalui puisinya jelas-jelas tak hanya menyudutkan Romy dan Jokowi, tapi juga Mbah Moen.
Inilah sikap Fadli Zon yang mirip dengan sebagian netizen yang kerap mengolok-olok orang lain lewat laman media sosialnya.
Apa yang dilakukan oleh Fadli Zon adalah cermin kondisi netizen saat ini. Gemar menyebarkan kebencian bahkan olok olok yang merendahkan.
Apa yang diucapkan oleh Fadli sekarang mungkin dirasakan biasa saja. Namun, ke depan jika dibiarkan, ujaran kebencian seperti yg dilakukan Fadli Zon dkk akan dianggap biasa saja.
Sebagai anggota dewan yang terhormat, perilaku Fadli Zon jauh dari kata terhormat. Jika ingin mengkritisi seseorang, tak perlu mengungkapkan kata kata kasar apalagi menuduh mekelar hingga terlontar kata bandar.
Dalam hal ini Fadli Zon pasti bisa membedakan mana kritik dan mana celaan yang mengandung ujaran kebencian kepada seseorang.
Konotasi makelar dan bandar ini saja sudah negatif. Seolah seperti disandingkan dengan bandar-bandar lainnya.
Jika kita tilik lebih dalam, orang-orang yang suka mengolok biasanya punya ketidakpuasan dalam dirinya. Kemudian ia melihat kepuasan batin tersebut justru dirasakan oleh orang lain.