Sejak muncul di India, banyak masyarakat yang penasaran dengan sosok Datsun Go Plus Panca 7 seater. Selain karena mengusung model LCGC, juga yang pertama kalinya ada mobil murah berbentuk MPV. Mayoritas penduduk Indonesia yang suka ngumpul dan jalan-jalan bareng bersama keluarga besar, menjadikan MPV masih tetap sebagai raja atau pilihan utama keluarga. Alasan itulah banyak masyarakat yang memang menantikan hadirnya MPV murah Datsun Go Plus Panca. Catatan inilah yang menjadikan Datsun Go Plus Panca menjadi MPV LCGC pertama di Indonesia. Tahun 2015 akan menjadi persaingan sengit bagi Datsun Go Plus Panca karena kompetitor tentu akan membidik pasar LCGC yang tetap berharap dengan model MPV.
Dari segi eksterior tidak bisa dimungkiri bahwa Datsun memiliki pesona tersendiri. Dengan gaya yang simpel namun mengeluarkan kesan tegas melalui garis-garis desainnya, menjadikan masyarakat tertarik pada tampilan pertama. Namun sayang memang pada sektor roda masih berupa velg kaleng yang ditutupi dengan dof saja. Dengan ukuran ban 155/70R13 menjadikan Datsun Go Plus Panca terasa kurus. Ada ruang yang cukup menganga antara roda dengan body. Jika saja ban dibuat lebih besar, mungkin kesan kurus ini bisa diperbaiki. Namun demikian, sepertinya dengan ukuran roda yang kecil, dimaksudkan agar ada efisiensi penggunaan bahan bakar.
Setelah keluar dari Hotel Santika TMII, akhirnya kemudi diambil alih oleh Bang Nur Terbit. Terus terang saya tidak terlalu berharap lagi bisa memengangi tantangan irit Datsun dari tim redaksi cetak. Selain karena kami memiliki style yang berbeda dalam mengemudi, juga tidak bisa dipaksakan untuk sekaligus mampu menerapkan gaya mengemudi yang bisa menghemat bahan bakar.
Perkiraaan saya pun tidak meleset. Bang Nur sepertinya belum bisa beradaptasi dengan cepat. Apalagi rute yang dilalui tidak seperti rute sebelumnya. Pada etape ketiga ini, Datsun hanya melewati jalan darat mulai dari TMII menyusuri jalan pinggir tol JORR. Kepadatan memang mulai terasa disini namun belum mencerminkan kondisi Jakarta yang sesungguhnya. Kami masih bisa melewati kemacetan dengan cukup mudah tanpa kendala. Kemacetan ramai lancar masih bisa ditoleransi.
Beberapa kali hentakan gas yang kurang lembut otomatis akan semakin banyak menyedot bahan bakar lebih banyak. Perpindahan perseneling yang kurang smooth juga menjadi salah satu indikasi efisiensi bahan bakar. Dalam kondisi macet memang mobil cenderung lebih banyak mengkonsumsi bahan bakar. Tak ayal kondisi demikian sekalipun biasanya dihindari pengemudi taksi karena biasanya mereka tekor di bbmnya.
Menyisir pinggir jalan tol, hanya beberapa titik kemacetan saja yang menjadi hambatan. Misalnya seperti di perempatan Ragunan. Disini dengan medan agak menanjak, Datsun harus menkonsumsi bbm lebih banyak untuk mempertahankan posisi. Penggunaan rem tangan dalam kondisi medan demikian akan sangat efektif untuk mengurangi konsumsi bahan bakar.
Setelah tiba di perempatan Lebak Bulus hingga menuju arteri Pondok Indah, kepadatan kendaraan semakin terasa. Disini beberapa kali harus berhenti beberapa saat karena terhambat persimpangan jalan dan menghindari berbagi kendaraan yang hendak memutar. Namun, Datsun tetap dijaga ritmenya agar bisa memberikan tingkat efisiensi yang tinggi.