Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hasto dalam Pusaran "Drama Komedi" Pemberantasan Korupsi

23 Januari 2020   01:45 Diperbarui: 23 Januari 2020   16:51 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika beberapa hari yang lalu KPK menangkap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan bersama 8 orang lainnya dalam serangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta, Depok, dan Banyumas, saya sempat berpikir bahwa meski UU KPK telah direvisi, lembaga antirasuah tersebut ternyata masih "garang".

Terlebih lagi penangkapan Komisioner KPU oleh KPK ini terkait dugaan suap yang melibatkan tokoh PDIP sebagai partai politik penguasa. Tentunya (mestinya), dalam rentetan penyelidikan selanjutnya akan (mestinya) menyeret tokoh penting partai moncong putih tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, nama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto memang ramai menjadi pemberitaan media. Hasto diduga sebagai pihak yang ikut terlibat (bahkan menjadi aktor penting) dalam kasus ini.

Namun, ketika rencana penggeledahan ruangan Hasto di kantor DPP PDIP pada Kamis, 9 Januari 2020 itu gagal, perkiraan saya bahwa KPK masih berani 'menyentuh' tokoh parpol penguasa, ambyar seketika.

Dari kegagalan KPK menggeledah ruangan Hasto inilah, lelucon pemberantasan korupsi dengan dasar UU KPK hasil revisi tampak begitu kentara. Dalam hal ini, keberadaan Dewan Pengawas-lah yang memegang peranan penting untuk 'bermain', bahkan akan menentukan hasil penyelidikan (dan penyidikan).

Sungguh teramat lucu dan menggelikan (baca: memuakkan) ketika setelah melakukan OTT, KPK masih harus menunggu surat izin Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan. Tapi apa mau dikata, begitulah memang aturannya.

Langkah KPK menetapkan 4 orang, termasuk Wahyu Setiawan dan eks-caleg PDIP Harun Masiku menjadi tersangka memang tergolong sigap dan cepat. Akan tetapi, kegagalan KPK menggeledah ruangan Hasto sebagai lanjutan dari OTT untuk pengembangan penyelidikan merupakan lelucon konyol yang mudah diterka ending-nya.

Hasto merupakan salah satu "orang kuat" di PDIP. Sudah tentu, partai pimpinan Megawati tersebut akan berusaha secara maksimal agar nama Hasto tetap "bersih".

Dalam kasus ini, publik hanya dikejutkan di awal, ketika media ramai-ramai memberitakan OTT KPK menangkap Komisioner KPU atas dugaan suap proses PAW anggota DPR RI dari PDIP. Namun selanjutnya, publik terus disuguhi lelucon dan bukti-bukti "keampuhan" UU KPK hasil revisi.

Diawali Hasto dengan jurus "puyer kupu-kupu", PDIP terus membuat manuver untuk membela diri, bahkan malah membentuk tim hukum untuk menyerang balik KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun