Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[Video] Wisata Candi Ceto, Karang Anyar bersama Deltomed [Part 3]

28 Juni 2014   22:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:23 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbeda dengan Candi Borobudur atau Candi Prambanan, Candi Ceto yang terletak di Karang Anyar, Jawa Tengah ini berada di ketinggian 1.400 mdpl. Boleh dibilang suasananya hampir mirip seperti di Puncak. Di sepanjang jalan menuju Candi terhampar kebun teh yang luas. Spesialnya kita disuguhkan kabut yang menyergap hampir setiap saat. Bukan saat diperjalanan saja, tapi ketika sudah memasuki komplek Candi Ceto pun kabut hilir mudik datang dan pergi. Suasananya berbeda sekali dengan Candi lainnya yang terkesan panas dan kering.

ceto
ceto

Saya cukup terkesan dengan suasana Candi yang dingin serta udara yang segar dan sejuk. Kata Pendi Kuntoro salah satu team Markom Kompas.com menuturkan bahwa suasananya malah lebih enak di Ceto dibandingkan dengan di Dieng. Kabutnya itu yang membuat Candi Ceto menjadi lebih eksotis. Karena Candi Hindu, suasana didalamnya seperti berada di pulau Dewata loh. Apalagi ketika semua bangunan diselemuti kabut mulai dari tipis hingga pekat sehingga terlihat menimbulkan gradasi asap kabut.

Candi Ceto ini konon ditemukan masih pada saat masa penjajahan Belanda. Menurut beberapa penelitian bahwa Candi Ceto adalah masa peninggalan kerajaan Majapahit Hindu yang dibangun sekitar abad ke-15. Dengan posisi yang cukup tinggi saat cuaca cerah, melalui Candi Ceto pengunjung dapat melihat beberapa gunung tinggi seperti Gunung Merbabu, Gunung Lawu bahkan Gunung Merapi. Selain itu kota Surakarta dan Karang Anyar akan terlihat dengan jelas dari puncak Candi Ceto. Seperti di bukit Bandung Utara yang bisa menikmati keindahan lampu kota Bandung di malam hari.

Menurut beberapa sumber, sejatinya candi ini memiliki 14 teras. Sayangnya karena pemugaran kini yang tersisa hingga 9 teras saja. Bahkan konon taman Dewi Saraswati merupakan taman buatan demi untuk menyemarakkan Candi Ceto. Taman Dewi Saraswati terletak di sebelah diri Candi Ceto di puncak tertingginya. Meskipun berbeda lokasi namun Taman Dewi Saraswati memiliki areal halaman yang lebih luas dengan kolam dan patung Dewi di tengah-tengahnya yang seperti sedang memainkans salah satu alat musik, Sitar . Konon, jika ada yang bisa mengambil koin dari dalam kolam, maka keinginannnya akan terwujud. Saat saya berkunjung kesana, ada beberapa pelajar dengan seragam pramuka sedang berdoa, kemudian mengambil koin dari kolam tersebut.

Di sebelah kanan Taman terletak dua bangunan dengan bentuk yang berbeda. Salah satunya memiliki mata air didalam bangunannya. Menurut ibu Ngesti yang pernah berkunjung ke Candi Ceto ini, kedua bangunan tersebut merupakan simbol pria dan wanita. Bangunan yang menyembul merupakan simbol pria, sedangkan disampingnya bangunan yang tertutup dengan mata air dan kolam kecil didalamnya merupakan simbol wanita. Saya sempat merasakan kesejukan air dengan berwudhu didalamnya. Ternyata didalam kolam dengan dalam kurang lebih setengah meter itu terdapat banyak sekali koin-koin mata uang rupiah. Bisa jadi orang yang mengambilnya pun dianggap akan beruntung. Saya mencoba menggapainya tapi tak sampai, khawatir baju saya basah.

Setelah puas mengelilingi puri taman Saraswati akhirnya saya kembali ke Candi Ceto untuk melihat aras tertinggi atau teras yang paling puncak. Disinilah konon selain masih aktif digunakan sebagai tempat ibadah/berdoa umat Hindu juga digunakan sebagai tempat semedi atau penyucian diri beberapa orang yang menganut Kejawen. Bangunan yang mirip dengan setengah piramida ini ternyata puncaknya di lingkari bendera merah putih.

Melihat tangga yang tinggi menjadikan Candi ini seperti berada di atas awan. Lihatlah bu ngesti, bang Ben, dan pak Thamrin Sonata seperti berada di khayangan dan sedang memandang bumi. Terus terang baru pertama kalinya saya menemui Candi dengan suasana pegunungan seperti ini. Maka momen yang langka ini betul-betul kami manfaatkan untuk mengeksplorasi setiap sudut candi Ceto.

Lihatlah pak Thamrin Sonata yang duduk terpekur melihat kabut mengelilingi kawasan Candi Ceto ini. Seperti anak muda yang sedang memikirkan kekasihnya hahahahaha. Sumpah, tempat ini highly recommended bagi mereka yang suka dengan suasana pegunungan. Wisata puncak sekaligus wisata sejarah. Tak ayal memang tak jarang saya menemukan muda mudi memadu kasih di areal kawasan Candi Ceto.

Sebetulnya masih ingin rasanya duduk berlama-lama di Candi Ceto ini sambil menyeruput kopi panas di samping mbak Ika dan mbak Agatha, apa daya itu hanya mimpi hahahaha karena kami sudah di tunggu mereka berdua untuk minum teh di Rumah Ndoro Donker.

Salam Hangat

@DzulfikarAlala

---Bersambung---

Ps. Semua Foto adalah dokumentasi Pribadi

Selanjutnya

Tulisan Sebelumnya;

[Video] Gara-gara Ngetwit, Bisa Visit Deltomed Factory [Part 1]

[Part2] Wisata Belanja dan Kuliner Bersama Deltomed Laboratories Hari Pertama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun