Mohon tunggu...
Fika Fatiha
Fika Fatiha Mohon Tunggu... Lainnya - Beriman, Berilmu, Beramal

Menulis Karena Ga Bisa Menggambar

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pacaran Sama dengan Ta'arufan? (Opini Menanggapi Pernyataan Habieb Husein Ja'far)

4 Mei 2022   10:00 Diperbarui: 5 Mei 2022   08:01 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena-fenomena menarik yang mengundang perdebatan akhir-akhir ini sering masif terjadi. Fenomena ini entah murni tak sengaja ter-up ataupun bisa jadi disengaja untuk menggiring opini publik. Publik tadinya ramai mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang menjadi prioritas penting untuk diselesaikan, tetapi secara tidak sadar kita malah di giring dan disibukan kepada hal-hal yang semestinya tidak terjadi dalam situasi saat ini.

Fenomena yang hangat diperbincangkan adalah mengenai pernyataan Habieb Ja'far di salah satu acara YouTube bersama Nagita Slavina. Tak hanya mengundang Habieb Ja'far, Nagita Slavina-pun mengundang dua pasangan yang menjadi buah bibir masyarakat akhir-akhir ini yaitu Thoriq Halilintar dan Fuji.

Dalam potongan talkshow (wawancara) yang tersebar di internet (terutama platform tiktok), Habieb Husein Ja'far mengatakan bahwa pacaran itu bisa saja disebut seperti ta'arufan. Pernyataan tersebut mengundang banyak komentar dari pelbagai macam pegiat sosial media. Namun, penulis menyarankan untuk kita semua agar melihat hasil pernyataan tersebut secara keseluruhan tidak setengah-setengah asal menilai video orang lain yang telah dipotong agar nantinya tidak menimbulkan mispersepsi dan memahami konteks yang ada secara keseluruhan.

Untuk menghindari perdebatan yang panjang mengenai konsep pacaran dan ta'arufan. Penulis akan mencoba untuk melihatnya dari segi sejarah, definisi dan makna mengenai hubungan pacaran atau ta'arufan tersebut.

SEJARAH ADANYA HUBUNGAN MANUSIA (BERPACARAN) ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN 

Di kutip dari idn times, sejarah hubungan antar kedua insan laki-laki dan perempuan diawali pada saat selesainya perang Dunia I. Saat itu, di Barat, hubungan antara laki-laki dan perempuan harus selalu sejalan dengan kemauan orang tua. Artinya, sang anak harus menikah sesuai dengan kriteria yang orang tua inginkan atau kita sebut hal ini sebagai era perjodohan. Dalam perjodohan ini, mungkin belum tentu sang anak benar-benar mau dengan orang yang di jodohkan oleh orang tuanya tersebut, atau bahkan karena akibat perjodohan ibaratnya seperti membeli kucing dalam karung, yang tadinya tujuan menikah untuk mendapatkan kebahagiaan justru malah sebaliknya.

Hingga pada akhirnya adanya hubungan laki-laki dan perempuan ini mendobrak budaya perjodohan yang bias dengan persepsi keterikatan itu sendiri.

Dalam sejarahnya, tujuan adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah menemukan pasangan yang tepat untuk menikah. Ini yang perlu garis bawahi bahwa tujuan pacaran pada saat itu murni karena untuk menikah. Artinya tujuan pacaran disini adalah untuk menemukan pasangan yang tepat sebelum kejenjang suci yang lebih serius.

 Saat jaman dulu pula, tujuan hubungan tersebut diketahui oleh orang tua (tidak diam-diam seperti yang dilakukan oleh generasi saat ini). Dalam sejarahnya, hubungan itu ada berarti bukan hanya untuk mengusir rasa sepi, bukan hanya untuk sekadar agar terlihat laku oleh orang lain, bukan hanya untuk ajang pemuas hawa nafsu. Tapi tujuan memiliki hubungan atau keterikatan adalah untuk menikah, agar pada saat menikah pasangan tidak salah pilih yang pada akhrnya menyebabkan tidak enak hati saat mengetahui bahwa pasangan yang setiap hari akan selalu berada di samping kita nyatanya malah akan memperdaya kepada ketidak baikan. Begitulah tujuan memiliki hubungan pada saat jaman dulu.

SEJARAH KATA "PACARAN"

Kata "Pacaran" Merupakan kata yang digunakan oleh masyarakat melayu untuk menjalin hubungan sebelum ke jenjang pernikahan. Dulu di Melayu, kata "Pacar" berasal dari sebutan sebuah pewarna kuku atau sering disebut oleh orang Melayu jaman dahulu dengan sebutan ‘Inai’. Pada saat itu di Melayu apabila ada seorang pemuda yang tertarik pada seorang gadis, pria tersebut akan menyinggahi tempat kediaman gadis yang dia inginkan dengan mengirimkan tim Pantun ke kediaman gadis tersebut. Jaman dulu untuk menarik hati perempuan biasanya dilakukan dengan berbalas pantun antar kedua pihak.

Apabila pantun yang di bawakan oleh tim pantun dari pihak pria tersebut disambut oleh pihak gadis, maka selanjutnya kedua orang tua gadis maupun pria akan memakaikan pacar (Inai) ke tangan pemuda dan gadis tersebut. Setelah menggunakan pacar di tangan keduanya, pemuda dan gadis tersebut sudah resmi dikatakan mereka berpacaran atau bisa dikatakan sudah memiliki hubungan yang dinamakan dengan pacaran untuk tujuan perkenalan yang goalsnya adalah untuk menikah.

Namun hubungan ini hanyalah tahap awal. Umur pacar kuku (Inai) yang di pasangkan di tangan kedua pasangan tersebut, pada umumnya berumur sekitar tiga bulan. Ketika pacar kuku tersebut luntur, sang pemuda diharuskan menemui pihak keluarga gadis untuk membicarakan hubungan selanjutnya. Apabila sang pria tidak kunjung datang ketika pacar tersebut sudah luntur, sang gadis berhak untuk memutuskan hubungan dengan pria tersebut.

Apabila sang pemuda datang ketempat gadis di waktu yang telah ditentukan (seumur pacar yang menempel di kuku), maka barulah akan berlanjut ke hubungan selanjutnya, yaitu lamaran. Pada saat lamaran itulah awal mula pembicaraan pernikahan dimulai.

DEFINISI TA'ARUF

Istilah taaruf ditemukan dalam Alquran surat Al-Hujurat ayat 13 dari kata "Arafa" yang berarti mengenal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), taaruf adalah perkenalan. Kemudian, dalam konteks pernikahan, taaruf yang dimaksud ialah perkenalan dengan lawan jenis.

Ta'aruf antar lawan jenis merupakan sebuah proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangka tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.

Taaruf merupakan proses perkenalan yang dilakukan oleh seorang pemuda dengan pemudi Islam tetapi dengan catatan harus didampingi oleh pihak ketiga pada saat melangsungkan pertemuan. Hal ini karena bila kita menyendiri dengan pinangan akan menimbulkan perbuatan yang dilarang agama dan bernilai maksiat. Allah SWT telah melarang umat-Nya dari segala hal yang berkaitan dengan zina, meski sekadar mendekatinya dan tidak melakukan hal yang diharamkan tersebut.

Dalam Alquran surat Al Isra ayat 32, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” Akan tetapi, bila ditemani oleh salah seorang mahramnya untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan maksiat, maka dibolehkan.

Terkait hal ini, Rasulullah SAW bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya, karena ketiganya adalah setan.”

Artinya, kedekatan untuk saling mengenal satu sama lain itu dianjurkan agar tidak terjadi bias visi misi menikah dan mispersepsi pada saat menikah. Sekuat apapun iman seseorang bila kita terus mencari alasan untuk tidak mengindahkan perbuatan mendekati zina tersebut, maka kita bisa melihatnya hari ini banyak kasus orang yang berzina padahal dirinya terlihat alim, karena mereka tidak mengindahkan salah satu larangan Allah SWT yaitu "Mendekati Zina". Taaruf hukumnya adalah diperbolehkan, selama berada dalam koridor (tata cara) yang sesuai dengan syariat dalam agama Islam.

Latar belakang dari adanya proses taaruf, yaitu untuk memudahkan pihak lelaki dan perempuan terutama yang sudah mampu menikah supaya saling mengetahui atau mengenal adanya kecocokan antara kedua belah pihak melalui media yang di perbolehkan menurut Islam.

“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang seorang perempuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum". Berkata Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata perempuan Anshar ada sesuatu." (HR. an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmizi)

Rasulullah SAW juga menganjurkan kepada para pemuda dan pemudi Islam untuk memilih calon pasangannya dengan berdasarkan kepada minimal mempunyai 1 (satu) dari 4 (empat) perkara yang dianjurkan meliputi, hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya.

“Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung." (HR Bukhari)

Taaruf disini diperbolehkan dan dianjurkan terutama bagi lelaki yang telah memasuki tahapan mampu untuk melangsungkan pernikahan. Bila belum mampu untuk menikah, salah satu cara untuk mengendalikan hawa nafsu adalah dengan cara berpuasa.

Dari Ibnu Mas’ud RA; Rasulullah SAW bersabda, “Wahai para pemuda, barang siapa yang memiliki baa-ah maka menikahlah, karena itu akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”

Maksud dari baa’ah disini menurut Iman Nawawi terdapat dua pendapat para ulama, namun intinya kembali kepada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi, bukan hanya mampu ber-jima’ (bersetubuh) tetapi hendaklah memiliki kemampuan finansial untuk menikah.

Kemampuan finansial disini mungkin setiap orang berbeda tergantung latar belakang dan pola hidup yang akan dijalani sesuai kebutuhannya, jadi kemampuan finansial setiap orang tidak bisa di ukur seberapa baiknya, tapi setiap pasangan perlu untuk membicarakan hal ini sebelum ke jenjang pernikahan agar tidak menimbulkan miskonsepsi yang berujung pada perpisahan.

Dalam tata cara ta’aruf, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam prosesnya supaya menghindari terjadinya dosa dan fitnah. Terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan ketika melakukan taaruf:

1. Mengirimkan seorang wanita yang adil sebagai perwakilan dari pihak lelaki untuk mengetahui wajah dan memberitahukan sifat-sifatnya.

Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada sahabat Al-Mughriba bin Syu’bah ketika meminang seorang perempuan, seyogyanya untuk melakukan perkenalan walaupun dalam waktu yang singkat.

“Lihatlah dia (perempuan itu), sesungguhnya melihat itu lebih pantas (dilakukan) untuk dijadikan lauknya cinta untuk kalian berdua."


2. Seorang lelaki melihat sendiri wanita yang dituju dengan syarat batasan yang tidak tertutup yaitu wajah dan telapak tangan.

Beberapa hal yang dapat diketahui ketika bertemu secara langsung, yakni kecantikannya dan kesuburan badannya dengan melihat wajah dan telapak tangan serta postur tubuhnya.

VISI DALAM MENJALIN SEBUAH HUBUNGAN

Bila hidup di dunia tanpa memiliki visi maka kita akan hidup dalam ke-sia-siaan. Artinya, dalam hidup kita harus memiliki visi. Banyak orang yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya tanpa sebab diakibatkan tidak memiliki visi dan tidak bisa mengambil makna hidup yang sesungguhnya.

Dalam hubungan-pun kita harus memiliki visi. Visi tersebut merupakan hal fundamental yang harus kita jadikan prinsip bersama. Visi setiap hubungan seseorang pasti berbeda satu sama lainnya. Penulis disini mencoba untuk menuliskan visi yang menjadi tolok ukur (hal fundamental) dalam menjalin sebuah keterikatan dengan siapapun.

Dalam Hadits Qudsi, menjelaskan bahwa, Allah SWT Berfirman:

"Aku mencintai orang yang saling mencintai karena-Ku. Aku mencintai orang yang saling berteman karena-Ku. Aku mencintai orang yang saling mengunjungi karena-Ku. Aku mencintai orang yang saling mengeluarkan harta karena-Ku".

Inilah visi dalam menjalin sebuah hubungan dengan siapapun itu. Hubungan, kedekatan, keterikatan dengan siapapun harus dilandasi karena Allah SWT. Memiliki hubungan bukan karena kita kesepian, memiliki hubungan bukan karena memang sudah umurnya, memiliki hubungan bukan untuk pemuas hawa nafsu belaka, tapi hubungan yang baik adalah memiliki hubungan yang di ridhoi oleh-Nya, yaitu hubungan yang ada dikarenakan hubungan karena Allah SWT. Hubungan tersebut bisa didapat bila kita mendapati orang yang se-visi dengan kita terkait ranah keimanan, ketaqwaan dan amal sholeh.

Sama seperti Zulaikha, Zulaikha mencintai Yusuf, tetapi ketika Zulaikha mencintai Yusuf dan mengejarnya terus menerus (karena menuruti hawa nafsunya saja) Allah bukannya mendekatkannya tapi bahkan menjauhinya. Setelah itu Zulaikha mengubah strategi, Zulaikha tidak mengejar Yusuf lagi melainkan yang Zulaikha kejar adalah Allah SWT (mengejar Penciptanya). Ketika Zulaikha mengejar cinta Allah SWT, ternyata secara tak terduga Allah SWT mendekatkan Zulaikha dengan Nabi Yusuf. Inilah bukti bahwa bila kita mencintai seseorang yang kita cintai coba pertanyakan kembali apakah cinta karena orang tersebut saja? Atau jangan-jangan cinta karena menjadi ajang pemuas hawa nafsu belaka? Mari ubah persepsi ini dengan mencintai seseorang karena-Nya, karena mengaggumi Penciptanya, karena menginginkan ridho-Nya, karena ingin menyempurnakan ibadah kepada-Nya. Bukan karena ingin memuaskan hawa nafsu, bukan karena ingin sebagai ajang agar tidak kesepian, bukan karena ingin agar terlihat orang lain laku. Tapi harus karena-Nya.

Kembali kepada konteks judul yang ada. Jadi, apakah benar pacaran itu sama dengan ta'arufan? Pacaran itu bisa saja sama dengan ta'aruf bila memang pacaran dikembalikan kepada kemurnian esensi tradisi jaman dahulu, yaitu diketahui oleh kedua orang tua, tidak berduaan, tujuannya untuk mengenal satu sama lain, dan tujuan akhirnya adalah untuk menikah. Maka, definisi ta'aruf memang bisa disamakan dengan pacaran bila memang esensinya, definisi dan maknanya dikembalikan kepada fitrahnya.

Tapi, definisi pacaran bisa sangat tidak sama dengan ta'aruf, hal tersebut akan menjadi definisi yang salah bila kita melihat kepada konteks hari ini. Definisi tersebut salah karena pacaran bukan lagi dijadikan untuk ajang pernikahan, tetapi pacaran yang dilakukan hari ini adalah pacaran yang dilakukan secara diam-diam (tidak diketahui orang tua), pacaran hanya untuk memuaskan hawa nafsu, pacaran hanya untuk dijadikan agar mengusir rasa sepi, pacaran hanya untuk dijadikan ajang pamer lakunya kita dengan lawan jenis. Inilah definisi pacaran yang salah dan kebablasan saat ini.

Dalam hal ini penulis belum bisa menilai secara penuh bagaimana definisi pernyataan yang disebutkan Habieb Ja'far tentang bagaimana konteks pacaran yang Beliau maksud dalam video youtube tersebut, karena memang ada ranah definisi yang benar bahwa pacaran sama dengan ta'aruf ada pula definisi yang salah bahwa pacaran (versi yang dikenal secara umum saat ini) itu jelas tidak sama dengan ta'aruf. Tetapi dalam videonya, Habib Husein Ja’far juga menjelaskan bahwa pacaran itu bisa disebut ta’aruf asalkan konteksnya, goalsnya untuk pernikahan (bukan hanya sekadar ingin have fun belaka) dan juga tidak berdua-duaan. Maka bila memang definisi pacaran dikembalikan kepada fitrahnya seperti demikian, hal tersebut berarti esensinya sama seperti ta’aruf, walaupun dalam pernyataan Habieb Husein masih kurang mengenai definisi ta'aruf yaitu mengenai definisi ta'aruf dalam konteks secara keseluruhan, dalam ta’aruf kedua orang yang menjalin hubungan harus mengenalkan orang tuanya satu sama lain. 

Maka sebelum menilai, penulis menyarankan para pembaca untuk menonton video youtube tersebut secara keseluruhan (penulis akan menuliskan alamat video tersebut di referensi).

Yang penulis sayangkan dalam fenomena ini adalah masyarakat mudah gampang percaya dengan hanya sekadar melihat potongan video yang di share ke sosial media, jelas ini menimbulkan miskonsepsi yang berujung perpecahan yang disertai rasa saling membenci, dan orang-orang yang menilai Habieb Ja'far salah dalam persepsinya dibarengi pula dengan tuduhan tak bersumber bahwa Beliau adalah seorang penganut golongan yang salah menurut pandangan masyarakat secara umum.

Padahal sejauh yang penulis tahu, Habib Ja'far secara eksplisit belum pernah mengemukakan bahwa Beliau merupakan dari golongan tersebut. Dalam keterangan biodatanya di Wikipedia, Beliau hanya pernah belajar di Pesantren yang mempelajari golongan tersebut.

Dengan hanya pernah belajar disana bukan berarti Beliau adalah golongan tersebut. Sama seperti banyaknya Muslim yang Ber-Sekolah di Sekolah Katholik, apakah otomatis Muslim tersebut karena Ber-Sekolah di Sekolah Katholik lantas menjadi Katholik? Tentu Tidak. Atau yang lebih jenaka lagi, ketika kita hanya baru menonton anime satu atau beberapa kali saja lantas orang langsung men-cap bahwa kita adalah seorang Wibu, padahal belum tentu. Inilah yang disebut dengan Logical Fallacy dimana sebuah argumen tidak dibalas pula dengan argumen tetapi lebih menyerang kepada ranah-ranah di luar konteks argumen tersebut.

Dalam melihat peristiwa ini, yang ingin penulis tekankan adalah kita sebagai manusia sebelum men-judge apapun mari bertabayyun terlebih dahulu. Tabayyun ini di ajarkan pula dalam Islam.

Sama seperti kamu bila sedang makan, makanan yang kamu makan tidak langsung ditelan bukan? Kamu perlu mengunyah nya terlebih dahulu sebelum masuk ke lambung mu agar bisa merasakan rasanya dan tidak membuat lambungmu sakit. Begitu pun dengan informasi yang didapat, pertanyakan lagi, uji lagi informasi tersebut jangan langsung di telan mentah-mentah karena bisa jadi informasi yang kamu anggap baik (yang kamu telan mentah-mentah) akan merusak semua hal yang ada dalam pikiran dan tindakanmu saat ini. Begitupun informasi yang kamu baca pada artikel ini, mari pertanyakan lagi.

Wawlohualam bissowab

 

Referensi:

Taymiyyah, Ibnu. 2006. Panduan Qur'an Merawat dan Mencerdaskan Kalbu (Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi). Jakarta. PT Serambi Ilmu Semesta.

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2017. Ramadhan Bersama Nabi (Panduan Puasa, Shalat Tarawih, Lailatul Qadar, I’tikaf, dan Dzikir Ramadhan). Yogyakarta. Penerbit Rumaysho.

https://www.youtube.com/watch?v=tBWl5bYbH0I&t=1910s

https://tirto.id/apa-itu-taaruf-dan-bagaimana-caranya-dalam-islam-gjSa

https://www.orami.co.id/magazine/proses-taaruf

https://www.kompasiana.com/aditiakhadafi/54f5e0aba33311156f8b4584/asal-muasal-pacaran

https://www.idntimes.com/life/relationship/agus-susanto/inilah-4-fakta-sejarah-tentang-pacaran-yang-jarang-diketahui-c1c2

https://www.halodoc.com/artikel/sebelum-resmi-pacaran-tanyakan-4-hal-ini-pada-pasangan

https://www.ngopibareng.id/read/7-keutamaan-puasa-ramadhan-sungguh-menakjubkan-275600

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun