Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Masyarakat Hindu Bali di Pegajahan, Eksistensi Terjaga di Keadaan Minoritas

18 Desember 2022   17:00 Diperbarui: 18 Desember 2022   17:01 3856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ornamen Pura di Pegajahan Serdang Bedagai Sumatera Utara (Dokumen Pribadi)

Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman dalam banyak hal, seperti agama, bahasa daerah, adat istiadat, suku, budaya, dan lain-lain. Istimewanya, keberagaman ini tidak lantas menjadikan bangsa ini terpecah belah. Justru dengan keberagaman, Indonesia menjadi lebih kuat dan tangguh.

Toleransi yang tinggi serta rasa persatuan dan kesatuan menjadikan berbagai keberagaman yang ada sebagai salah satu sumber kekayaan budaya bangsa. Seperti semboyan bangsa, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. 

Rakyat Indonesia memahami bahwa segala perbedaan bukan untuk memecah belah tapi justru untuk memberi kekuatan penuh pada bumi pertiwi tercinta.

6 Agama di Indonesia, Tetap Rukun dan Damai

Saat ini, di Indonesia ada 6 agama dengan umat terbanyak, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keenam agama ini hidup saling berdampingan dengan rukun dan damai.

Hal ini tentu saja tidak akan terjadi jika mereka tidak saling memahami konteks kerukunan antar umat beragama. Kondisi rukun dan damai meski berbeda agama dan keyakinan hanya tercipta apabila nilai-nilai toleransi dan rasa saling menghormati dijunjung tinggi oleh masing-masing pemeluk agama dan kepercayaan.

Jika ada beberapa konflik agama yang pernah terjadi di Indonesia, kita harus meyakini bahwa konflik bukanlah murni terjadi karena ketiadaan toleransi di tengah-tengah masyarakat melainkan merupakan satu konflik yang telah dibumbui oleh berbagai isu-isu lainnya, seperti politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Sebab, sejatinya masyarakat Indonesia sudah menegakkan nilai-nilai Toleransi Beragama yang kuat sehingga bisa hidup rukun dan damai dari zaman nenek moyang hingga anak cucu.
Maka dari itu, tentu saja pelaku-pelaku provokatif harus ditindak tegas karena telah berupaya merusak tatanan kerukunan umat beragama yang ada.

Moderasi Beragama, Langkah Tepat KEMENAG dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama

Dalam menghadapi tantangan heterogen bangsa Indonesia, tentu saja butuh langkah-langkah tepat agar kerukunan antar umat beragama tetap terjaga. Salah satu langkahnya adalah melalui moderasi beragama. 

Moderasi beragama ini sendiri dipahami sebagai upaya jalan tengah mencari persamaan di setiap keberagaman, bukan malah memperuncing jurang perbedaannya.

Menteri Agama Republik Indonesia (2014-2019), Lukman Hakim Saifuddin menyebutkan ada 3 (tiga) alasan mengapa moderasi beragama sangat diperlukan. Pertama, karena esensi suatu agama dan kepercayaan adalah mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Kedua, keberagaman itu sudah ada sejak ribuan tahun lalu sehingga hal ini tidak dapat dielakkan lagi. Dan yang ketiga, Indonesia merupakan negara yang memiliki 6 agama berbeda sehingga dibutuhkan strategi khusus dalam upaya merawat keindonesiaan.
Ketiga hal tersebut menjadi alasan mengapa moderasi beragama sangat dibutuhkan, khususnya di Indonesia yang sarat akan keberagaman. 

Melalui moderasi beragama diharapkan kita bisa menemukan persamaan prinsip dan tidak memperdalam perbedaan sehingga toleransi dapat tercipta di tengah-tengah masyarakat.

Belajar dari Masyarakat Hindu Bali di Pegajahan, Eksistensi Terjaga di Keadaan Minoritas

Salah satu acara ritual keagamaan Hindu di Kampung Pegajahan (Dokumen Pribadi)
Salah satu acara ritual keagamaan Hindu di Kampung Pegajahan (Dokumen Pribadi)

Ada yang unik di Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara, tepatnya di daerah Pegajahan. Di tengah mayoritas suku Batak, ada beberapa kepala keluarga Hindu Bali yang menetap di sana. 

Mereka merupakan kelompok pengungsi dari Bali ketika bencana alam meletusnya Gunung Agung yang terjadi beberapa masa silam. Mereka diungsikan ke beberapa wilayah, salah satunya di daerah Serdang Bedagai Sumatera Utara dan dipekerjakan sebagai karyawan perusahaan perkebunan sawit. Waktu pun berlalu, mereka pun telah tinggal dan menetap di Serdang Bedagai.

Meski keberadaan masyarakat suku Bali terbilang minoritas, tetapi bukan berarti mereka tidak dapat menjalani kehidupan secara baik dan normal. Mereka tetap bisa melaksanakan ibadah dan merayakan hari-hari suci mereka. Bahkan, Kampung Pegajahan telah disulap mirip dengan kampung yang ada di Bali. Pura dan ornamen-ornamen Bali begitu kuat melekat ketika kita datang kemari.

Masyarakat Hindu Bali di Pegajahan senantiasa mampu menjaga eksistensinya di antara mayoritas suku Batak yang beragama Kristen Protestan maupun Katolik dan Islam. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kemampuan mereka untuk terus memupuk rasa Toleransi Beragama dan kebersamaan yang ada.

Sebagai pendatang dan minoritas, masyarakat Hindu Bali sadar bahwa keberadaan mereka akan membawa perbedaan yang akan berdampak pada rentannya terjadi konflik diantara masyarakat lokal. 

Untuk itu, masyarakat Hindu Bali berupaya bagaimana agar mereka dapat diterima dengan baik di tengah-tengah masyarakat lokal. Apa saja upaya yang telah dilakukan?

Kegiatan memasak bersama di Kampung Pegajahan (Dokumen Pribadi)
Kegiatan memasak bersama di Kampung Pegajahan (Dokumen Pribadi)

Pertama, ikut bergaul dan bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Masyarakat Hindu Bali tidak menutup diri apalagi sampai mengurung diri di dalam rumah. Mereka berupaya untuk selalu bersikap ramah kepada siapapun. Mereka juga tetap hadir saat diundang dan memiliki kemauan untuk membaur dan berkomunikasi dengan baik dengan siapapun.

Kedua, turut membantu kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Masyarakat Hindu Bali juga tidak pernah absen saat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan berlangsung, seperti gotong royong, rapat-rapat desa, hajatan, dan lain-lain.

Ketiga, tetap meminta izin kepada masyarakat setempat saat akan mengadakan perayaan ritual keagamaan Hindu. Meski saat ini mereka telah diterima dengan baik oleh masyarakat setempat, tetapi masyarakat Hindu Bali tetap tidak lupa untuk bersikap terpuji dengan meminta izin ketika akan mengadakan perayaan ritual keagamaan Hindu. Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk menghargai dan menghormati masyarakat lokal.

Keempat, bersikap saling mengasihi dan tolong menolong kepada siapapun. Sikap ini jangan diragukan lagi bagi masyarakat Hindu Bali, mereka senantiasa memiliki inisiatif untuk membantu masyarakat lain yang mengalami musibah.

Kelima, mengenalkan pesan-pesan baik agama Hindu kepada masyarakat lain sebagai bentuk penegasan bahwa semua agama membawa kebaikan dan kedamaian. Mengenalkan pesan-pesan baik ini bukan berarti mengajarkan agama mereka kepada penganut agama lain, tetapi lebih ingin mengenalkan bahwa "Inilah agama Hindu yang selalu mengajarkan kebaikan". Tujuannya agar masyarakat lainnya tidak memiliki penilaian buruk terhadap mereka dan tetap bersikap positif.

Komunikasi yang terjalin dengan baik  dengan masyarakat Hindu di Pegajahan (Dokumen Pribadi)
Komunikasi yang terjalin dengan baik  dengan masyarakat Hindu di Pegajahan (Dokumen Pribadi)

Keenam, tidak minder dan merasa rendah diri karena berada di keadaan minoritas. Kalau istilah kekinian, tidak baperan. Ya, sifat tidak baperan ini sangat penting terutama di zaman kini yang serba digital.
Informasi begitu mudah diterima sehingga jika tidak memiliki mental yang kuat, bukan tidak mungkin kita akan kerap menjadi "korban" informasi itu sendiri. Maka sifat tidak baperan, tidak minder, apalagi sifat tidak mudah rendah diri sangat dibutuhkan agar kita bisa terus menjalani hidup.

Ketujuh, tetap menjaga sikap dan perilaku agar tidak menimbulkan konflik. Masyarakat Hindu Bali sangat berhati-hati dalam berbicara maupun bersikap. Mereka begitu menjaga lisan dan perilaku mereka agar jangan sampai menimbulkan konflik yang berkepanjangan.

Kedelapan, rasa persatuan dan kesatuan yang utuh. Ya, masyarakat Hindu Bali meyakini betul bahwa mereka adalah sama dengan masyarakat lainnya. Sama-sama bangsa Indonesia. Sama-sama lahir di tanah pertiwi tercinta sehingga mereka menganggap bahwa di manapun mereka berada, selama masih di tanah air, maka di situlah mereka saling bersaudara.

Ornamen Pura di Pegajahan Serdang Bedagai Sumatera Utara (Dokumen Pribadi)
Ornamen Pura di Pegajahan Serdang Bedagai Sumatera Utara (Dokumen Pribadi)

Nah, dari sini kita dapat belajar bahwa toleransi beragama bukan harus dimulai dari mayoritas saja tapi juga dari minoritas. 

Masyarakat Hindu Bali di Pegajahan membuktikan bahwa minoritas bukan penghalang untuk bisa diterima di suatu lingkungan yang asing. 

Eksistensi mereka tetap terjaga berkat pemahaman mereka tentang makna keberagaman dan toleransi antar umat beragama serta kemauan mereka untuk terus menjaga kerukunan antar umat beragama. 

Dengan demikian, kerukunan dan kedamaian akan terus terjaga di daerah Pegajahan Serdang Bedagai Sumatera Utara.

Sinergi KEMENAG dan FKUB, Kerukunan Umat Beragama Adalah Tanggungjawab Kita Bersama

Tokoh Agama Hindu di Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara (Dokumen Pribadi)
Tokoh Agama Hindu di Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara (Dokumen Pribadi)

Di lapangan, untuk menjaga keberlangsungan kerukunan umat beragama, kita mengenal FKUB atau Forum Kerukunan Umat Beragama yang dibentuk oleh masyarakat. 

Yang menjadi bagian dari FKUB ini adalah para tokoh berbagai agama dan masyarakat setempat. Mereka bersama-sama bersepakat untuk menjadi inisiator bagi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah tersebut.

Pemerintah melalui KEMENAG hadir sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi program dan kegiatan mereka dalam rangka membangun, memelihara serta memberdayakan umat beragama demi upaya kerukunan dan kesejahteraan bersama.

Sinergi ini menjadi bukti bahwa untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian bangsa bukan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah semata sebagai pemangku kebijakan tapi juga menjadi tanggungjawab kita bersama. FKUB sebagai forum atau wadah inspirasi yang akan menjadi jembatan penyelesaian konflik yang kemungkinan bisa terjadi kapan saja.

Yuk, kita belajar dari masyarakat Hindu Bali di Pegajahan. Meski mereka minoritas, tetapi mereka tetap mampu menjaga tatanan kerukunan umat beragama di tengah mayoritas masyarakat Sumatera Utara yang beragama selain Hindu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun