1. Pada tahun 1971. Kemerosotan ekonomi yang meresahkan masyarakat menjadi latar belakangnya. Pemerintahan Suleyman Demirel diperkirakan telah gagal memenuhi keinginan publik untuk menurunkan harga makanan, menurunkan inflasi, dan menciptakan lapangan kerja. Dengan dalih mengembalikan ketertiban masyarakat, militer melakukan kudeta. Fethullah Gulen ditahan dalam kudeta ini pada 3 Mei 1971, oleh pemerintah Turki setelah diberi ultimatum pada 12 Maret atas tuduhan merencanakan makar dengan mengubah fondasi sosial-politik Turki, mengambil keuntungan dari penyerahan rakyat Turki kepada Islam, dan mengorganisir gerakan bawah tanah untuk melakukan niat jahat terhadap pemerintah. Gulen dinyatakan tidak bersalah pada 9 November dan dikembalikan ke posisinya sebagai imam.
2. Pada tahun 2016, Militer di Turki secara resmi mengumumkan kudeta dan mengklaim telah "mengambil alih negara". Mereka juga menutup bandara utama Istanbul serta Jembatan Bosphorus, yang membentang dari benua Eropa dan Asia. Kudeta diduga dilakukan oleh faksi militer yang gagal menggulingkan Presiden Recep Erdogan. Recep Tayyip Erdogan, presiden Turki, segera mengklaim bahwa Fethullah Gulen, mantan pendukung terdekatnya, berada di balik kudeta ini.
Muhammadiyah telah lama disebut sebagai gerakan modernis karena kecenderungannya pada rasionalisme agama; namun, dari sudut pandang ini, ideologi politiknya adalah konservatif yang dibuktikan dengan fakta bahwa sikap politik fundamentalnya mengutamakan moderasi, kerja sama, dan non-oposisi dan dapat diakomodasi dalam negara nasional.Â
Ideologi Muhammadiyah digambarkan sebagai "reformis-modernis" dan "Islam progresif". Ideologi keagamaan Muhammadiyah adalah ideologi reformis-modernis (pembaharuan) yang menunjukkan corak Islam yang berkemajuan. Menggabungkan penyucian (purification) dan pengembangan (dynamization), dan moderat atau sebagai penengah (wasathiyyah) dalam meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam. Akibatnya, Islam selalu aktual dan berkembang menjadi agama peradaban (din al-hadharah) sepanjang zaman.
Berbeda dengan NU yang terkesan memegang nilai-nilai tradisional, Muhammadiyah rentan mengikuti perkembangan zaman, mereka senantiasa berusaha untuk menyandingi modernitas agar Islam tetap terbaharui sesuai dengan kebutuhan. Muhammadiyah identik dengan perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia.
Muhammadiyah juga memiliki alasan kuat dan nyata untuk mencabut kemiskinan dan kebodohan seperti Gulen, yakni menurunkan pendidikan kepada mereka yang membutuhkan. Demi meratanya nilai Islam dan dampak moral yang didapatkan oleh mereka yang direkrut Muhammadiyah.Â
Berbeda dengan Gulen yang pernah ikut campur terhadap negara, Muhammadiyah tidak seperti itu. Muhammadiyah lebih berfokus untuk memajukan masyarakat-masyarakat yang bergandengan tangan dengannya. Baginya negara adalah negara, dan Muhammadiyah adalah untuk Muhammadiyah. Tidak seperti NU yang lirik kanan kiri untuk menyicipi kekuasaan, Muhammadiyah lebih rentan konservatif.Â
Pendukung Gulen di Indonesia paling dekat hubungannya dengan Muhammadiyah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Ini karena gerakan Hizmet dan Muhammadiyah memiliki kesamaan fokus dalam penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, yang selama ini mendefinisikan Muhammadiyah.
Banyak pimpinan Muhammadiyah mendukung dan terkait dengan gerakan Hizmet. Ahmad Syafii Maarif menggambarkan Gulen sebagai sosok yang mahir menyebarkan dakwah Islam dan kemanusiaan.Â