Mohon tunggu...
Fika Enggar Prayogo
Fika Enggar Prayogo Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S3 Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya dan mengajar di Sekolah Indonesia Jeddah, Arab Saudi

Tertarik dengan tema pendidikan, teknologi pendidikan, manajemen dan pengembagan diri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Konten Kreator : Antara Tren Digital dan Esensi Pendidikan

6 Januari 2025   08:25 Diperbarui: 7 Januari 2025   01:06 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era digital, media sosial telah menjadi panggung baru bagi banyak profesi, termasuk guru. Tidak hanya sebagai pendidik di ruang kelas, guru kini juga hadir sebagai konten kreator di platform seperti Youtube, Facebook, Instagram dan Tiktok. Fenomena ini membawa dampak yang signifikan, baik dalam membangun citra profesi guru maupun dalam mengubah cara masyarakat melihat dunia pendidikan. Namun, seiring dengan pesatnya tren ini, muncul bebagai kritik yang perlu di renungkan.

Dalam konteks ini, penulis mencoba untuk mengaitkan dengan beberapa poin yang dibahas oleh Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya Camera Branding yang dirasa sangat relevan. Buku ini membahas bagaimana citra diri, baik personal maupun profesional dapat dibangun melalui media visual. Prof. Rhenald mengingatkan bahwa autentisitas, narasi yang kuat dan fokus pada tujuan utama adalah kunci keberhasilan dalam memanfaatkan kamera sebagai alat branding. Apalagi kamera di era saat ini sudah melekat pada ponsel kita masing-masing. Namun, apakah nilai-nilai ini telah sepenuhnya diinternalisasi oleh para guru yang membuat konten tersebut?

Kamera Sebagai Alat, Bukan Tujuan

Guru yang hadir dalam dunia konten digital menyajikan konten yang beragam, mulai dari metode pengajaran inovatif, seluk beluk dunia profesi guru, hingga cerita inspiratif di dunia pendidikan. Mereka memanfaatkan kamera sebagai alat untuk menyampaikan pesan kepada audiens yang lebih luas. Hal ini sejalan dengan gagasan Camera Branding bahwa kamera dapat menjadi media komunikasi yang efektif jika digunakan dengan benar.

Namun, tentangan muncul ketika kamera justru menjadi tujuan, bukan alat. Tidak sedikit yang akhirnya terjebak dalam keinginan untuk viral, sehingga konten yang dihasilkan cenderung dangkal dan kehilangan esensi pendidikan. Sebagai pendidik, tugas utama adalah memberikan manfaat edukasi, bukan sekedar mengejar jumlah pengikut atau popuaritas.

Autentisitas : Kunci Membangun Trust

Autensisitas adalah salah satu nilai utama yang mampu menangkap ketulusan seseorang. Prof Rhenald mengistilahkan dengan Cameragenic vs Auragenic. Cameragenic ini menyangkut menariknya sebuah subjek di depan kamera dan kesan yang ditampilkan dari tampilan fisik dan membuatnya tampak menyenangkan ketika dilihat banyak orang. Auragenic lebih pada tampilan unik seseorang yang mampu membuat orang lain merasa nyaman, tenang dan bahangia hanya dengan melihat atau mendengar kata-katanya dengan menampilkan yang asli, jujur dan proporsional. Sayangnya dalam upaya membangun citra, beberapa guru justru kehilangan keaslian mereka. Konten yang dibuat kerap kali terasa dipaksakan atau tidak relevn dengan karakter asli mereka sebagai pendidik.

Guru yang autentik mampu menunjukkan diri mereka apa adanya, baik dalam mengajar maupun dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya berbagi pengalaman nyata di ruang kelas, tantangan yang dihadapi, dan solusi  yang ditemukan. Ketulusan ini tidak hanya membangun kepercayaan diantara audiens tetapi juga menguatkan citra profesi guru di masyarakat.

Storytelling : Lebih dari Sekedar Mengajar

Salah satu kekuatan media sosial adalah kemampuannya untuk menyampaikan cerita. Guru pembuat konten yang berhasil adalah mereka yang mampu menggunakan storytelling untuk menginspirasi dan mendidik. Dalam Camera Branding, storytelling disebut sebagai elemen penting dalam membangun narasi yang kuat.

Namun, storytelling yang baik harus tetap relevan dengan tujuan pendidikan. Guru tidak hanya harus kreatif dalam menyampaikan cerita, tetapi juga memastikan bahwa cerita tersebut memberikan nilai edukatif bagi audiens mereka. Jika tidak, konten hanya akan menjadi hiburan tanpa substansi.

Komersialisasi yang Berlebihan, Pivasi dan Etika

Salah sati kritik utama terhadap guru konten kreator adalah kecenderungan mereka untuk memonetisasi konten secara berlebihan. Bukan berarti tidak boleh melakukan monetisasi konten yang sudah dibuat. Ada kekhawatiran bahwa monetisasi ini dapat mengalihkan fokus dari tujuan utama mereka sebagai pendidik. Sebagai contoh, guru yang terlalu sering mempromosikan produk di media sosial dapat kehilangan kepercayaan dari audiens mereka.

Dalam Camera Branding, Prof. Rhenald mengingatkan bahwa branding yang sukses harus tetap mematuhi norma dan etika. Guru konten kreator perlu menjaga keseimbangan antara monetisasi dan memberikan manfaat nyata pada audiens. Mereka harus memastikan bahwa setiap konten yang dihasilkan tetap relevan dengan nilai-nilai pendidikan.

Kritik lain yang tidak kalah penting adalah masalah privasi dan etika. Beberapa guru konten kreator sering kali melibatkan siswa atau lingkungan sekolah dalam konten mereka tanpa izin yang memadahi. Hal ini tidak hanya melanggar privasi tetapi juga dapat merusak citra profesional mereka sebagai pendidik.

Dalam membangun citra diri perlu menekankan pentingnya mematuhi norma dan etika. Guru harus memahami batasan antara apa yang boleh dan tidak boleh ditampilkan di depan kamera. Mereka harus menjunjung tinggi privasi siswa dan menjaga profesionalisme dalam setiap konten yang dihasilkan. 

Keseimbangan Peran Guru dan Kreator

Fenomena guru konten kreator menunjukkan bahwa profesi guru kini lebih dari sekedar mengajar di ruang kelas. Mereka juga harus menjadi komunikator yang efektif, pemimin opini, dan inspirator. Namun, hal ini tidak boleh mengalihkan perhatian dari peran utama mereka sebagai pendidik.

Guru yang menjadi kreator hendaknya mampu menyeimbangakan peran ini dengan bijaksana. Mereka harus memastikan bahwa konten yang dihasilkan tidak hanya bermanfaat bagi audiens tetapi mendukung tugas utama di ruang  kelas.

Kesimpulan : Edukasi di Era Kamera

Fenomena guru koten kreator adalah peluang besar untuk meningkatkan citra profesi guru dan memberikan dampak positif pada dunia pendidikan. Namun, keberhasilan ini hanya dapat dicapai jika mereka memahami dan menerapkan beberapa nilai-nilai diantaranya : autentisitas, relevansi dan tujuan yang jelas.

Kamera adalah alat, bukan tujuan. Dengan memahami hal ini guru dapat memanfaatkan media sosial untuk memperkuat peran mereka sebagai pendidik, menginspirasi, menyampaikan aspirasi, dan membangun masa depan pendidikan yang lebih baik. Guru merupakan profesi yang nyata, bukan menjadi bintang dunia maya.

Referensi :


Barrett, T. (2018). Why social media matters: School leadership and the changing face of education. London: Routledge.

Hobbs, R. (2017). Create to learn: Introduction to digital literacy. Hoboken, NJ: Wiley.

Kasali, R. (2020). Camera Branding. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Panduan pemanfaatan media digital untuk guru. Jakarta: Kemendikbudristek.

Sheninger, E. (2019). Digital leadership: Changing paradigms for changing times (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Corwin.

Tobin, T. J. (2020). Reach everyone, teach everyone: Universal design for learning in higher education. Morgantown, WV: West Virginia University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun