"kenapa kopi ini masih utuh, sayang ?" tanyanya saat melihat secangkir kopi penuh di hadapan Joana
"aku terlalu lama datang ya ?" tanyanya lagi
Joana menggeleng. Semua pertanyaan itu sudah cukup membuatnya lega dan bahagia. Joana tak pernah merasa dihargai seperti ini, sebelumnya.
"maaf ya...biasa lah jalanan padat..." ucap lelaki itu dengan mimik mengiba
Lagi-lagi Joana hanya tersenyum. Ia balas membelai pipi sang lelaki dengan lembut.
Lelaki itu sontak menggamit pinggang Joana dengan erat. Ia biarkan Joana menyandarkan diri di bahunya. Ia tahu, Joana sangat membutuhkan bahunya. Hanya bahunya. Dan ia tak mengharapkan lebih.
Joana menarik tangan lelaki itu dan membawanya pergi menembus malam. Angin malam tetap dingin. Tetap menusuk rusuk. Joana sadar lelaki itu takkan bisa menghangatkannya.Â
Ia juga sadar ini takkan membuatnya nyaman. Joana tak menyematkan predikat apapun pada lelaki itu. Hanya malam ini. Iya, mungkin hanya malam ini. Ia bukan cinta. Bukan sayang. Bukan apapun. Hanya lelaki dan Joana perempuan.
Joana tak berpaling. Joana juga tak berkhianat. Ia tetap memilih membiarkan hatinya terluka. Terluka dengan cara apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H