Mengisi Waktu Luang Selama Berlayar

KRI Banda Aceh 593 yang membawa bantuan untuk disalurkan di beberapa pulau terluar dan terdepan/dok.pribadi

Memang berlayar itu sangat membosankan jika kita tidak bisa mengisi waktu luang dengan benar. Ibarat terpenjara dalam lautan karena semua yang dipandang hanyalah biru laut dan biru langit. Begitu pula yang kami rasakan selama berlayar dari Makassar ke Sorong, Papua.

Saya sendiri banyak menghabiskan waktu berkeliling kapal, berbincang dengan siapapun yang bisa diajak bicara, memandangi lautan dan berharap bisa bertemu daratan atau pulau demi mendapatkan sinyal. Sangat sulit rasanya untuk menuliskan live report secara langsung dengan kondisi sinyal yang kembang kempis. Ditambah lagi saat itu Kompasiana dalam proses migrasi. Lengkap sudah rasanya.

Salah seorang anggota TNI AL sedang melakukan komunikasi disaat mendapatkan sinyal/dok.pribadi

Meskipun hampir tiga hari 12 jam berlayar, kami tetap berharap bisa mendapatkan sinyal. Komunikasi bisa jalan terus dengan keluarga, saudara dan kawan-kawan hanya melalui layar smartphone. Saya sendiri memanfaatkan layanan chat online untuk terus mengabari istri dan anak. Ketika melewati sebuah pulau, rasanya seperi melihat pulau harapan yang bisa memberikan kesejahteraan. Ibarat sebuah oase dipadang pasir. Padahal kita sedang berada di tengah lautan.

Saat melintasi Laut Banda, jujur kami memang sangat tersiksa. Maklum angin selatan berhembus dengan kencang. KRI Banda Aceh 593 dengan bobot mati sekitar 3000 ton saja terombang ambing layaknya perahu kecil ditengah samudera yang luas. Hampir sebagian besar peserta mengalami mabuk laut. Goncangan kali ini memang sangat terasa kencang. Walhasil ketika melewati laut Banda saya lebih banyak dikamar karena tak sanggup berjalan kemanapun. Begitu juga dengan beberapa teman lainnya yang seolah tak berdaya.

KRI BAC 593 ini dilengkapi dengan fasilitas fitnes yang memadai. Untuk beberapa orang yang rutin olahraga nampaknya lebih fresh dan lebih segar dalam segala suasana meskipun goncangan begitu terasa. Fasilitas fitnes ini bisa digunakan kapan saja kita mau tapi dengan kondisi kapal yang terus bergoyang. Sampai di daratpun kadang kami masih merasa seperti bergoyang. Efeknya baru bisa hilang tiga hingga seminggu kemudian.

Seorang peserta ENJ 2015 sedang membaca buku/dok.pribadi

Benar, buku adalah teman perjalanan yang paling setia. Beberapa peserta ENJ 2015 pun banyak yang membawa buku dan saling bertukar buku. Semua buku dikumpulkan di panggung Helly Deck tempat kami memusatkan kegiatan bersama. Beberapa buku yang laris utamanya adalah Novel. Salah satu kamar saya pun begitu cepat melahap karangan Agustinus Wibowo. Saya sempat sedikit membacanya ketika KRI BAC melewati Laut Banda. Yap, sedikit menolong ketika mabuk laut.

Dimasa-masa seperti inilah kita bisa melahap buku sebanyak-banyaknya. Beberapa memang ada juga yang mulai menyicil tadarus Al-Quran karena menjelang Ramadhan, tapi amat jarang. Hanya beberapa peserta yang notabene dari pesantren saya yang memegang AlQuran. Bahkan ada yang terlihat membawa kitab kuning dan membacanya di Kapal yang sedang berlayar.

Salah seorang peserta ENJ sedang asyik mendengarkan musik/dok.pribadi

Salah satu hal yang memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita adalah mendengarkan musik. Seperti sebuah terapi jiwa dimanapun kita berada. Saya pun sengaja membawa serta iPod saya. Dan ternyata berguna, terutama saat dilanda mabuk laut dan tak bisa kemana-mana. 

Dari 30 teman yang berada dalam satu kamar, setidaknya ada 10 orang yang rajin sekali menonton film-film yang telah dipersiapkan sejak dari rumah. Beberapa seri nampaknya pernah saya tonton. Bahkan kadang lucu juga ada tema film yang terkait dengan pelayaran. Contohnya seperti sebuah film yang sedang di tonton dua orang teman saya. Aktor utamanya adalah Tom Hanks yang sedang mambawa kapal kargo kemudian di bajak ditengah lautan oleh perompak bersenjata. Entah apa judulnya tapi nampaknya filmya cukup tegang dan seru. Sesekali saja saya menontonnya kemudian berlalu.

Yang lebih berbobot kita selalu ada kegiatan bersama, pada pagi hari, siang hari dan malam hari. Semua berkumpul untuk sekedar berdiskusi dan membincangkan berbagai hal. Mulai dari pengetahuan kemaritiman hingga Blogshop Kompasiana. Iyap, pertama kalinya mungkin dalam sejarah, Blogshop dilaksanakan di atas kapal perang yang sedang berlayar.

Sayang sekali kami baru mendapatkan kesempatan menjelang tiba di Sorong. Ternyata banyak juga Kompasianer yang berada di kapal perang KRI BAC 593. Sayangnya kebanyakan memang jarang mengupdate blognya sendiri hehehe. Yah biasa lah penyakit yang juga kadang menyerang saya, rasa malas.

Setelah kami tampil dan menjadi bintang dalam satu jam diatas Kapal KRI BAC 593 malah mulai banyak yang bertanya-tanya. Mungkin awalnya mereka tidak tahu siapa kami sebenarnya muehehehehehe.... 

Admin Kompasiana Nurul Uyuy sempat membagikan KCC Kriko kepada beberapa penanya dalam sesi sharing malam itu.

Itulah kegiatan kami selama mengikuti pelayaran dari Makassar ke Sorong. Untuk urusan menulis memang dibutuhkan effort lebih ditengah fasilitas yang seadanya. Butuh adaptasi cukup lama selama berada diatas KRI BAC yang sedang berlayar. Buat bloger seperti saya yang dibutuhkan hanya sinyal yang kuat untuk mempublish tulisan secara live.

Salam Hangat

@DzulfikarAlala