"Eh, Kak Vicky, aku gak mau kucing aku tertular virus kampung ya... Aku mau masukin mobil ajah." (menit 38:22)
Â
Oh Tuhan... Apa salah kucing-kucing itu? Kenapa mereka direndahkan seperti itu? Apakah karena mereka 'tidak mahal' seperti kucing ras?
Â
Beragam pertanyaan itu muncul dalam benak saya sesaat setelah menonton tayangan tersebut. Namun saya masih bersyukur, karena tidak semua host ikut 'membully' kucing domestik, atau yang sering kita sebut 'kucing kampung'.
Â
Meski demikian, menurut saya, kebiasaan melontarkan ejekan seperti ini patutnya mulai dikurangi. Memang, yang jadi objek dalam tayangan ini bukan manusia, melainkan 'hanya' empat ekor kucing. Namun, bukankah kucing juga makhluk ciptaan Tuhan yang harus kita sayangi seperti hewan dan tumbuhan lainnya, tanpa ada diskriminasi 'harga' mahal atau murah?
Â
Saya khawatir, bila kebiasaan mengejek seseorang atau sesuatu yang menurut kita levelnya lebih rendah (berdasar standar yang kita miliki) seperti ini dibiarkan terus menerus, kelak akan akan berkembang menjadi pola pikir. Berbahaya bagi masa depan negeri ini.
Â
Tayangan televisi, yang hingga kini masih menjadi pilihan utama untuk hiburan bagi sebagian masyarakat, saya harap dapat ikut berpartisipasi dalam upaya pencegahannya. Caranya? mungkin bisa dimulai dari mengurangi intensitas tayangan yang mengusung tema ejek-mengejek, yang berlaku untuk hal apapun. Mungkin bisa dimulai dengan memberikan 'sanksi' kepada talent yang sengaja atau tidak sengaja menggunakan 'jurus' ini untuk mengundang tawa (meski sebenarnya tidak lucu). Sanksinya ditentukan oleh kreativitas dari tim kreatif acara tersebut.