"Bubarkan saja. Geruduk ramai-ramai."Â
"Dibacakan doa di rumah saja, lalu dibagikan ke tetangga agar tidak berkumpul banyak orang."
"Tidak boleh! Lebih baik diantarkan saja satu-satu ke rumah tetangga."
"Di tempatku, acara hajatan nikah dibubarkan oleh aparat. Alhamdulillah masyarakatnya nurut."
"Di kampungku malah masih banyak  masyarakat yang mengadakan pesta pernikahan."
"Di tempatku, kenduri hanya dibatasi enam orang."
Beberapa kalimat di atas adalah komentar teman Facebook dari berbagai daerah ketika judul artikel ini saya jadikan status, Senin (23/3) malam kemarin. Dari puluhan komentar, saya sengaja mengutip enam komentar saja yang bisa dipilah menjadi dua, masing-masing tiga komentar yang isinya senada.
Dari tiga komentar yang pertama, setidaknya kita jadi tahu respons masyarakat atas anjuran pemerintah agar menjaga jarak sosial -- yang sekarang istilahnya sudah diganti jadi menjaga jarak fisik, untuk memutus rantai penularan virus corona yang tengah menyerang negeri kita.
Sementara dari tiga komentar yang kedua, kita jadi tahu bahwa faktanya, masyarakat di berbagai daerah masih banyak yang mengadakan kenduri meski bumi pertiwi tengah dilanda pandemi.
Jumlah pasien positif corona di indonesia terus meningkat. Bahkan, dari hari ke hari angka kematian akibat virus ini terus bertambah. Pemerintah terlihat begitu serius menanganinya. Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya memutus rantai penularan virus  ini, yaitu memilihkan istilah yang tepat untuk masyarakat dengan mengubah frasa Sosial Distancing menjadi Physical Distancing.
Kenduri, apalagi kenduri kawin (resepsi pernikahan) merupakan sebuah acara yang melibatkan orang banyak. Tak hanya warga satu kampung, sanak famili yang tinggal di luar daerah atau luar kota, bahkan luar provinsi biasanya akan datang untuk menghadiri hajatan pernikahan itu.
Acara kenduri yang seperti ini tentu sangat berisiko. Walaupun di kampung tempat hajatan itu belum ada kasus corona, bisa jadi setelah hajatan usai, orang satu kampung akan terinfeksi sebab ada orang dari luar yang "membawanya." Seperti kasus positif corona di Blitar yang ternyata virus bawaan dari Bogor.
Menggelar kenduri yang melibatkan warga beberapa desa dan berbagai daerah lainnya sama artinya dengan menyambung rantai penularan virus corona. Padahal, sebagaimana anjuran pemerintah, kita harus memutuskannya - memutus rantai penularan virus corona.
Oleh karena itu, sebagaimana komentar teman facebook di atas, menjadi wajar dan benar (baca= saya setuju) apabila aparat bertindak ketika ada warga  mengadakan kenduri/hajatan yang melibatkan orang dari berbagai daerah.
Dalam hal ini, melalui Maklumat Kapolri, pihak kepolisian pun sudah menyiapkan ancaman hukuman satu tahun penjara bagi warga yang nekat menggelar resepsi pernikahan saat wabah corona (masih) melanda.