Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Mamah Dedeh Bilang "Orang Tua Jangan Pilih Kasih!"

1 Mei 2012   23:07 Diperbarui: 4 April 2017   18:06 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki anak memang tidak mudah. Apalagi jika memiliki banyak anak. Orang tua harus pintar pintar membagi kasih sayang kepada semua anak. Ada beberapa anak yang merasa orang tuanya pilih kasih. Meskipun sebetulnya orang tua berusaha untuk tidak pilih kasih.

Jika orang tua salah dalam membagi kasih sayangnya bisa berujung pada permasalahan keluarga yang pelik. Meski sepele, orang tua harus sadar jika ada salah satu anak yang merasa tidak diperlakukan dengan adil. Orang tua harus dapat menetralisir perasaan anak yang merasa diperlakukan berbeda oleh orang tuanya. Orang tua harus cepat tanggap sebelum anak menjadi resisten terhadap orang tuanya sendiri.

Pilih kasih bagi sebagian orang "mungkin" adalah perasaan yang wajar. Orang tua cenderung lebih sayang kepada anak pertama dan anak terakhir. Anak pertama dianggap sebagai anak yang paling ditunggu. Sedangkan anak bungsu dianggap anak yang paling lucu. Maka, orang tua harus berhati-hati dalam menyikapi anak-anak yang berada ditengah-tengah anak sulung dan anak bungsu.

Saya pernah mengulas sebuah artikel "hati-hati anak kedua lebih sensitif". Artikel tersebut saya tulis berdasarkan pengalaman nyata beberapa keluarga yang memiliki tiga orang anak. Anak kedua cenderung lebih sensitif dan perasa dalam kondisi keluarga seperti itu. Sadar atau tidak sadar orang tua bisa saja lalai dalam membagi kasih sayang. Ukuran adil di mata orang tua bisa saja berbeda jika dilihat oleh kacamata anak-anak. Maka, untuk mencegahnya butuh komunikasi yang intens terhadap anak-anak agar mereka tidak merasa diperlakukan berbeda-beda.

Saya sendiri memiliki pengalaman terhadap masalah pilih kasih ini. Suatu saat salah satu adik saya terkena virus toxoplasma. Virus menyerang matanya. Hal ini membuat orang tua saya kalang kabut. Sehingga secara tidak sadar orang tua saya sementara waktu hanya terfokus pada adik saya ini. Nyatanya perhatian berlebih ini membuat saudara-saudaranya yang lain merasa iri. Meskipun pilih kasih ini tak lain hanya agar adik saya mendapatkan pengobatan yang maksimal.

Adik saya yang terkena virus toxoplasma ini harus beberapa kali bolak-balik ke rumah sakit mata di Cicendo, Bandung. Sehingga di mata adik-adik yang lain, perlakuan orang tua dinilai tidak adil. Karena setiap orang tua pergi hanya mengajak adik saya yang sakit ini. Sementara yang lain tidak diajak. Inilah yang menjadi dasar bahwa orang tua bersikap pilih kasih. Belum lagi perhatian lainnya yang mereka soroti.

Masalah demi masalah mulai timbul. Adik saya yang sakit ini mulai dikucilkan oleh saudara-saudaranya yang lain. Sehingga dia merasa bingung mengapa tiba-tiba ada prilaku yang aneh dengan saudara-saudaranya itu. Saudara-saudaranya yang lain dianggap selalu mencari gara-gara. Persoalan remeh menjadi persoalan besar dan panjang. Sehingga mau tidak mau adik saya yang sakit ini harus lebih banyak mengalah.

Saat itu dia masih smp. Sementara kakak-kakaknya ada yang masih smp dan ada yang sudah duduk di bangku sma. Adik-adiknya semua duduk di bangku sd. Perlakuan kurang menyenangkan menurutnya lebih banyak datang dari kakak-kakaknya.

Akhirnya kesabaran dia habis sudah. Dia malah jadi tertekan karena merasa dikucilkan. Proses pengobatan matanya yang terserang toxoplasma termasuk cukup lama. Butuh waktu beberapa bulan untuk benar-benar steril dari virus tersebut. Resikonya sangat fatal jika tidak di tangani lebih cepat, yaitu kebutaan permanen. Inilah yang membuat orang tua saya panik dan benar-benar konsentrasi hanya pada adik saya yang sakit ini. Untunglah orang tua cepat tanggap dan membawa adik saya ke rumah sakit.

Akhirnya adik saya mulai berani curhat pada saya tentang apa yang terjadi. Mulailah komunikasi lewat sms hingga fb. Saya sendiri saat itu ada masalah yang cukup berat di kantor. Tapi, menurut saya permasalahan keluarga lebih utama diselesaikan ketimbang urusan kantor. Setelah mendengarkan curhatan adik saya. Saya lalu mendiskusikannya dengan orang tua. Kali ini malah orang tua saya yang curhat. Wadoohhh pusing jadinya.

Saya mencoba memahami bahwa apa yang dilakukan orang tua adalah hal wajar. Tapi saya juga mengkomunikasikan bahwa anak-anak yang lain butuh perhatian juga. Orang tua saya malah meminta saya menetralisir hal ini. Agar proses pengobatan bisa lebih cepat dan orang tua juga sementara fokus dulu sama adik saya yang sakit.

Akhirnya dengan susah payah dan beberapa perdebatan saya menelpon satu demi satu adik-adik saya. Jarak antara Pamulang dan Bandung membuat biaya komunikasi membengkak. Saya tidak menyangka ternyata anak-anak zaman sekarang sangat kritis dan pandai bersilat lidah.

Singkat cerita adik-adik saya mulai menerima kenyataan tersebut. Saya meminta mereka untuk memberikan dukungan terhadap adik saya yang sedang sakit. Hal ini sangat penting untuk mempercepat proses penyembuhan. Bagaimanapun kondisi psikis akan berpengaruh banyak terhadap proses penyembuhan. Terakhir kalinya saya mengatakan pada orang tua saya agar menjelaskan sikap mereka. Jangan sampai ada kecurigaan diantara adik-adik yang lain. Bagaimanapun semua harus dikomunikasikan dengan baik.

Alhamdulillah, berkat pengobatan dan dukungan semua keluarga. Virus toxoplasma di mata adik saya bisa dihilangkan meskipun menghadapi berbagai rintangan hingga menimbulkan sedikit perselisihan.

Mudah-mudahan orang tua lainnya bisa mengambil hikmah dari pengalaman saya diatas. Sebagai seorang kakak, saya cukup senang karena adik-adik mau mendengarkan perkataan saya. Akhirnya setelah ada keterbukaan dan komunikasi semua bisa memahami permasalahan yang ada.

Saya jadi teringat dengan pesan mamah Dedeh. "Meskipun ada salah satu anak kita yang sakit bukan berarti kita harus mengistimewakannya dan melupakan anak-anak yang lain. Bagilah perhatian orang tua seadil-adilnya." Pesan sederhana dan sarat makna itu ternyata benar. Dan saya pernah mengalaminya. Dalam hal ini saya tidak ingin menyalahkan siapapun. Karena saya melihat kesalahan itu sebenarnya hanya terletak pada kurangnya komunikasi. Apa yang dilakukan orang tua dalam kondisi diatas juga sangat wajar. Sehingga menimbulkan reaksi tak terduga dari anak-anaknya yang lain.

Saya juga menghimbau kepada guru, dosen, atasan dan pimpinan untuk bisa bersikap adil terhadap murid-murid, mahasiswa dan kariyawan. Karena permasalahan pilih kasih ini bisa saja terjadi di lingkungan sekolah atau lingkungan kerja. Jalin komunikasi dengan baik.

Pamulang

Follow @gurubimbel di twitter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun