Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gara-gara Uber, Saya Batal Beli Mobil Pribadi

11 November 2017   22:25 Diperbarui: 11 November 2017   22:36 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Macet bikin stress/Tribunnews.com

Pertama kali mengenal uber di Jakarta waktu itu tahun 2015. Awalnya memang saya ragu untuk menggunakan uber, tapi setelah membaca beberapa review lewat sosial media, saya jadi penasaran juga seperti apa sih layanan Uber itu?

Saat itu saya memang sangat jarang sekali menggunakan taksi, alasannya karena selain mahal, juga karena taksi kurang efektif. Buat saya yang tinggal di kampung dan jauh dari jalan raya, sangat sulit untuk mendapatkan taksi. Karena saya harus keluar dulu, mencari taksi di jalan raya, memanggilnya kemudian menuntunnya ke rumah. Cukup merepotkan bukan?

Namun setelah mencoba Uber untuk pertama kalinya, semua kerepotan tersebut sirna. Pengalaman pertama menggunakan Uber membuat saya menjadi seperti adiktif menggunakannya. Bagaimana tidak adiktif, karena saya punya banyak stok free ride dari Uber. Kemudahan melakukan order dari mana saja dan di mana saja membuat Uber lebih praktis dan efisien.  

Kenapa saya bisa mendapatkan banyak free ride dari uber? Karena pada saat pertama kali menaiki Uber, saya langsung menuliskan pengalaman saya di dalam blog pribadi. Tak disangka, ternyata banyak juga yang menggunakan kode referral saya. Saat itu Uber masih memberikan free ride cukup besar sekitar Rp150.000 bagi pengguna pertama.

Belum yakin dengan layanan Uber ini. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu jelas muncul. 

"Ini Uber apa nggak rugi buang-buang duit ini?" pikir saya.

Barulah saya mengerti ternyata itu salah satu promosi yang memang menjadi strategi sebuah start up. Dan ternyata promosi tersebut makin banyak karena bukan Uber saja yang melakukannya.

Uber/japantimes.co.jp
Uber/japantimes.co.jp
Bagi saya yang tinggal di pinggiran Jakarta, konsep ride sharing ini jelas sangat menguntungkan semua pihak. Memang meskipun ada kontroversi namun pada akhirnya konsumen juga kan yang menentukan?

Saya percaya bahwa macet itu bukan hanya menimbulkan kerugian psikologis dan fisik semata, tapi juga berdampak pada yang lainnya.

Saat istri saya masih kerja di Jakarta, kami agak kesulitan untuk menjalankan program memiliki anak. Saat itu istri saya bekerja di daerah Terogong, Jakarta Selatan dan harus menempuh perjalanan sekitar 20 km dari Tangerang Selatan. Pada waktu normal sebetulnya jarak tersebut dapat ditempuh kurang dari 60 menit. Namun, jangan ditanya pada saat pagi hari dan sore hari, saat waktunya orang-orang berangkat kerja dan pulang kerja pada waktu yang bersamaan. Waktu yang ditempuh bisa lebih dari 60 menit, belum lagi lelah fisik yang dirasakan sehingga berdampak pada psikologis istri saya.

Melihat kondisi demikian, akhirnya kami memutuskan untuk mencari kantor baru yang lebih dekat. Alhamdulillah istri saya mendapatkan kantor baru di BSD yang jaraknya hanya sekitar 10 km saja dari rumah. Sejak itulah kami baru bisa memiliki anak setelah istri saya pindah kerja dari Jakarta ke BSD.

Macet bikin stress/Tribunnews.com
Macet bikin stress/Tribunnews.com
Dari pengalaman itu saya yakin bahwa kemacetan di Jakarta benar-benar mempengaruhi fisik dan psikologis istri saya. Maka ketika saya mendapatkan pekerjaan di Jakarta, saya lebih suka menggunakan transportasi umum seperti commuter line dan Transjakarta. Terlebih saya bisa menyimpan lebih banyak energi saya atau melakukan aktifitas lainnya selama berada di perjalanan.

Beruntung ketika saya pindah kerja ke Jakarta, konsep ride sharing sepeti Uber sudah tersedia. Sehingga saya bisa menggunakannya sebagai feedermenuju Stasiun halte terdekat. Bahkan jika saya mau pulang kampung ke Bandung dengan menggunakan kereta api, saya sangat terbantu dengan hadirnya Uber. Saya tidak perlu transit beberapa kali untuk bisa tiba di Stasiun Gambir.

Belakangan setelah konsep ride sharing ini merata di beberapa daerah, saya jadi berpikir ulang untuk membeli mobil pribadi. 

kompas.com
kompas.com
Pertama, saya tak perlu memikirkan pajak kendaraan jika menggunakan uber. Kedua, saya tidak perlu pusing dengan perawatan kendaraan setiap bulannya. Ketiga, saya tidak perlu mempekerjakan seorang supir apalagi harus menggajinya tiap bulan. Keempat, saya tidak perlu menunggu lama-lama di hanya untuk service kendaraan. Kelima, saya jadi lebih terpacu untuk mewujudkan mimpi saya traveling bersama keluarga ke luar negeri. Harapannya agar uang cicilan mobil bisa saya alihkan untuk biaya traveling.

Pemikiran itulah yang menguatkan saya urung membeli mobil pribadi. Berkat Uber saya tak perlu lagi repot memikirkan transportasi keluarga. Apalagi kadang-kadang saya bisa memesan Uber untuk keluarga saya yang jauh seperti di Bandung ataupun Surabaya.

Fenomena ini sebetulnya memang terjadi belakangan ini. Tidak sedikit generasi milenial yang mengurungkan niatnya untuk membeli kendaraan pribadi. Bahkan mereka pun menunda untuk membeli rumah demi mendapatkan pengalaman yang lebih berharga salah satunya traveling.

Bagi saya konsep ride sharing punya dampak positif untuk keluarga. Bagi keluarga kecil saya benar-benar sangat terasa. Berkat Uber, saya bisa jalan-jalan setiap weekendtanpa harus pusing memikirkan jalan alternatif ataupun lokasi yang belum saya kenali. Berkat Uber pula, anak-anak saya lebih banyak mengenal tempat-tempat yang menarik. Ride sharing benar-benar memberikan dampak positif bagi keluarga saya.

Yang paling saya suka adalah fitur Uber untuk pengguna pribadi dan untuk penggunaan keperluan kantor. Uber memberikan dua fitur yang berbeda bagi dua keperluaan yang berbeda. Sehingga untuk penggunaan transportasi kantor saya bisa lebih mudah melakukan reimbursement. Semua dilakukan paperless,saya tinggal menyertakan bukti perjalanan dan juga jumlah ongkos yang tertera.

Soal jenis transportasi yang dimiliki uber, menurut saya Uber cukup inovatif karena menawarkan berbagai jenis transportasi mulai dari Uber motor, UberX, UberXL, UberPool, hingga Uber Black. Masing-masing kelebihan dan kekurangannya.

uberpool/phillymag.com
uberpool/phillymag.com
Misalnya seperti uberpool, awalnya banyak yang tidak mengerti meskipun ongkosnya lebih murah. Namun setelah dijelaskan manfaat uberpool bagi pengguna, saya malah jadi lebih suka menggunakan betul karena bisa mendapatkan networkingbaru lewat uberpool.

Saya pun jadi punya pengalaman yang tak terlupakan dengan Uber Black. Karena berkat Uber Black, saya jadi bisa menaiki beberapa mobil premium yang ini mungkin awalnya hanya angan-angan saja. Ternyata setelah saya rasakan, tidak ada bedanya antara menaiki mobil mahal dengan mobil biasa, karena saya merasakan kenyamanan yang sama. Mungkin itu karena efek disopiri oleh orang lain hehehe.

Pembangunan infrastruktur jalan yang terbatas yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan menjadi salah satu masalah yang dihadapi berbagai kota metropolitan di dunia salah satunya Jakarta. Buat saya, konsep ride sharing ini menjadi salah satu solusi bagaimana kita, sebagai warga Jakarta dan sekitarnya, memiliki keinginan untuk mewujudkan kota Jakarta yang bisa mengurangi kepadatan kendaraan di jalan.

Bayangkan berapa banyak penghematan yang bisa dilakukan dengan menjalankan konsep ride sharing. Begitu pula dengan dampak lainnya seperti membuka lahan pekerjaan baru bagi orang lain. Banyak beberapa cerita sukses yang saya dengar langsung dari para driver Uber betapa mereka menikmati pekerjaan baru mereka.

Mereka kini tidak berkerja lagi untuk orang lain karena bisa mengatur waktu sendiri. Mereka pun menyadari bahwa semakin mereka giat bekerja semakin banyak yang bisa dibawa pulang. Konsep ini jelas berkeadilan. Salah satu hal terpenting yang mungkin tidak terlalu terlihat adalah waktu yang lebih banyak untuk keluarga mereka. Benar, waktu itu memang sangat berharga apalagi bagi orang Jakarta yang sehari-hari selalu terjebak dalam kemacetan panjang. Maka berkumpul bersama keluarga menjadi sebuah momen yang sangat berharga yang sulit untuk bisa didapatkan pada hari-hari lainnya.

Jika kita membiarkan kemacetan di Jakarta tanpa mengambil langkah nyata, maka inilah yang akan terjadi. Visualisasi bahwa kendaraan di Jakarta akan berhenti benar-benar mampu divisualisasikan dengan baik lewat video ini. Kamu bisa menontonnya di bawah ini.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun