Beberapa waktu lalu seorang sahabat mengeluh karena tidak dapat mengambil kredit rumah. Padahal secara finansial ia memiliki kemampuan untuk membayar down payment (DP) dan cicilan setiap bulannya dari penghasilannya, baik penghasilan tetap maupun tidak tetapnya. Ia mengatakan bahwa pengajuan kreditnya gagal karena tidak lolos BI Checking dari Bank Indonesia.
Setelah ditelusuri, ternyata sahabat saya memang kerap memiliki tunggakan terhadap cicilan-cicilannya di bank. Selain itu, rasio kredit sudah melebihi 40% dari gaji atau penghasilan tetapnya. Meski ia juga memiliki penghasilan di luar gaji tetap namun ternyata tidak cukup menutupi syarat lolos kredit. Kondisi "blacklist" dari Bank Indonesia akibat beberapa tunggakan juga menjadi alasan kuat gagalnya proses kredit.
Nah, udah jelas kan ? betapa meruginya kita kalau sampai masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia. Padahal penyebabnya adalah akibat sikap dan perilaku kita sendiri yang kerap mengabaikan kedisiplinan dalam memanfaatkan produk keuangan. Seperti sahabat saya yang lalai dalam melakukan pembayaran cicilan secara tepat waktu, akibatnya ia tidak dapat lagi membeli rumah yang diimpikannya secara kredit.
Apakah kasus seperti ini hanya menimpa sahabat saya saja ? tidak. Begitu banyak kasus serupa yang masih terjadi di Indonesia. Para nasabah "nakal" inilah yang menjadi salah satu penyebab utama "mandeg"-nya roda sistem stabilitas keuangan negara. Bayangkan, jika jumlah nasabah "nakal" seperti sahabat saya banyak, maka akan semakin besar juga beban lembaga keuangan untuk menutupi lobang-lobang tunggakan yang ada. Otomatis sistem stabilitas keuangan khususnya terhadap barang dan jasa akan mengalami kemacetan dimana-mana.
Menjadi nasabah yang cerdas
Sebagai pengguna produk keuangan, tentu kita juga harus membekali diri dengan pengetahuan dan informasi yang benar tentang produk keuangan tersebut. Bukan hanya tentang bagaimana manfaat yang bisa didapatkan dari produk keuangan itu saja, tapi juga tentang bagaimana sikap dan perilaku kita terhadap produk keuangan itu. Ketika kita menggunakan suatu produk keuangan tertentu, maka kita juga dihadapkan pada hak dan kewajiban yang harus kita pahami dan patuhi.
Tidak sulit untuk menjadi nasabah yang cerdas, namun memang dibutuhkan pemahaman dan kedisiplinan serta rasa kepercayaan yang baik. Salah satu contoh yang paling mudah kita temukan di lapangan adalah tentang kedisiplinan dalam membayar cicilan kredit, baik di bank maupun lembaga keuangan lainnya.
Nasabah yang baik akan selalu melakukan pembayaran cicilan dengan tertib dan disiplin sesuai dengan tanggal jatuh tempo, sebaliknya nasabah yang "nakal" akan selalu terlambat membayar cicilan dengan berbagai alasan. Nasabah seperti inilah yang akan masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia. Padahal dengan perilaku yang tidak kooperatif seperti ini justru akan merugikan dirinya sendiri. Selain nama baiknya akan tercoreng, otomatis ia akan mengalami kesulitan untuk menggunakan produk keuangan lagi pada masa berikutnya dan tentu saja ia akan dikenakan sanksi maupun denda sebagai akibat dari perilaku "nakal" nya. Dampak lebih besarnya, akan menyebabkan ketidakstabilan pada sistem keuangan negara tentunya.
Bagaimana menjadi nasabah yang baik ?
Sering tidak disadari oleh masyarakat bahwa akan selalu ada kelebihan dan kekurangan pada setiap penggunaan produk keuangan seperti kredit multi guna dari bank. Secara manfaat, kita akan dimudahkan untuk memiliki apa yang diinginkan tanpa harus menunggu dana terkumpul.
Bayangkan, jika dimisalkan kita menginginkan sebuah rumah dengan harga ratusan juta sementara penghasilan kita setiap bulan hanya sekitar 5 jutaan, tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan dana ratusan juta tersebut. Dengan produk kredit perumahan dari bank kita bisa mempersingkat waktu untuk segera memiliki rumah impian tersebut.
Nah, konsekuensi dari kredit tersebut yang kerap gagal dipahami secara menyeluruh oleh nasabah. Dalam tempo sekian tahun (biasanya 10 atau 15 tahun) kita akan dibebani oleh tagihan cicilan setiap bulannya. Karena sudah disepakati di awal proses pengajuan kredit, maka mau tidak mau suka tidak suka nasabah wajib untuk mematuhi aturan yang ada, terutama dalam kedisiplinan membayar tagihan bulanan.
Sering terjadi, di awal penagihan masih lancar, namun begitu menginjak tahun kedua atau ketiga tidak sedikit nasabah yang mulai kelabakan dalam melakukan pembayaran. Ada yang beralasan tidak mampu membayar tagihan, ada yang memang malas melakukan pembayaran atau bahkan ada yang dengan sengaja masa bodoh dengan tagihan bulanannya.
Namun, sistem keuangan tidak bisa mentolerir apapun bentuk alasan dari adanya keterlambatan atau tunggakan pembayaran. Sistem tetap harus berjalan agar jangan sampai mempengaruhi sistem-sistem lainnya (risiko sistemik).
Bank Indonesia bahkan telah memberlakukan kebijakan makroprudensial untuk menekan tingkat risiko sistemik tersebut. Belajar dari pengalaman krisis moneter tahun 2008 lalu, dimana kebijakan moneter dan mikroprudensial saja tidak cukup untuk menjawab tantangan meraih sistem stabilitas keuangan negara. Bank Indonesia membutuhkan kebijakan yang lebih menyeluruh dan bersifat makro agar dapat menyelamatkan stabilitas di berbagai sistem keuangan yang ada.
Lantas apa yang bisa kita lakukan sebagai individu yang ingin turut mendukung upaya Bank Indonesia dalam menjaga keamanan makroprudensial terutama di masa pandemi covid-19 saat ini ?
- Pahami produk sebelum memutuskan memilih. Sebelum memutuskan menggunakan suatu produk keuangan, ada baiknya kita mencari tahu informasi selengkap-lengkapnya tentang produk tersebut. Jangan sampai ketidakpahaman kita berakibat penyesalan di kemudian hari.
- Sesuaikan dengan kondisi finansial yang ada. Salah satu pertimbangan terpenting saat memilih suatu produk keuangan tentu saja harus disesuaikan dengan kemampuan finansial yang ada. Jangan pernah memaksakan memiliki produk keuangan yang di luar batas kemampuan finansial kita. Oleh karena itu, selalu tekankan prinsip bahwa batas rasio kredit tidak boleh lebih dari 40% dari gaji atau penghasilan. Jangan pernah menghabiskan dana untuk mengambil produk keuangan tertentu.
- Biasakan mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. Adalah sifat manusia yang selalu ingin memiliki sesuatu yang baru atau yang lebih. Apakah dengan dalih investasi, koleksi atau hanya sekadar hidup hedonis, yang jelas manusia selalu berkeinginan untuk memiliki sesuatu yang lebih meski ia telah memiliki sesuatu yang sama sebelumnya. Secara harfiah memang tidak dilarang, namun kebanyakan individu yang cerdas akan berpikir lebih mengutamakan sesuatu berdasarkan kebutuhan ketimbang keinginan. Mengapa ? sebab keinginan lebih sulit untuk direm ketimbang kebutuhan.
- Buat rancangan finansial jangka panjang. Membuat rancangan finansial jangka panjang juga tak kalah pentingnya dengan pertimbangan-pertimbangan jangka pendek. Seperti yang dibahas diatas, banyak nasabah yang mangkir dari kewajiban membayar tagihan di tahun-tahun berikutnya dengan berbagai macam alasan. Kita memang tidak bisa mengelak ketika musibah atau hal-hal tak terduga terjadi di luar prediksi. Tapi kita masih diberi kesempatan untuk membuat rancangan untuk jangka panjang dengan menganalisa dampak atau risiko yang akan terjadi. Dengan demikian, kita bisa membuat solusi atau antisipasi dini jika hal-hal di luar dugaan itu terjadi. Kita bisa memiliki gambaran atau bahkan pilihan jalan keluar lebih dari satu jika permasalahan terjadi.
- Disiplin dalam melaksanakan kewajiban. Disiplin merupakan solusi jangka pendek yang paling wajib untuk dilakukan. Dengan modal disiplin dalam menjalankan kewajiban sebagai nasabah pengguna produk keuangan akan mampu meningkatkan trust pihak lembaga keuangan untuk terus membuka peluang kemudahan finansial bagi kita. Perilaku disiplin juga menjadi kunci terjaganya nama kita agar selalu baik dan bersih.
Nasabah cerdas, makroprudensial aman terjaga
Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia merupakan lini utama yang berperan menjaga sistem stabilitas keuangan negara. Bank Indonesia harus memastikan bahwa kondisi keuangan negara harus tetap dalam kondisi stabil dalam situasi bagaimanapun.
Masa pandemi covid-19 yang merupakan peristiwa di luar kendali kita menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia untuk terus berjuang mengupayakan agar sistem stabilitas keuangan tetap terjaga. Salah satu kebijakan yang dijalankan adalah kebijakan makroprudensial yang telah mencakup moneter, mikroprudensial dan fiskal. Tujuannya tidak lain, agar masa sulit pandemi ini tidak lantas menyebabkan resesi keuangan yang berakibat krisis seperti yang pernah terjadi di era tahun 2008 lalu.
Namun, dalam upayanya Bank Indonesia tidak bisa bergerak sendiri tanpa dukungan dari masyarakat luas. Dukungan yang diharapkan Bank Indonesia adalah berupa peran aktif masyarakat sebagai pengguna produk keuangan untuk dapat lebih cerdas dan bijak dalam menggunakan produk keuangan tersebut. Di setiap produk keuangan akan selalu ada kewajiban yang harus ditunaikan dengan baik oleh para penggunanya.
Dan ketika masyarakat sudah memahami dan menjalankan kewajibannya, maka Bank Indonesia akan lebih mampu mewujudkan sistem stabilitas keuangan yang aman dan terjaga sehingga Indonesia akan terhindar dari segala bentuk krisis keuangan meski dalam kondisi yang serba tidak pasti seperti kondisi merebaknya pandemi covid-19 saat ini.
Bagaimana ? masih gak malu menjadi nasabah "nakal" yang suka menunggak membayar cicilan kredit dari bank ? Yuk, stop menjadi nasabah "nakal" agar SSK tetap aman dan terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H