[caption caption="Yuli dan Riris bintang tamu Mata Mey dok.pri"][/caption]Berangkat dari sebuah kegelisahan ternyata bisa dijadikan sebuah passion yang menggelora dan tak pernah padam. Begitu juga apa yang ditempuh oleh Riris Marpaung, penerima penghargaan perempuan inspiratif Nova pada tahun 2015 dalam bidang teknologi. Riris dengan latar belakang perpustakaan justru memilih jalan sunyi, terjun dan mendirikan sebuah studio games untuk membawa nama bangsa di kancah dunia.
Riris dan rekannya akhirna mendirikan studio games bernama gambreng games. Dibawah bendera inilah Riris mengumpulkan talenta muda berbakat untuk sama-sama mengembangkan games yang edukatif namun tetap menghibur. Tak menunggu waktu lama, Gambreng games mulai dikenal sebagai salah satu studio games andal. Bahkan Malaysia pun berkali-kali menawarkan scholarship agar gambreng games bisa berkarya di tanah Melayu.
Namun, Riris bergeming. Ia ingin games Nasional bisa bangkit dan sejajar dengan bangsa lainnya. Indikatornya sederhana saja. Saat ini hampir tidak ada studio games di Indonesia yang memuncaki top ten games paling banyak di unduh di Google Play Store. Semua games berasal dari luar negeri. Sedikit sekali studio games yang bisa bertengger di 10 besar Google Play Store. Inilah yang membuat Riris dan kawan-kawan gelisah dengan masa depan games Indonesia. Bisa-bisa Indonesia hanya menjadi target pasar saja. Padahal potensinya sangat besar ungkap Riris saat berbagi suka duka membangun gambreng games dihadapan member Kompasianer Tangsel Plus (KETAPELS) di Dago Resto, Pamulang, Tangerang Selatan (17/04/2016)
Riris mengganggap Pemerintah Indonesia tidak memiliki visi dan misi dalam mengembangkan games di Indonesia. Padahal negeri tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah mulai gencar berburu talenta muda dari Indonesia. Mereka bahkan berani memberikan biaya besar agar para developer games Indonesia mau berkarya di negeri Jiran.Â
Untunglah tak semudah itu membujuk mereka. Mereka masih berharap Indonesia jaya di negeri sendiri. Bukan melulu menjadi target pasar tapi sebagai pelaku pasar. Tapi, apakah ada dukungan dari pemerintah? Sampai saat ini tidak ya. Bahkan dukungan dari media saja minim. Media sebagai nakhoda opini masyarakat pun sepi memberitakan perkembangan developer games di Indonesia. Riris mengkritik media-media yang terlalu banyak megulas produk smartphone dibandingkan mengulas perkembangan dan even developer games di Indonesia. Meskipun ada jumlahnya hanya bisa dihitung jari. Bahkan ada sebuah portal berita games yang sudah mati suri.
[caption caption="gambreng games membawa perlatan tempurnya dok.pri"]
Untuk itulah Riris dan Gambreng Games sangat berharap bisa berkolaborasi dan belajar bersama untuk mengembangkan dunia developer games Indonesia. Riris sangat terbukan untuk sharing dan saling tukar pengalaman. Bahkan Riris sanggup mengajari dari hal terkecil hingga bisa berkiprah di pasar games luar negeri seperti Amerika. Benar, games besutan Gambreng Games tidak hanya hadir dalam bentuk mobile di Indonesia melalui App Store dan Google Store, namun juga mulai membidik pasar Amerika yang memiliki pasar games paling potensial.Â
Riris menambahkan bahwa siapapun bisa mulai dari nol untuk belajar mengembangkan sebuah games. Syaratnya harus open minded, mau belajar dan berusaha untuk mempelajari IT. Itulah yang dilakukan Riris selama ini meskipun berlatar belakang Perpustakaan.
Tak mau meninggalkan profesi dan kecintaannya pada perpustakaan. Riris kini masih menekuni dan berprofesi sebagai pustakawati di salah satu sekolah di Tangerang Selatan.
[caption caption="Ketua Ketpels Kang Rifki dan Mata Mey dok.pri"]
Setelah mengulas tentang Fingertalk, Cafe Tunarungu pertama di Indonesia, kali ini Ketapels mengangkat dua orang perempuan peraih penghargaan perempuan Inspiratif Nova tahun 2015. Salah satunya adalah Riris Marpaung yang menekuni bidang teknologi. Tak banyak memang yang menekuni bidang yang Riris tempuh. Inilah jalan sunyi yang bagi Riris sudah harus diperjuangkan.