Mohon tunggu...
Fika Aprilia
Fika Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi FIS UNJ

Seorang mahasiswa aktif Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekuatan dan Dinamika Kekerasan Perempuan dalam Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak Ditinjau Melalui Perspektif Karl Marx

11 Juni 2024   00:56 Diperbarui: 11 Juni 2024   01:03 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Eksistensi film di kalangan masyarakat berbeda dibandingkan media audio visual lainnya dilihat dari fungsi film itu sendiri. Fungsi film era kini sangat kompleks dimana film tidak hanya sebagai media hiburan, tetapi juga merupakan media seni yang berfungsi sebagai cara untuk mengungkapkan kreativitas dan melukiskan realitas kehidupan manusia. Tentunya dalam pembentukan makna ini, para sineas memiliki tujuan tertentu untuk disampaikan kepada khalayak masyarakat. Film saat ini bukan hanya sarana media populer untuk menampilkan "citra bergerak"; terkadang, mereka juga bertanggung jawab moral, mengajarkan orang, menyebarkan informasi, dan mengandung elemen hiburan yang menimbulkan semangat, inovasi, kreasi, kapitalisme, hak asasi, dan gaya hidup (Cangara, 2010). 

Film sebagai salah satu produk budaya kerap kali ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Karakteristik perempuan pada film sering digambarkan sebagai sosok yang lemah, tidak berani, tertindas, dan mereka juga sering digambarkan sebagai korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena perempuan masih dianggap sebagai subjek dengan nilai jual yang tinggi, ketidakadilan terhadap kaum perempuan tersebut sering ditampilkan dalam film. Tema kekerasan terhadap perempuan dalam film menarik karena film sebagai media komunikasi dapat menggambarkan situasi di mana adanya kemiripan antara apa yang terjadi di masyarakat dan apa yang digambarkan dalam film. Salah satu hasil dari ketidakadilan peran dalam relasi gender antara perempuan dan laki-laki adalah kekerasan terhadap kaum perempuan. Ditinjau dari perspektif patriarki, masyarakat memandang posisi perempuan berada di bawah laki-laki dan hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab adanya ketidakseimbangan antara laki-laki dan perempuan.

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak merupakan salah satu contoh film Indonesia yang membahas kekerasan terhadap perempuan. Film garapan sutradara Mouly Surya ini berfokus pada masalah ketimpangan relasi gender dalam masyarakat. Film ini menjadi perwakilan Indonesia di Festival Film Cannes dan mendapat apresiasi yang sangat baik dari para kritikus internasional. Film ini resmi dirilis di Indonesia pada 16 November 2017 lalu. Film ini mengangkat masalah gender di masyarakat Indonesia dan menceritakan kisah nyata tentang kekerasan terhadap perempuan yang sering terjadi di masyarakat. Di dalamnya juga mengandung kritikan tajam terhadap budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia, terutama di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Film berdurasi 90 (sembilan puluh) menit ini menggambarkan semua realitas tentang kekerasan terhadap perempuan. Film ini menceritakan tentang tokoh utama bernama Marlina (diperankan oleh Marsha Timothy) yang mencoba mencari keadilan setelah dirinya mengalami kekerasan seksual, tetapi tidak dilayani dengan baik oleh polisi setempat. Film Marlina ini terbagi cerita dalam empat babak yakni perampokan, perjalanan, pengakuan, dan kelahiran. Masing-masing menggambarkan perjalanan Marlina dalam mencari keadilan bagi dirinya sendiri, memperkenalkannya dengan karakter baru yang memiliki nasib yang sama dengannya, dan seiring berjalannya waktu muncul konflik demi konflik hingga akhirnya menggambarkan kekerasan dan diskriminasi gender yang biasa dialami perempuan.

Ditinjau dari perspektif Karl Marx, film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak dapat dilihat sebagai representasi bagaimana kebudayaan berperan dalam melanggengkan kekuasaan kelas. Dalam konteks film ini, kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan dapat dilihat sebagai bentuk penindasan yang dilakukan oleh laki-laki sebagai kelas penguasa, terhadap perempuan sebagai kelas bawah. Menurut Marx, kebudayaan bersifat politis dan ia menggambarkan relasi sosial kekuasaan kelas dengan menaturalisasi tatanan sosial sebagai suatu "fakta" yang pasti, sehingga mengaburkan hubungan eksploitasi yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu, kebudayaan selalu bersifat ideologis. Yang dimaksud dengan ideologi adalah makna yang meskipun mengklaim dirinya sebagai kebenaran universal, mengaburkan dan mempertahankan kekuasaan dalam ruang dan waktu tertentu. Kebudayaan menurut Marx akan menciptakan kekuasaan kelas, dimana kelas yang berkuasa memiliki kekuasaan pada kehidupan sosial dengan cara mendominasi tatanan-tatanan sosial yang ada dan membentuk aturan-aturan tertentu. Marx menggambarkan adanya hegemoni ideologis dan berpendapat bahwa kelas dominan merupakan masyarakat kapitalis atau kelas borjouis dan memiliki kendali atas produksi dan distribusi ideologi. (Barker, 2004). 

Dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif Karl Marx, kebudayaan berperan dalam melanggengkan kekuasaan kelas. Kekerasan yang terjadi pada perempuan menunjukkan adanya kekuasaan kelas dimana laki-laki dapat melanggengkan kekuasaannya dengan menindas perempuan yang dianggap sebagai kaum lemah. Kekerasan terhadap perempuan yang digambarkan dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak merupakan cerminan dari adanya hegemoni ideologis dan dominasi kelas laki-laki atas perempuan dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA 

Barker, C. (2004). Cultural Studies: Teori dan Praktik. Bantul: Kreasi Wacana.

Cangara, H. (2010). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Pohan, S., & Sembiring, E. S. (2022). Analisis Representasi Perlawanan Perempuan Pada Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak. KOMUNIKOLOGI: Jurnal Pengembangan Ilmu Komunikasi dan Sosial, 6(2), 133-155. https://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/KOMUNIKOLOGI/article/view/11561/6329 

Surahman, S., Corneta, I., & Senaharjanta, I. L. (2020). FEMALE VIOLENCE PADA FILM MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK (Analisis Semiotika Roland Barthes). Jurnal SEMIOTIKA, 14(1), 55-76. https://journal.ubm.ac.id/index.php/semiotika/article/view/2198/1779 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun