Karut marut lalulintas sekitar stasiun Kebayoran bukan hanya kali ini saja setelah marak ojek online. Jauh sebelum adanya ojek online, keberadaan angkutan umum di stasiun kebayoran boleh dibilang seperti tumor yang sulit untuk diangkat dan disembuhkan.
Ibarat penyakit, mungkin sekarang tumor itu sudah menjadi kanker. Meskipun beberapa kali petugas dishub dan polisi turun tangan bak sebuah kemoterapi, nyatanya kanker itu masih tetap bertahan dan sulit untuk diangkat.
Ada beberapa angkutan yang punya kontribusi memacetkan jalur lalu lintas sekitar stasiun Kebayoran Lama, diantaranya:
- Metro Mini
- Mikrolet
- Bajay
- Ojek
- Ojek Online
- Lapak Kali Lima
Wajah Stasiun Kebayoran kini sudah terasa berbeda. Bahkan saat Menteri Perhubungan meresmikannya, lalu lintas sekitar Stasiun tampak lengang dan lebih tertata. Sayangnya itu tak bertahan beberapa lama. Selanjutnya begitu lagi, ndableg!
Bisa jadi petugas dishub dan polisi sudah kehabisan kata-kata. Satu-satunya harapan mungkin cuma calon Gubernur terlipilih yang bisa membenahinya.
Stasiun Kebayoran punya posisi yang strategis bagi para pekerja dan karyawan yang berkantor di daerah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Wajar jika Stasiun Kebayoran menjadi salah satu persinggahan tepat bagi kaum urban yang bermukin di daerah Serpong, Cisauk hingga Maja. Apalagi aksesnya langsung menuju stasiun Tanah Abang. Pusat transit bagi commuter yang hendak melanjutkan ke tujuan berbeda.
Satu persatu penumpang KRL keluar dan memilih moda transportasi selanjutnya. Beberapa memilih berjalan kaki terlebih dahulu, sebagian pula langsung menclok ke moda transporatasi yang dipilihnya, entah itu Metro Mini, Mikrolet, Bajay, hingga Ojek konvensional dan Ojek Online.
Tak terhitung sekian kalinya Ojek Online dan Ojek Konvensional berebut penumpang. Bentrok fisik dan intimidasi memang pernah menyeruak. Utamanya ojek konvensional yang merasa lebih berhak mengangkut penumpang dari stasiun Kebayoran.