Apa yang kita pikirkan saat mendengar kata seks? Vulgar, porno, hal yang menyangkut orang dewasa, dan berbagai asumsi lainnya. Memang,  Tanpa kita sadari, seks masih menjadi suatu hal yang tabu untuk diperbincangkan hingga saat ini, terlebih  bagi anak-anak dan remaja. Seks memang diidentikkan dengan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan, padahal hakikat sebenarnya seks merupakan perbedaan biologis perempuan dan laki-laki, atau sering disebut jenis kelamin.
Ketika anak kita bertanya mengenai seksualitasnya, kebanyakan orang tua dengan cepat akan mengalihkannya dan mengatakan bahwa suatu saat sang anak akan mengetahui dengan sendirinya. Sikap seperti inilah yang harus dihindari, karena anak-anak dan remaja berada pada fase di mana mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang banyak hal.Â
Bila orang tua tidak bisa mengarahkan anak pada informasi yang diinginkannya, anak  cenderung akan mencari informasi dari orang lain dan teman-temannya, terlebih lagi di era modern ini, media elektronik mudah diakses untuk mendapatkan berbagai informasi. Informasi yang anak dapat dari berbagai sumber tersebut belum tentu merupakan informasi yang baik.
Informasi yang tidak sesuai untuk anak mengenai seks tersebut dapat berdampak pada munculnya kasus-kasus penyimpangan seks, salah satu contohnya di Yogyakarta. Menurut data yang diperoleh pada tahun 2016 terdapat hingga 686 kasus Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di kalangan remaja Yogyakarta. Kondisi tersebut mengundang keprihatinan bagi Youth Forum dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY. Oleh karena itu, perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY dan Youth Forum mendesak perlunya pendidikan seks masuk sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah.
Selain itu, dalam sebuah Workshop workshop penguatan kesadaran terhadap kekerasan seksual bertajuk Workshop On Stands Againts Sexual Violence: Rise! Disrupt! Connect!, Mieke Karolus, mengungkapkan bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang belum menikah tertinggi terdapat di kota Yogyakarta dengan 243 korban.
Sebenarnya, penyelenggaraan pendidikan seks di Yogyakarta telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No 109 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi Remaja.Â
Namun sejauh ini, baru Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang menerapkan kebijakan ini. Oleh karenanya, Youth Forum dan PKBI DIY mendesak pemerintah, khususnya di DIY agar memberikan Comprehensive Sexual Education (CSE) atau pendidikan seks yang komprehensif bagi remaja, baik melalui mata pelajaran di sekolah maupun konseling kesehatan reproduksi di pusat-pusat layanan kesehatan.
Hal ini karena sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli dan menempatkan bahwa pendidikan seks adalah sesuatu yang penting. Padahal, pendidikan seks wajib diberikan orangtua kepada anak sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak masuk play group(usia 3-4 tahun), karena pada usia ini anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan dengan pengenalan organ tubuh internal.
Menurut Dra. Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay), pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat. Â
Beberapa contoh pembelajaran dalam pendidikan seks pada anak misalnya mengenalkan bagian-bagian dari tubuh, bagian apa saja yang boleh dilihat atau diraba dan bagian-bagian mana saja yang tidak boleh dilihat dan diraba oleh orang lain. Anak-anak perlu tahu bagian penting dari tubuhnya untuk mengajarkan kewaspadaan.Â
Selain itu anak harus diajarkan untuk menjaga kebersihan bagian-bagian tubuhnya tersebut. Selanjutnya, saat menginjak masa remaja, anak dapat diperkenalkan lebih lanjut mengenai alat reproduksi di mana pada masa remaja terjadi perubahan pada fisik maupun psikis pada anak, kemudian diajarkan pula cara menjaga kesehatan alat reproduksi, dan penyakit-penyakit pada alat reproduksi.Â
Pada masa remaja ini, anak dapat diajak berdiskusi mengenai aturan dan dampak yang akan diperoleh jika anak melakukan penyimpangan-penyimpangan seksual baik berdasarkan agama, norma, hukum dan adat istiadat.
Penerapan pendidikan seks ini memang bukanlah suatu hal yang mudah, baik di rumah oleh orang tua, maupun di sekolah. Perlunya pengetahuan dari orang tua serta guru serta penyesuaian materi yang tepat untuk disampaikan sesuai dengan perkembangan anak.Â
Namun, jika pelaksanaannya dilakukan dengan tepat, pendidikan seks untuk anak dan remaja ini akan memperluas pemahaman dan menjadi dasar mereka untuk mengambil keputusan seputar seksualitas di masa yang akan datang agar anak tidak salah melangkah dalam hidupnya. Selain itu, anak yang tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang seks, akan menjadi sasaran bagi pelaku kejahatan seksual kini marak. Oleh karena itu, pendidikan seks ini memang penting dilakukan sebagai salah satu tameng untuk melindungi anak dan remaja.
Fitri Suryani
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H