Saat ini isu energi menjadi salah satu isu utama di dunia. Berbicara energi tidak lagi hanya berbicara tentang pertambangan gas bumi atau batu bara, tapi juga sudah menyentuh ke ranah energi terbarukan yang ada di sekitar kita.Â
Dan salah satu isu energi yang paling dekat dengan kehidupan kita adalah masalah sampah. Isu sampah memiliki efek domino yang sangat memengaruhi kehidupan dan pembangunan.Â
Bukan saja memberi dampak buruk pada kesehatan, tapi juga lingkungan, pendidikan, pariwisata, perekonomian, budaya dan infrastruktur yang ada.
Data di tahun 2020 menunjukkan bahwa volume sampah Indonesia telah mencapai 67,8 juta ton per tahun (Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan). Angka ini menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan dari tahun 2019 yang mencapai 64 juta ton per tahun atau sekitar 175.000 ton per hari sampah yang dihasilkan.
Mirisnya, dari angka tersebut, prosentase terbesar (37,3%) justru dihasilkan dari sampah aktivitas rumah tangga. Sedangkan dari jenisnya, sampah tertinggi adalah berasal dari sisa makanan yang mencapai hingga 39,8% diikuti urutan kedua sampah plastik sebesar 17%.Â
Ini artinya, kita tidak lagi dihadapkan pada permasalahan efek teknologi sebagai salah satu produsen emisi, tapi justru kembali pada permasalahan kesadaran indiviual. Gaya hidup yang kurang terpuji ternyata justru menjadi penyumbang terbesar masalah sampah di Indonesia.
Dibandingkan dengan sampah anorganik (plastik), selama ini sampah organik dianggap sepele dan tidak terlalu berbahaya. Padahal, dari sampah organik inilah penyebab utama terjadinya efek rumah kaca melalui gas metana yang dihasilkan hingga 8% (waste for change).Â
Harus diketahui bahwa gas metana ini memiliki dampak 21 kali lebih besar terhadap perubahan iklim ketimbang CO2.
Masih segar di ingatan, tragedi Leuwigajah di Jawa Barat tahun 2005, bagaimana gunungan sampah meledak dan mengakibatkan tewasnya 150 orang di sekitar lokasi ledakan.Â
Peristiwa terjadi, tidak lain akibat memuainya gas metana yang terkontaminasi oleh zat-zat lainnya sehingga mengakibatkan ledakan yang dahsyat sehingga menyebabkan longsor sampah.Â
Dan gas metana ini dihasilkan dari volume sampah organik yang melebihi batas kewajaran.
Jika sampah plastik berbahaya karena membutuhkan waktu penguraian hingga ribuan tahun, maka sampah organik tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia.Â
Sampah organik terbukti dapat menghasilkan gas beracun dalam waktu yang relatif singkat, menyebabkan pencemaran air dan udara, bau busuk yang menyengat dan dapat menjadi penyebab terjadinya bencana. Ironisnya lagi, jika sampah plastik mudah untuk didaur ulang, berbeda dengan sampah organik yang berasal dari sisa makanan, untuk menjadi biogas membutuhkan teknik yang harus dipelajari secara tersendiri.
Gerakan "Ambil Secukupnya, Habiskan Makananmu" Menuju Net-Zero Emissions
Net-Zero Emissions merupakan salah satu gerakan pembaruan solusi menjawab isu energi.Â
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian ESDM dan KLHK sedang menyusun grand strategy energy untuk mewujudkan Net-Zero Emissions di Indonesia menuju ekonomi hijau, diantaranya dengan langkah ketahanan energi, bauran energi dan pengurangan emisi (Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Dan Konservasi Energi)
Meski fokus utama pada pengurangan emisi di bidang pembangkit tenaga listrik, namun bukan berarti pengurangan emisi di sektor lain diabaikan. Masalah energi dan emisi ini bukan hanya menjadi kewenangan pemerintah saja, tapi juga menjadi tanggungjawab kita bersama.
Kita tetap dapat berperan aktif dalam upaya mewujudkan Net-Zero Emissions dengan cara kita. Mulai dari diri sendiri dengan menanamkan pemahaman terhadap isu energi dan bahaya sampah yang tidak dikelola dengan baik.Â
Jika kita belum bisa mengelola sampah secara mandiri, setidaknya kita tidak memproduksi sampah sehingga menghasilkan zat emisi yang beracun dan membahayakan kehidupan dan pembangunan.
Salah satu gerakan yang bisa kita gaungkan saat ini adalah gerakan "Ambil Secukupnya, Habiskan Makananmu". Seringkali, kita menganggap sepele kebiasaan tidak menghabiskan makanan. Kebiasaan "lapar mata" menjadi penyebab utama bersisanya makanan.Â
Apa yang diinginkan terlalu banyak namun ketahanan lambung tidak mencukupi, akibatnya kita kerap merasa kenyang padahal makanan masih ada. Gawatnya, sisa makanan inilah yang menjadi cikal bakal terus bertambahnya volume sampah di Indonesia.
Kallbekken, S dan Saelen, H (2013) menulis dalam jurnal berjudul "Nudging hotel guest to reduce food waste as a win win environmental measure" tentang penelitiannya di beberapa hotel untuk menguji teknik pengurangan sampah sisa makanan dengan cara mengurangi ukuran piring.Â
Dan hasilnya sungguh menakjubkan, dengan cara ini sampah sisa makanan dapat dipangkas hingga 19,5% dengan rincian pengurangan 1 cm ukuran piring dapat memangkas sekitar 2,5 kilogram sampah sisa makanan (greenerationid)
Selain dengan cara mengurangi ukuran piring, Kallbekken dan Saelen juga mengajak para tamu hotel untuk menerapkan cara mengambil makanan sedikit demi sedikit. Para tamu diperkenankan mengambil makanan secara secukupnya, jika kurang boleh mengambil makanan kembali.Â
Cara ini untuk membiasakan para tamu agar tidak mengambil makanan dalam sekali namun dengan porsi yang besar dan berlebihan. Hasilnya cukup melegakan, karena sampah sisa makanan dapat dipangkas hingga 20,5%.
Ini artinya apa ? masalah sampah (terutama sampah sisa makanan) adalah masalah kesadaran individu. Secanggih dan semodern apapun teknologi untuk mengurai masalah sampah tanpa diimbangi dengan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap sampah itu sendiri, maka akan menjadi solusi tanpa makna.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita menggaungkan gerakan "Ambil Secukupnya, Habiskan Makananmu" melalui aktivitas generasi muda hijau yang dikemas dalam green job, ekonomi hijau, literasi hijau, dll.Â
Pemerintah sebagai leading sector, para pengusaha dan penguasa sebagai stake holder dan kita semua sebagai agent of change perubahan ke arah yang lebih baik.Â
Edukasi dan problem solving secara grass roots merupakan metode akar rumput yang dapat dilakukan yaitu dengan melibatkan individu dan masyarakat lokal sebagai partisipan utama.
Saya, kamu, kita semua bisa turut mendukung upaya mewujudkan program Net-Zero Emissions dengan cara yang sederhana namun berdampak besar pada perubahan isu energi. Semua berpulang pada gaya hidup kita masing-masing. Bagaimana kita memahami, peduli dan tidak bersikap apatis terhadap lingkungan.
Dengan menerapkan gaya hidup "Ambil secukupnya, Habiskan makananmu", kita bukan hanya membantu mengurangi sampah, tapi juga dapat mendukung peningkatan perekonomian dan kesehatan.Â
Cerdas dalam menakar kebutuhan makan artinya juga cerdas dalam mengelola keuangan rumahtangga. Bahkan, dalam Islam, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan untuk "Makanlah sebelum lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang". Ini menandakan bahwa kita tidak diperkenankan untuk makan secara berlebih-lebihan.Â
Secara sosial kemanusiaan, makan secara berlebihan yang menghasilkan sisa makanan juga termasuk dalam kebiasaan yang tidak terpuji. Bagaimana tidak ? disaat saudara-saudara kita masih banyak yang kekurangan makan, namun kita justru membuang-buang makanan.
Generasi Muda, Ayo Bergerak !
Sebagai garda terdepan, generasi muda harus bisa menjadi bagian dari program Net-Zero Emissions. Sudah saatnya generasi muda bergerak aktif menjawab isu energi, yaitu salah satunya dengan mengurangi emisi melalui gerakan "Ambil Secukupnya, Habiskan Makananmu".Â
Dengan menerapkan gaya hidup hijau ini, kita dapat memangkas volume sampah sisa makanan, mengurangi produksi gas metana dan tentu saja membantu meminimalkan emisi.
Melalui Net-Zero Emissions, besar harapan lingkungan akan semakin hijau, kesehatan masyarakat lebih terjaga, pendidikan berjalan dengan baik, sektor pariwisata meningkat tajam, perekonomian negara terus bertumbuh, pembangunan infrastruktur berjalan lancar dan tingkat kesejahteraan masyarakat terjamin.
Ingat, satu langkah kecil namun nyata dan konsisten akan jauh lebih berarti ketimbang ribuan impian tanpa aksi. Indonesia semakin maju. Indonesia pasti bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H