Akan tetapi, RA Kartini pasti bangga melihat jutaan kaum hawa mampu menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka, meski terpaksa meninggalkan keluarga di kampung halaman.
RA Kartini pasti bangga melihat kaumnya yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di negeri orang sanggup dan mampu membagi waktu melanjutkan pendidikan.
Kuliah, belajar secara online tentang kepenulisan hingga mampu menerbitkan buku serta aktif di pelbagai organisasi untuk mengadvokasi saudaranya yang tertimpa masalah.
Memaknai hari Kartini tidak cukup dengan acara seremonial, sehingga berkesan hanya sekedar acara bersanggul dan berkebaya.
Perjuangan RA Kartini harus dimaknai secara konkrit dan aplikatif untuk kemajuan bangsa.
Tak bisa dipungkiri, buruh migran yang didominasi kaum perempuan mempunyai andil yang cukup besar terhadap pemasukan devisa negara dalam setiap tahunnya.
[caption caption="BMI di HK asal Banyuwagi, salah satu Kartini masa kini"]
Â
RA Kartini berjuang dengan cara mendirikan sekolah karena ingin menjadikan kaum perempuan lebih terdidik.
Ironisnya, hingga detik ini masih banyak kaum perempuan yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal yang cukup meski otak mereka sebenarnya mampu menjadi seorang sarjana.
Tak hanya itu, di sebagian daerah, hak untuk terus belajar telah terampas ketika anak perempuan yang telah memasuki masa haid harus dipaksa menikah pada usia dini.