Jangankan mendapatkan rumah sehat yang memiliki akses masuk kendaraan. Harga tanah saja sudah naik selangit. Kemarin tetangga baru saja menawarkan sepetak tanah seluas 50 meter persegi. Ketika saya tanya berapa harganya, ia membuka harga tiga juta rupiah per-meter. Dan saat ini sudah ada tetangga yang menawar dua juta rupiah per-meter. Sialnya tanah itu persis di depan rumah. Kalau saya beli akan menambah lapang halaman rumah saya juga bisa dijadikan tempat bermain anak-anak.
Tapi apa daya, dengan harga tinggi seperti itu sepertinya saya tak sanggup untuk mencarikan dananya secepat mungkin. Paling-paling saya hanya bisa mencarikan calon pembelinya. Itupun saya tak menjanjikan bisa dapat segera karena tetangga saya tersebut membutuhkan biaya pengobatan untuk penyakitnya.
Tak bisa dipungkiri memang saat ini untuk mendapatkan hunian yang nyaman membutuhkan kocek yang amat besar. Bahkan malah 5 tahun ke depan generasi milenial (generasi yang lahir tahun 1981-1994) diperkirakan tak akan mampu membeli rumah di kota.
Lalu apa yang saya persiapkan hingga bisa membangun rumah sendiri? Mungkin pengalaman saya ini bisa menjadi contoh atau inspirasi bagi generasi milenial lainnya. Saatnya pegang kendali untuk memilih hunian terbaik saat ini juga seperti yang digerakkan oleh Danamon. Dengan begitu generasi milenial tidak kesulitan mendapatkan hunian yang sehat 5 tahun mendatang.
1 . Jangan menunda membeli tanah atau rumahÂ
Saat gaji sudah mencapai UMP Jakarta pada tahun 2013, saya memang dihadapkan dengan sebuah dilema. Apakah saya harus membeli kendaraan terlebih dahulu atau rumah terlebih dahulu. Apalagi saat itu posisi saya masih tinggal bersama mertua.
Bismillah, saya putuskan untuk pegang kendali. Pada akhirnya dengan mempertimbangkan harga tanah yang terus melambung dan harga kendaraan yang pasti mengalami penyusutan, saya nekat membeli sebidang tanah di dekat rumah mertua saya. Beruntung saya malah mendapatkan harga murah karena tanah tersebut dimiliki oleh kerabat jauh.
2. Kumpulkan dana segar untuk membeli rumah atau tanah
Harga tanah saat itu ditaksir Rp500 permeter sementara saya mendapatkan diskon 50%. Inilah yang membuat saya yakin kenapa saya harus membeli tanah tersebut. Ternyata perkiraan saya tepat. Apalagi mertua dan orang tua mendukung dengan meminjami dana tambahan tanpa bunga, hahaha.
Ini yang menjadi ciri khas generasi milenial. Saya berani bertaruh hampir 50% generasi milenial bisa membeli rumah karena mendapatkan bantuan dari orang tua. Meskipun dibantu saya tetap mencari dana tambahan lain termasuk meminjam ke bank.
3. Perhatikan lingkungan rumah dan akses pendidikan anak
Sebagai keluarga muda saya benar-benar memperhatikan lingkungan rumah saya. Saya sudah mulai berhitung mulai dari perhitungan waktu berangkat kerja dan pulang kerja hingga waktu antar jemput anak saya yang mulai bersekolah di bangku pendidikan dasar.
Saya bersyukur karena lingkungan rumah terdapat sebuah masjid yang menyelenggarakan pendidikan baca tulis Al-Quran, sehingga pada sore hari anak saya tetap bisa bersosialisasi dengan tetangga sekitar meskipun pada pagi harinya harus bersekolah.
4. Pertimbangkan akses transportasi umum
Beruntung akses rumah menuju sekolah dan kantor istri saya tidak terlalu jauh. Sehingga lebih efektif dan lebih terjangkau meskipun dengan transportasi umum. Sekalipun menggunakan kendaraan pribadi tidak membutuhkan waktu yang lama di perjalanan. Inilah keuntungan tinggal di kota satelit, hanya saja memang pada saat weekend kemacetan di kota satelit tidak bisa dihindari karena semua keluarga memilih beraktifitas di luar rumah.