Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Jurus Jitu BI Menjaga Stabilitas Harga pada Bulan Ramadhan

16 Juli 2014   18:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:09 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jumat sore, 11 Juli 2014 hampir seratus kompasianer diundang oleh Bank Indonesia untuk ngobrol bareng tentang inflasi pada bulan Ramadhan. Berlokasi di Gedung MH. Thamrin, hadir beberapa narasumber dari Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian keuangan. Dipandu oleh moderator dari kompas.com, mas Heru Margianto yang juga sebagai wakil redaksi pelaksana kompas.com membawakan diskusi yang sejujurnya memiliki tema berat namun dibawakan dengan gaya yang sangat santai dan jauh dari kesan formal. Hadir pula sesepuh Kompasiana, kang Pepih Nugraha dengan atasan biru dan celana khas denimnya yang membuatnya selalu terlihat tampil muda dan bergaya.

Menurut pantauan BI, secara historis inflasi atau kenaikan harga terutama harga bahan pokok terjadi terutama pada saat menjelang Ramadhan, selama Ramadhan dan menjelang Lebaran. Setelah itu biasanya ada koreksi harga satu bulan setelah lebaran. Setelah diteliti ternyata penyumbang inflasi selama Ramadhan adalah kota-kota besar di Jawa, kawasan Sumatera dan kawasan timur. Beberapa kota yang termasuk memiliki tingkat inflasi tertinggi adalah Pangkal Pinang, Bengkulu, Samarinda, Balikpapan dan di Jawa adalh Depok dan Bekasi.

Kenaikan harga memang cenderung terjadi pada saat menjelang Ramadhan dan Hari Raya. Namun, tahun 2014 ini gejolak kenaikan harga terasa tidak terlalu ramai dibicarakan oleh masyarakat karena kenaikan harga pada saat Ramadhan sudah lumrah dan dianggap sebagai budaya tahunan. Apalagi berbarengan dengan pemilihan presiden yang begitu menyita media televisi nasional sehingga lupa memantau kondisi perekonomian rakyat. Hiruk pikuk pemilihan presiden nampaknya juga menjadi salah satu faktor beberapa kenaikan harga dianggap tidak terlalu penting bahkan signifikan karena proses panjang pilpres yang juga membuat dua kubu semakin panas. Tapi, untunglah BI tidak juga terlena dan tinggal diam. TIP dan TPID melakukan beberapa langkah preventif dalam upaya menjaga stabilitas harga sehingga tidak terjadi kenaikan inflasi.

Salah satu alasan mengapa inflasi di kota-kota besar yang telah disebutkan itu tinggi adalah karena proses distribusi yang tidak berjalan dengan lancar. Misalnya ketika barang dikirim dari pelabuhan ke Bekasi atau Depok harus transit dulu ke Jakarta. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan inflasi terjadi cukup tinggi di dua kota tersebut meski notabene termasuk dalam kawasan satelit Jakarta. Selain faktor tersebut ada beberapa persoalan yang bisa mendorong kenaikan inflasi diantaranya adalah kondisi cuaca yang bisa memengaruhi hasil panen, kenaikan tarif listrik pada awal Juli pun memicu terjadinya inflasi, rencana kenakikan tarif transportasi menjelang lebaran pun dianggap berpotensi memengaruhi inflasi dan yang terakhir adalah rencana kenaikan harga LPG ukuran 12 kg sudah bisa juga menimbulkan gejolak terhadap pengusaha dan rumah tangga menengah yang juga berkontribusi terhadap kenaikan harga.


Satu diantara tiga tugas pokok BI adalah kebijakan moneter sehingga BI terus memantau  kenaikan harga yang dibantu oleh 18 kantor perwakilan BI di seluruh daerah mulai dari bulan Mei hingga Juni 2014. Hasilnya beberapa komoditi yang naik seperti bawang merah karena dipengarui oleh Elnino (cuaca), jeruk, daging ayam dan telur yang juga menjadi pilihan masyarakat sebagai sajian hidangan istimewa menyambut bulan Ramadhan. Kenaikan tersebut tidak dapat dihindari lagi. Sebaliknya justru ada beberapa komoditas yang relatif stabil seperti rokok, mungkin karena makin banyak perokok yang berpuasa, nasi, cabe merah, cabe rawit dan tomat.

Menyikapi hal tersebut BI telah menetapkan BI rate sebesar 7.50% dengan sasaran inflasi pada tahun 2014 sebesar 4.5 + 1 % dan target tahun 2015 4 + 1%. Selain itu BI memiliki TPI dan Pojaknas TPID yang ikut memperkuat koordinasi surplus dan defisit pangan di berbagai daerah. Team ini ternyata sudah dibentuk sejak tahun 2008. Fungsi pokoknya tidak lepas dari memeriksa 4 K yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi. Maka kerjasama antar daerah perlu dikuatkan agar dapat saling mengisi ketika terjadi surplus ataupun defisit bahan pangan atau komoditas lainnya. Lagi-lagi inilah pula yang disinggung dalam debat capres tempo lalu.

Beberapa hal yang juga telah dilakukan untuk menjaga inflasi adalah rakorwil pusat DKI Jakarta sebagai ketua koordinasi pengendalian inflasi, pemantauan langsung, operasi pasar, subsidi biaya distribusi beras, gula putih, minyak goreng, dan terigu keseluruh kabupaten dan kotamadya di Jawa Timur untuk menanggulangi kawasan timur Indonesia. Hal-hal lain yang bersentuhan langsung pun diberikan kebijakan khusus seperti prioritas bongkar muat di pelabuhan dan darat khusus kendaraan yang mengangkut bahan pangan. Bahkan mendagri pun telah memberikan surat kepada seluruh kepala daerah untuk melaksanakan langkah-langkah tertentu dalam menjaga stabilitas harga pangan menjelang Ramadhan dan terutama saat lebaran.

Untuk itulah setiap kepala daerah terus berkoordinasi setiap 3-4 minggu untuk melaporkan kondisi daerahnya masing-masing terutama dalam memeriksa ketersediaan bahan pangan beberapa rentang waktu kedepan dan proses distribusinya. Kuncinya adalah pengecekan dan pengawasan harga secara langsung oleh para kepala daerah agar bisa cepat melakukan koordinasi antar daerah dengan BI sehingga bisa terus menjaga stabilitas harga sehingga setiap permasalahan langsung dicarikan solusinya bersama.

Dalam perbincangan bersama para narasumber pun diungkapkan bahwa Bulog sampai mengajukan izin impor beras hingga 500 ribu ton. Inilah salah satu hal yang juga disinggung juga pada saat debat capres beberapa bulan lalu. Meskipun pada tahun 2008 Indonesia mengalami surplus beras tapi tahun ini Indonesia kembali mengimpor beras salah satunya adalah untuk menjaga stabilitas harga. Disamping itu yang juga disinggung adalah subsidi listrik dan BBM yang mencapai 400 triliyun di APBN. Dengan pendapatan pemerintah sekitar 1600 trilyun ternyata 1/4 nya dialokasiakan untuk subsidi BBM yang kenyataannya dilapangan justru 60-70 % malah dinikmati oleh kendaraan pribadi. Inilah yang seharusnya dipersiapkan dan dipahami oleh rakyat luas bahwa pencabutan subsidi nantinya akan dialokasikan pada hal-hal lain yang lebih tepat sasaran salah satunya yang kini sudah berjalan adalah program BPJS. Meskipun begitu, memang akan menjadi keputusan yang dilematis dan tentu bisa berpotensi menimbulkan gejolak harga yang bisa memengaruhi inflasi.


Keberpihakan pemerintah kepada petani dan nelayan pun kini dipertegas dengan diputuskannya Permen Produk Unggul Daerah khususnya dalam melindungi hasil panen raya petani dari tengkulak yang membeli dengan harga sangat murah. Kedepan, petani dan nelayan tidak akan lagi merugi karena terus bergantung pada para tengkulak. Mafia inilah yang perlu dilawan dengan sistem yang baik dari pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun