Keputusan DPP PDIP memecat Harun Masiku dari keanggotaan partai seolah telah memberi pesan kepada publik bahwa kasus ini hanya akan berkutat antara Harun sebagai eks-caleg PDIP dan Wahyu sebagai eks-Komisioner KPU. Tidak akan menyeret tokoh penting PDIP lainnya. Hampir pasti, Harun akan "dikorbankan".
Omong kosong para vokalis PDIP yang menyebut Harun Masiku (kemungkinan) menjadi korban pemerasan hanyalah upaya penggiringan opini, juga menggiring KPK agar 'hanya' berkonsentrasi terhadap empat tersangka sebagai pemberi dan penerima suap atas nama pribadi-pribadi.
Ketika gagal melakukan penggeledahan ruangan DPP PDIP, KPK sudah pasti akan gagal pula menemukan korelasi Hasto dengan tersangka lainnya.
Menurut hemat saya, langkah PDIP membentuk tim hukum, yang di dalamnya ada petugas partai bernama Yasonna Laoly (yang lupa bahwa dirinya adalah seorang Menteri) bukan dalam rangka menegakkan keadilan atas proses hukum yang dilakukan KPK terhadap kader PDIP, Harun Masiku.
Sudah jelas, agenda besar PDIP hingga Yasonna turun tangan membentuk tim hukum untuk 'menyerang balik' KPK adalah untuk mengamankan Hasto.
Meski menjadi tersangka dan mungkin saja (jika tertangkap) akan menjadi terdakwa, seorang Harun Masiku tidak akan mempengaruhi elektabilitas PDIP untuk ke depannya. Di mata publik, Harun Masiku tidak dikenal dan tidak terkenal.
Lain halnya dengan Hasto Kristiyanto. Sebagai orang kepercayaan Megawati yang menduduki posisi Sekjend selama dua periode secara berturut-turut, nama Hasto tentu akan berpengaruh terhadap kredibilitas dan nama baik PDIP yang tentunya juga akan berpengaruh pula terhadap elektabilitas partai.
Oleh karena itu, kepanikan PDIP dalam menyikapi kasus ini menjadi bisa terbaca bahwa sesungguhnya,  langkah PDIP membentuk tim hukum tidaklah hanya sekadar membela diri karena ada eks caleg-nya yang terlibat, tetapi ada hal yang jauh lebih penting yaitu  agar Hasto tidak 'tersentuh'.
Keberadaan Dewan Pengawas KPK yang mempunyai kewenangan  memberi izin (harus dimintai izin) untuk penggeledahan setelah OTT sebagaimana diamanatkan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK memang memberi jeda masa yang memungkinkan terduga pelaku tindak pidana korupsi (suap-menyuap)  menghilangkan barang bukti.
Dengan bahasa lain, lamanya proses penggeledahan akan sangat memungkinkan pihak-pihak terkait  untuk mengatur sedemikian rupa agar orang-orang tertentu bisa 'diamankan' karena pengembangan kasus akhirnya menemui jalan buntu.
Pun demikian dengan kasus proses PAW DPR RI Â yang salah satu tersangkanya eks caleg PDIP Harun Masiku ini. Kalau pun toh empat orang yang di-tersangka-kan KPK pada akhirnya masuk penjara, Â Hasto sepertinya akan 'aman-aman saja'.