Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dear dokter Gamal, Jangan Ikut Sebar Hoaks, Berat! Biar Mereka Saja

7 Januari 2019   23:40 Diperbarui: 8 Januari 2019   00:08 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Twitter Gamal Albinsaid

Infografis yang dibagikan itu ternyata memiliki pelbagai kelemahan. Misalnya, tidak semua orang awam bisa menganalisa data yang disajikan. Data-data mentah tersebut hanya menyebutkan Presiden yang paling banyak berutang tanpa menyebutkan variabel data lainnya sebagai pembanding.

Misalnya seperti Kompasianer Pringadi Abdi Surya yang sudah menjelaskan bagaimana cara membaca data-data yang disajikan oleh dokter Gamal. Contoh kecil saja seperti kondisi negara yang jauh berbeda.

Jika dibandingkan dengan kondisi pada masa pemerintahan BJ Habibie saja tentu amat berbeda dengan kondisi pada masa SBY, apalagi saat pemerintahan Jokowi yang ditekan dengan resesi global. Beruntung Indonesia masih bisa perkasa ditengah jatuhnya beberapa negara. Bahkan ekonomi Malaysia saja sekarang tertinggal di belakang Indonesia.

Bukan hanya netizen saja yang geram dengan cara dokter Gamal menyajikan data. Lumrah jika beberapa sosok yang sudah makan asam garam soal data pun urun rembuk ikut bicara seperti Ainun Najib.

"A good example of "How to Lie with Statistics". Maaf mas dokter @Gamal_Albinsaid , we're good friends, namun kali ini anda keliru dan mengelirukan masyarakat." cuitnya.

Siapa Ainun Najib? Dikutip dari laman Wikipedia, Ainun Najib adalah seorang praktisi teknologi informasi asal Gresik, Jawa Timur yang berdomisili di Singapura, yang dikenal sebagai penggagas situs KawalPemilu.org.

Apa jawabannya terhadap cuitan dokter Gamal? Cuitan ini sengaja saya sajikan secara lengkap agar bisa menangkap dengan jelas apa yang diutarakan oleh Ainun Najib.

"1) Menggunakan nilai absolut ketika seharusnya nilai proporsi yang dipakai. Tujuan: seolah luar bisa besar. Angka utang luar negeri biasanya diukur sebagai proporsi dengan GDP (Gross Domestic Product) sebagai ukuran ekonomi. Ekonomi kita tumbuh besar secara absolut, utang seiring"

Foto Twitter Gamal Albinsaid
Foto Twitter Gamal Albinsaid
"2) Menggunakan nilai uang absolut tanpa normalisasi dengan inflasi mata uang. Sebagaimana 1,000 rupiah di era sekarang tidak sepadan 1,000 rupiah di era mbah Soeharto, demikian pula 1 trilyun sekarang tidak setara 1 trilyun sebelumnya."

"3) Menggunakan nilai absolut sekarang namun tidak memunculkan nilai absolut periode 10 tahun persis sebelumnya (era pak SBY). Tujuan: lagi-lagi agar seolah njomplang besarnya berbanding dulu kala. Kata Cinta pada Rangga: yang kamu lakuin itu, jahat."

"4) Pertama-tama ini visualisasi menyesatkan, modus operandi yg banyak dilakukan: data ditampilkan vertikal semisal diagram batang namun tidak proporsional. Lihat tumpukan koin terakhir hampir 3 kali lipat (!) tingginya dari yang pertama padahal angkanya 14 banding 10 yakni 7:5"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun