Seorang Bapak dan Kerinduannya
Dari layar ponsel yang ada digenggamanku, raut berkerut itu tampak tersenyum. Senyum yang tak pernah memudar meski waktu mengikis usianya dan jarak ribuan kilometer nyaris membentangkan kerinduan yang teramat dalam setiap hari. Kerinduan pada anak bungsu dan perempuan satu-satunya yang ia miliki.Â
Kerinduan yang kerap disembunyikan oleh kebesaran hatinya, demi anaknya bisa berkonsentrasi dalam pekerjaannya serta agar anaknya dapat lebih fokus mengurus rumahtangganya. Ia mengalah untuk tidak bersua dalam tempo yang lama dan menanam sendiri kerinduannya agar dapat dituai kelak saat waktu mempertemukan.
Aku memanggilnya bapak. Lelaki pertama yang kucintai dan kusayangi. Lelaki tua yang menghabiskan banyak hidupnya untuk membesarkanku dengan segenap peluh dan airmata. Kasih sayang tercurah tanpa henti dan senantiasa menjadi semangatku saat meraih harapan dan impian. Bapakku, lelaki terbaik dalam hidupku.
Bapakku bukan tipikal orangtua modern yang melek teknologi. Dalam hal menggunakan ponsel saja, bapak cuma bisa telpon dan sms. Namun, karena zaman telah berubah dan serba digital, maka mau tidak mau bapak harus bisa menggunakan ponsel dengan lebih maksimal agar dapat berkomunikasi dengan anak-anaknya lebih lancar lagi. J
angan sampai jarak menjadi kendala dalam berkasih sayang. Apalagi di usia renta bapak saat ini, perhatian dari anak-anak adalah harta yang paling berharga untuknya.
Anak-anak bapak ada lima orang. Anak pertama tinggal di Sidoarjo, kedua di Denpasar, ketiga di Jember, keempat di Semarang dan terakhir, yaitu aku, saat ini tinggal di Medan.Â
Bapak sendiri tinggal di Kediri. Sudah pasti kerinduan yang teramat dalam dirasakan bapak pada anak-anaknya, karena kelima anaknya berada di luar kota semua. Momen lebaran adalah momen yang paling ditunggunya, karena ia berharap anak-anaknya akan mudik dan bertemu dengannya.
Tri, Pilihanku dan Bapak untuk Melepas Rindu