Aku Nara. Perempuan cupu yang mungkin tidak banyak orang lain tahu namaku. Gadis yang seringkali disebut introvert oleh teman sekelasnya, mereka tidak sepenuhnya salah. Aku memang terbilang sangat anti untuk bicara terlalu banyak dihadapan orang. Kenapa begitu? Semua kisahku berawal dari 6 tahun lalu saat aku masih duduk dibangku sekolah kelas 3 menengah atas. Untuk seusia remaja sepertiku, aku juga diam-diam tertarik pada salah satu lelaki disekolahku. Dan semua berawal sejak hari itu...
Menurut artikel yang pernah kubaca, jatuh cinta itu cuma butuh 1 detik loh. Saat pertama kali kita melihat seseorang dan jantung langsung berdebar gak karuan, itu bisa disebut jatuh cinta. Terus apa hubungannya sama aku? Aku percaya sama teori yang entah darimana ini, yang jelas teori ini sangat relate dengan kisahku. Jadi gini nih, sebagai siswa kelas 3 SMA pasti sering ngalamin yang namanya stress, belum lagi orang pendiam sepertiku susah buat sekedar cerita sama orang lain. Akhirnya di pendem.
Saat itu waktu menunjukan pukul 17.00 WIB, aku baru aja pulang dari sekolahku yang terletak di pusat bandung kota. Seperti biasa aku selalu pulang sendirian, kebetulan rumahku ada di perumahan seberang sekolahku. Memang lagi ga beruntung aja, dijalan malah turun hujan. Alhasil aku langsung lari karena takut eburu basah kuyup, walaupun akhirnya ya tetep basah. Hehe.. hujan udah semakin deras jadi aku memilih untuk diam dulu di halte bus. Dari jauh aku ngeliat lelaki yang tampaknya gak asing untukku, dia berlari ke arah halte tempatku berada. Ok aku tak peduli dan lanjut mendengarkan musik dari earphone yang masih terselamatkan karena gak kena air hujan hehe.
Saking asiknya mendengarkan musik, aku baru sadar kalo hujannya udah reda dan ini udah jam 6 sore. APA? JAM 6 SORE? Mampus nanti aku kena marah ayah. Bergegas aku segera pergi dari tempat itu, karena terlalu terburu-buru akhirnya- BRUK... aku tersandung suatu benda didepanku. "Gila apa ya, ini apaan sih!" aku berani teriak karena kondisi jalanan sepi. Ternyata benda itu adalah payung. Entah milik siapa, karena aku buru-buru akhirnya aku bawa pulang supaya besok bisa aku kembalikan.
Keesokan harinya aku menjani rutinitas seperti biasanya, tidur saat jam pelajaran, menggambar, melukis, memandangi lelaki yang selama ini aku suka secara diam-diam. Dia lagi latihan musik di ruang seni, kebetulan aku juga sedang melukis disana. Aku dan lelaki itu mengikuti ekstrakulikuler yang sama hanya beda cabang. Aku seni lukis dan dia seni musik. Melukis atau menggambar sesuatu mungkin adalah satu-satunya kegiatan disekolah yang aku sukai selain tidur dikelas. Selain itu, aku juga bisa memandangi lelaki itu sepuasnya.
Oh yaampun, kalian belum tahu nama lelaki itu ya? Jadi lelaki yang aku sukai itu bernama Aksa. Hari ini dia memakai jaket berwarna hijau army, sama seperti lelaki yang terakhir aku lihat di halte kemarin. Oh tunggu, benar juga kok bisa sama. Apa jangan-jangan lelaki yang kemarin ada disampingku itu adalah Aksa tapi aku gak sadar? ok Nara, berhenti melukis dan mulai berpikir. Cara memastikannya hanya satu, jawabannya ada dipayung itu.
Dengan penuh tekad dan keberanian, Nara harus lakukan ini untuk memastikan. Aku mulai mendekatinya, belum sampai tapi kakiku udah gemetaran, keluar keringet dingin. Sampai aku ada tepat didepannya dengan membawa payung itu. Aksa menatapku kebingungan, "ada perlu apa Nara?" apa barusan ia menyebut namaku? Astaga astaga jantungku semakin berdegup kencang. "eh gak apa-apa, Cuma mau nanya ini payung kamu bukan? Aku nemu di Halte kemarin". Kulihat jarinya kembali memainkan alunan gitar, "iya itu payungku, aku kira kamu gak sadar aku ada disana. Kemarin pulangnya kehujanan?" mendengar perkataannya membuat aku salah tingkah.
Mungkin jika ada yang melihat reaksiku saat itu, semua orang tahu bahwa aku sangat amat kikuk. "oh iya aku gatau kamu ada disana, terus ini payungnya kenapa bisa ketinggalan?" aku sendiri gak percaya kenapa seberani itu untuk bertanya lagi. Sambil tetap memainkan gitar "sengaja, soalnya hujan. Mau bilang tapi kamunya enjoy denger musik. Yaudah aku tinggal aja buat kamu". Aku sudah gila, aku bisa ngobrol sebanyak ini dengan oranglain dan itu Aksa. Sore itu kita bicara cukup banyak hal tentang hobby masing-masing kita. Sampai kita bertukar nomor HP. Hari ini adalah kegilaan yang paling menyenangkan.
Semakin hari, kita semakin dekat. Dari yang terlihat seperti teman biasa, lalu seperti sahabat, hingga seperti sepasang kekasih. Kurang lebih ini bulan ke 7 sejak aku mengembalikan payung Aksa. Hingga hari kelulusan kami pun tiba. Seperti biasanya acara kelulusan siswa selalu dirayakan setiap tahunnya dan tahun kelulusanku bisa terbilang yang paling mewah sekota Bandung. Maklum, karena sekolahku adalah sekolah favorite disini. Ditengah pesta, aku dan Aksa memilih menikmatinya dengan duduk-duduk saja sambil menikmati live music kesukaan kami.
Saat aku sedikit melamun, tiba-tiba Aksa memegang tanganku. Tapi raut wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya, dan ini mungkin bukan berita baik. "Nara, ada yang mau aku omongin. Aku berusaha jelasin ke kamu di hari-hari sebelumnya tapi selalu gak sempat. 1 bulan lalu aku ikut test untuk masuk ke universitas di Yogyakarta, sejak lama aku bercita-cita ingin lanjut kuliah disana ra.
Aku ingin jadi seorang pemusik. Dan 4 hari lalu, aku mendapat kabar bahwa aku keterima di unversitas itu ra". Aku hanya diam mematung, disatu sisi aku sangat senang dan bangga karena Aksa bisa menggapai cita-citanya, tapi aku gak siap kehilangan sosok Aksa dalam hari-hariku. Aksa adalah sahabatku satu-satunya yang dengan ikhlas menerima segala kekuranganku. Satu-satunya.