Beginilah jadinya jika capres yang dijagokannya melakukan banyak blunder saat sesi debat capres putaran pertama 17 Januari 2019 yang lalu. Celakanya blunder tersebut disaksikan jutaan pasang mata rakyat Indonesia. Mau tak mau akhirnya BPN sendiri yang sibuk klarifikasi sana-sini untuk menetralkan blunder capresnya.
Parahnya lagi, blunder tersebut dibicarakan saat mendalami topik yang krusial tentang komitmen pemberantasan korupsi, penegakan HAM, hukum, dan perang terhadap terorisme. Topik atau tema ini cukup krusial di negara kita. Apalagi belakangan kasus radikalisme meningkat serta ancaman terorisme dari dalam negeri.
Tiga Blunder Prabowo Versi TKN
Menurut Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi Ma'ruf, Erick Thohir menyebutkan setidaknya ada tiga blunder yang dilakukan capres nomor urut 02. Diantaranya tentang isu korupsi, kesetaraan gender, dan kejutan Sandiaga Uno yang menyebutkan dirinya bukan kader Gerindra lagi.
Sandiaga Berkelit Bukan Kader Partai Gerindra Lagi
Menurut saya ini kesalahan Sandiaga Uno yang amat fatal. Performanya yang banyak dipuji orang justru luput dari pengamatan. Sandiaga Uno justru tambah memojokkan Prabowo saat ditanya tentang struktur Partai Gerindra yang tidak selaras dengan visi misi kesetaraan gender dan keterwakilan perempuan. Faktanya memang tidak ada satupun perempuan yang memangku jabatan strategis di tubuh partai Gerindra.
Performa Sandiaga yang disebut-sebut tenang, kalem, dan memukau banyak emak-emak justru runtuh karena momen di saat Sandiaga Uno tak mau dilibatkan dalam urusan Partai Gerindra. Padahal saat ini Sandiaga Uno berada dalam gerbong yang sama. Seharusnya Sandiaga tidak bersikap apatis dan membiarkan Prabowo kebingungan menjawab pertanyaan tersebut.
Ini menunjukkan bahwa Sandiaga Uno memang tidak siap untuk bertanggung jawab terhadap kesalahan kelompoknya sendiri. Sikap ini jelas amat berbahaya di masa depan, apalagi jika mendapatkan tanggung jawab sebagai pemimpin. Yang ada justru akan saling lempar tanggung jawab.
Seperti OK OCE yang mandek saat ditinggalkan oleh Sandiaga Uno. Sandiaga berusaha cuci tangan dan melimpahkan urusan program OK OCE pada mantan atasannya, Anies Baswedan yang kini masih tetap "menjomblo".
Cara Sandiaga berkelit dan menyimak jawaban Prabowo juga menunjukkan bahwa perempuan belum mendapatkan posisi strategis dalam tubuh Gerindra. Tina Talisa, kader dari partai Nasdem menjelaskan bahwa partai yang paling banyak mengusung caleg perempuan adalah PSI (Partai Solidaritas Indonesia) bukan Partai Gerindra seperti yang diklaim mereka saat ini.
Isu Korupsi Gak Seberapa
Jawaban ini juga menjadi bahan meme dan lelucon warganet. Prabowo terselip lidah dengan menyatakan bahwa korupsi gak seberapa saat ditanya oleh Jokowi tentang beberapa bakal calon anggota dewan dari Partai Gerindra yang merupakan mantan terpidana korupsi.
BPN berkilah bahwa apa yang dimaksud Prabowo bukan jumlah korupsinya melainkan jumlah caleg yang didaftarkan kembali untuk nyalon meskipun sudah jelas-jelas pernah divonis bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi. Jumlah caleg mantan terpidana korupsi hanya sebagian kecil dari jumlah caleg lainnya, kilah BPN.
Apapun klarifikasi BPN, pernyataan Prabowo ini merupakan pernyataan yang amat fatal. Akibatnya publik memang jadi ragu dengan komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi. Solusi yang ditawarkan pun terlihat sepele, menaikkan gaji. Hal ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak memiliki rencana konkret untuk memberantas korupsi.
Menariknya, justru pagi ini ada berita yang cukup mengejutkan. Seorang oknum Hakim di Lampung digerebek warga karena diduga membawa dua perempuan pada malam hari ke rumahnya.
Memang sih tidak ada korelasinya dengan kasus korupsi. Tapi, kenaikan gaji juga harus diantisipasi agar tidak diselewengkan seperti ini. Bisa-bisa Prabowo digeruduk emak-emak se Indonesia. Mungkin perlu jadi bahan penelitian juga tentang korelasi antara kenaikan gaji dengan tingkat perselingkuhan. Kabarnya laki-laki memang diuji saat memiliki segalanya termasuk harta dan jabatan, kemudian wanita hahahaha.
Blunder Soal Jateng Lebih Besar dari Malaysia
Blunder yang satu ini jadi mengingatkan publik pada pernyataan Prabowo tentang Haiti di Afrika. Prabowo menyatakan bahwa Jawa Tengah lebih besar dari Malaysia. Faktanya justru malah sebaliknya.
Luas Malaysia adalah 329,847 kilometer persegi, sementara luas Jawa Tengah adalah 32,522,12 kilometer persegi.
BPN berkelit bahwa maksud dari ucapan Prabowo itu adalah jumlah penduduk Jateng lebih banyak daripada jumlah penduduk Malaysia, bukan luasnya.
Soal data penduduk pun masih perlu diperdebatkan. Melansir Merdeka.com jumlah penduduk Jawa Tengah menurut data BPS tahun 2017 adalah 33.5 juta jiwa. Sementara data penduduk Malaysia tahun 2018 adalah 32,4 juta jiwa. Beda tipis memang, sehingga tangkisan BPN pun masih bisa diperdebatkan.
Sontekan Prabowo Miskin Data
Dari ajang debat capres putaran pertama ini menunjukkan bahwa sontekan Prabowo miskin data dan sangat lemah untuk dijadikan rujukan. Prabowo pun bisa jadi tidak mengerti benar kondisi struktur organisasinya sendiri. Mungkin karena selama ini memang tidak fokus mengurus partai dan hanya fokus mengurus kemenangannya sendiri.
Sontekan Sandiaga Uno Diduga Hoax
Tak berbeda dengan Prabowo, sontekan Sandiaga Uno diduga dibuat-buat. Sandiaga menceritakan tentang kisah Najib, seorang nelayan di Karawang yang disebut mendapatkan persekusi dan perlakuan tidak adil.
Kapolres Karawang AKBP Slamet Waloya membantah terjadi persekusi dan kriminalisasi terhadap Najib di Cilamaya, Kabupaten Karawang. Kasus ini menarik juga karena Najib juga dilaporkan atas dugaan penambangan pasir secara ilegal. Artinya kasus Najib muncul karena ulah Najib sendiri dan saat ini tengah ditangani oleh Kepolisian. Â
Sandiaga Uno dengan bangganya menyebut bahwa "Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah". Padahal Sandiaga sendiri banyak tersandung beberapa kasus hukum dan kini bisa tetap mencalonkan diri jadi cawapres. Jadi semacam membuka borok sendiri.
Dari kasus tersebut artinya hukum di negeri ini tidak pandang mata dan tidak berat sebelah. Entah itu Sandiaga Uno dari kalangan elite ataupun nelayan di Karawang dari kalangan wong cilik, jika memang tersandung hukum akan diproses sesuai dengan mekanisme yang ada.
Inilah jadinya jika sudah dikasih kisi-kisi masih tetap salah juga. Tapi, gak papa kok. Wajar saja murid akan seperti itu. Nah, debat capres putaran kedua 17 Februari 2019 mendatang jangan sampai salah lagi ya pak, apalagi sudah sesumbar tak perlu kisi-kisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H