Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kopi Oey dan Ilmu Kopi

25 Mei 2013   23:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:01 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup unik ketika menemukan kata "Oey" setelah kata Kopi. Kemudian keduanya digabungkan menjadi Kopi Oey. Namanya unik dan catchy. Meski memang terdengar seperti ejaan jadul. Tapi demikianlah Bondan Winarno menamai warung kopinya menjadi Kopi Oey setelah sebelumnya dinamakan Kopitiam Oey. Oey diambil dari pelesetan kata Bondan (WI)narno. Jadilah Kopi Oey itu menunjukkan bahwa kedai kopi itu milik Bondan Winarno.

BW sadar bahwa menjadi wirausahawan dalam bidang kuliner itu tidak gampang, meskipun sudah memiliki nama besar di jagat kuliner Indonesia dengan tagline Maknyuusss nya itu. Kata "Maknyuuss" sendiri sebenarnya dikenalkan oleh Umar Kayam, seorang sastrawan yang dikenal sebagai pemeran Presiden Soekarno dalam film pemberontakan G30SPKI. Umar Kayam memiliki sebuah kolom di harian terbitan di Jogjakarta, Kedaulatan Rakyat. Dari kolom itulah, Umar Kayam yang juga penikmat kuliner melahirkan kata Maknyuss yang kini lebih populer digunanakan oleh BW.

Latar belakang berdirinya Kopi Oey berangkat dari pengalaman masa kecil BW yang memiliki seorang paman yang merupakan seorang eksportir kopi. Ia kerap mengetahui jika pamannya murung, pastilah harga kopi di pasaran dunia sedang turun. Indonesia merupakan negara eksportir kopi ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Vietnam, tapi sayang sekali tidak banyak orang Indonesia yang meminum kopi. Meskipun ada, mereka bukanlah penikmat kopi sesungguhnya karena cita rasa kopi yang mereka rasakan pada umumnya bukan kualitas kopi nomor satu alias hanya penikmat kopi sachet-an.

Kita bahkan kerap tidak mengetahui cara dan budaya meminum kopi yang benar. Kita hanya tahu bahwa kopi itu adalah teman menulis dan teman merokok. Tapi, kenyataannya ada etika dan estetika yang harus dijalani dan diketahui demi mendapatkan kualitas kenikmatan kopi nomor wahid.

Berangkat dari pengalaman itulah BW bertekad untuk mendirikan warung kopi agar semua masyarakat bisa menikmati kopi Indonesia dengan kualitas yang sebenarnya. Bukan juga hanya sebagai penikmat kopi korban iklan hehehe.

Dibalik itu semua ada misi lain yang merupakan impian BW. BW bermimpi bahwa warung kopinya dapat dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat (komunitas) sehingga semua orang merasa homy dan comfy didalamnya. Maka untuk melengkapi cita rasa kopi tersebut desain warung kopinya mengambil tema jadul tahun 60-an. Ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh BW ketika warung kopinya misalnya dikunjungi ibu-ibu yang menggelar arisan atau anak muda yang hanya sekedar numpang cari wifi gratisan. BW bahkan tidak mempermasalahkan hal tersebut. BW tidak keberatan jika ada tamu yang hanya minum kopi satu cangkir tapi bisa bertahan lama lebih dari dua jam hehehe. Ini mau minum kopi apa jadi sekuriti yak? hihihihi

kopi
kopi

BW banyak memberikan pencerahan kepada para blogger yang hadir. Salah satunya adalah memberikan pengetahuan tentang perbedaan antara kopi Robusta dan Arabica. Robusta memiliki rasa lebih pahit dan memiliki kadar kafein lebih tinggi, sehingga sangat cocok jika diminum pada pagi hingga siang hari untuk menambah semangat. Sedangkan kopi jenis Arabica lebih light atau ringan. Jadi cocok sekali di minum sore hari tanpa kehilangan aroma kopinya sama sekali.

Robusta memiliki rasa lebih pahit sedangkan Arabica memiliki rasa sedikit asam. Pahit dan asamnya kopi itulah yang menjadikan SENSASI meminum kopi menjadi lebih nikmat. Lidah kopi sachet-an memang harus membutuhkan waktu menyesuaikan diri meminum kopi tanpa tambahan apapun seperti gula ataupun creamer. Seperti kang Pepih Nugraha, Founding Father Kompasiana, yang sejak lama minum kopi tanpa gula.

Sebetulnya ada satu jenis kopi lagi yaitu kopi Liberika. Kopi jenis Liberika ini memiliki rasa sayuran. Penasaran? Yap, kopi liberika berasal dari Liberika, Afrika Barat. Seorang peneliti Kopi di Jember mengatakan bahwa kopi liberika ini memiliki cita rasa seperti kacang panjang mentah. Singkatnya rasa kopinya ada cita rasa karedoknya. Karedok adalah saladnya orang Sunda, karena isinya memang kebanyakan kacang panjang yang di potong-potong pendek. Sayuran mentah yang disajikan dengan bumbu kacang. Nah, betapa kayanya kopi yang ada di Indonesia sehingga sampai ada tiga jenis kopi yang bisa tumbuh di negeri yang subur ini.

Sayangnya masyarakat kita lebih mudah terjebak buaian iklan dan gengsi semata. Belum merasa keren jika belum ngopi di kafe dengan kopi asal Amerika. Padahal di Amerika sendiri yang lebih tersohor adalah kopi Sumatra asal Indonesia.

Inilah yang BW coba lakukan dengan mensosialisasikan kopi khas Indonesia. Cita rasa tinggi dengan harga yang jujur sejujur jujurnya. Dengan harga cukup terjangkau, lebih murah dari kopi di cafe dengan cap asing, Kopi Oey menghadirkan cita rasa kopi Indonesia dengan kualitas ekspor.

Bagi penikmat kopi tentu akan lebih nikmat jika menggiling kopi sendiri kemudian langsung diseduh. Ibaratnya jika menggiling sendiri biji kopi kira-kira seperti ketika kita memancing di laut, kemudian ikan yang masih fresh dan segar itu langsung diolah untuk dimakan, entah itu di goreng atau di bakar. Rasanya sudah pasti sangat berbeda. Lebih fresh dan lebih nikmat. Maka ada hukum tak tertulis bahwa semakin lama kopi itu diperam akan semakin nikmat pula rasanya. Penyimpanan kopi pun tidak sembarangan. Lamanya bisa sampai 5 hingga 7 tahun untuk mendapatkan kualitas kopi nomor wahid.

Tapi jangan salah, meskipun kopi kualitas nomor wahid tetap ada cara tersendiri dalam menyajikan dan mengolahnya. Kebanyakan dari kita menyeduh kopi asal-asalan. Sobek, tuang, campur air panas lalu siap dihidangkan. Tidak, tidak seperti itu. Maka disinilah letak etika dan estetika kopi sehingga bisa menghasilkan cita rasa kopi tereenak di dunia. Meskipun kopinya kopi luwak namun kita tidak paham cara menyeduhnya dengan benar maka rasanya tidak akan jauh dari kopi hitam sachet-an.

kopi
kopi

Saya pribadi bukan maniak kopi, namun saya cukup menikmati minum kopi. Ada beberapa kopi yang menurut saya cukup nikmat dan cocok dilidah saya. Sekali lagi kopi tereenak sedunia balik lagi bergantung juga ke selera masing-masing. Setelah mencicipi kopi Toraja, Kopi Luwak Hutan Lampung dan Aceh Gayo pilihan saya memang jatuh pada kopi Aceh Gayo. Entah kenapa, mungkin karena rasa pahitnya yang lebih pekat dan nikmat di lidah.

Banyak hal yang bisa kami pelajari setelah berdiskusi dengan BW. Beliau banyak memberikan hal-hal yang selama ini tertutup awan. Kami semua merasa mendapatkan banyak hal dalam pertemuan singkat tersebut.

Akhirnya acara ditutup dengan menikmati singkong plus sambal dan Sego Ireng.

Referensi:

http://kopitiamoey.com/tentang-kopitiam-oey/

http://media.kompasiana.com/buku/2010/12/10/mangan-ora-mangan-nya-umar-kayam-325180.html

http://sains.kompas.com/read/2013/05/20/1252552/Kopi.Liberika.Kopi.dengan.Cita.Rasa.Sayuran PS. Semua foto adalah dokumen pribadi kecuali foto saya bersama BW adalah hasil jepretan Om Didiet hehehehehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun