Menurut Khadijjah (2016), egosentrisme merupakan ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif sendiri dengan orang lain. Pada anak-anak, mereka belum memiliki kemampuan dalam memilah dan membedakan antara kemauannya dan kemauan orang lain. Mereka merasa bahwa kemauannya adalah haknya, sehingga ia tidak perlu memikirkan apa yang menjadi kemauan orang lain. Mereka melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri, sehingga tidak memahami bahwa ada nilai-nilai saling menghargai dan menghormati yang harus dijaga.
Oleh karena itu, Nissa dan Masturah (2019) mengungkapkan bahwa sangat penting bagi anak-anak memeroleh bekal pengetahuan dan pengalaman agar mereka bisa lebih bijaksana dalam mengelola egosentrisnya sendiri. Kemampuan mengelola egosentris tersebut dapat dilihat ketika mereka berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya, seperti orangtua, masyarakat, teman, keluarga, dll.
Ini artinya, sikap dan perilaku anak yang egois dalam menerima kedatangan tamu adalah sesuatu yang harus disikapi dengan tegas. Sangat penting untuk mengajarkan adab menerima tamu sejak dini, agar kelak mereka memiliki attitude yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya.
Kita tidak bisa membiarkan atau menganggap sikap dan perilaku tidak sopan anak sebagai hal biasa, karena jika tidak segera disikapi, maka bukan tidak mungkin anak akan tumbuh menjadi pribadi yang egois, apatis dan tidak mampu bersosialisasi dengan baik.
Lantas, sikap apa yang harus dilakukan orangtua ?
Sebagai orangtua, tentu kita memiliki kewajiban untuk mengenalkan dan mengajarkan hal-hal baik kepada anak-anak, termasuk hal baik dalam menyambut kedatangan tamu. Berikut beberapa sikap yang bisa dilakukan orangtua tentang adab anak dalam menerima kedatangan tamu :
Pertama, memberi pemahaman kepada anak bahwa tamu adalah seseorang yang harus kita sambut dan terima dengan baik. Tentu saja pemahaman ini disampaikan dengan bahasa sederhana sesuai dengan usia mereka.
Kedua, libatkan anak dalam menyambut kedatangan tamu. Misalnya, membersihkan kamar tamu, merapikan sofa, menyiapkan hidangan, dll.
Ketiga, ceritakan hal-hal baik tentang pribadi tamu. Tunjukkan kepada anak bahwa tamu yang datang adalah orang yang baik dan layak untuk diperlakukan dengan baik. Hal ini akan memberi kesan yang baik pada anak, sehingga ia akan berusaha untuk bersikap baik. Misalnya "tante Nia ini baik loh, suka bantuin mama..."
Keempat, ajarkan anak untuk tersenyum dan memberi salam. Hal yang paling sederhana adalah tersenyum dan memberi salam. Ini adalah awal kesan yang baik, terutama bagi tamu.
Kelima, mengenalkan anak tentang privacy. Sebaiknya, tidak membiarkan anak ikut "nimbrung" dengan tamu berusia dewasa. Sebaliknya, beri ruang dan arahkan anak untuk berinteraksi dengan tamu yang seusianya, seperti mengajak berteman dan berbagi mainan namun tetap berada di bawah pengawasan orangtua.