Masih ingat aksi heroik Bung Tomo dengan berorasi membangkitkan semangat juang dan cinta tanah air pada pemuda-pemudi di seluruh pelosok nusantara ? Beliau melakukannya melalui pancaran gelombang radio, yang kala itu sangat sederhana. Namun, dibalik sederhananya, radio berperan sangat besar sehingga mampu menyiarkan orasi Bung Tomo hingga sampai ke pelosok negeri.
Tidak dapat dimungkiri, radio merupakan media penyebaran informasi yang sangat efektif. Kekuatan gelombangnya yang stabil dan telah tersedia dalam berbagai pos di seluruh nusantara, menjadikan radio media pilihan bagi penyampaian informasi yang bersifat kemasyarakatan.
Di samping itu media juga memiliki pengaruh pada keputusan politik, perubahan perilaku dan dapat menyelamatkan manusia (UNISDR, 2011).
Menyadari hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) cukup jeli dengan memainkan peran radio sebagai media penyaluran informasi yang tepat bagi masyarakat mengenai siaga bencana. Di saat sosialisasi konvensional (seminar, sosialisasi rutin, diskusi, pertemuan-pertemuan formal, dll) sudah dirasa kurang mampu menjangkau secara luas dan tepat, maka dengan media radio, sosialisasi siaga bencana diharapkan dapat lebih dijangkau oleh masyarakat.
Di era yang serba digital saat ini, media radio dianggap yang paling memenuhi kriteria sebagai media sosialisasi edukasi siaga bencana, sebab radio sudah banyak memiliki kemajuan, bukan hanya berada pada level konvensional tapi juga telah muncul radio-radio yang berbasis online. Hal ini tentu menjadi nilai plus media radio untuk menjadi media yang paling efektif dalam penyampaian edukasi siaga bencana pada masyarakat dari berbagai kalangan.
Tentu saja tantangan tersendiri bagi BNPB dan pihak terkait lainnya tentang bagaimana sajian informasi melalui radio ini menjadi efektif. Ibaratnya, medianya ada tinggal bagaimana mengisinya. Diperlukan kreatifitas untuk menyajikan sosialisasi siaga bencana agar terdengar menarik dan mengena di hati masyarakat. Sebab jika dibuat hanya ala kadarnya, maka yang terjadi, masyarakat juga akan mendengar sepintas lalu saja. Akibatnya, penyampaian tentang siaga bencana menjadi tidak efektif.
Baru-baru ini BNPB melakukan sosialisasi siaga bencana melalui sajian sandiwara di radio. Cukup menarik, sebab sandiwara radio memiliki sense of drama yang kuat, sehingga para pendengarnya (masyarakat) akan lebih antusias menikmatinya. Buktinya apa ? masyarakat hafal dengan nama-nama tokohnya, alur ceritanya dan bahkan mereka akan senantiasa menantikan kisah kelanjutan sandiwara tersebut. Hal ini yang dapat dijadikan tolok ukur bahwa sebuah sajian radio berhasil merebut bukan hanya perhatian pendengarnya tapi juga hati pendengarnya.
Sandiwara Radio BNPB yang bertajuk Asmara di Tengah Bencana ini disiarkan oleh 20 stasiun radio (18 radio lokal dan 2 radio komunitas) dan memiliki 50 episode serta mulai dihadirkan di telinga para pendengar pada tanggal 18 Agustus 2016. Tentu saja ini merupakan langkah awal yang sangat baik dengan harapan selanjutnya dapat di sajikan di lebih banyak stasiun radio lagi di seluruh pelosok negeri (bukan hanya di daerah Jawa saja). Untuk wilayah yang belum terjangkau dapat mengakses melalui Youtube BNPB.
Namun demikian, hendaknya BNPB tidak lekas berpuas hati. Pembaharuan dan kreatifitas harus terus ditingkatkan guna mencapai hasil yang maksimal. Lantas bagaimana caranya ?
Ada beberapa tips dan ide untuk penyampaian sosialisasi siaga bencana melalui sandiwara radio agar lebih mengena di kalangan masyarakat, yaitu :
- Pro aktif : Sandiwara radio bukan hanya bentuk komunikasi yang pasif antara penyiaran radio dengan pendengarnya. Ada kalanya sandiwara radio dapat dibuat lebih “hidup”. Komunikasi dua arah dapat dilakukan antara pihak radio/terkait dengan pendengarnya. Seperti kita tahu bahwa Komunikasi merupakan inti untuk sukses dalam mitigasi, kesiapsiagaan, respon, dan rehabilitasi bencana (Haddow, 2009). Hal tersebut dapat dilakukan dengan misalnya mengadakan kuis interaktif, sesi Tanya jawab dengan pihak terkait ataupun diskusi terkait dengan sandiwara dan sosialisasi siaga bencana. Dengan aktifitas pro aktif ini diharapkan masyarakat bukan hanya sekadar mendengar dan menikmati kisah sandiwaranya saja tapi juga memahami benar esensi dari sandiwara BNPB ini.
- Kearifan lokal : Jika pada sinopsis disajikan sandiwara radio lebih ke budaya Jawa (Roman Sejarah Asmara di Tengah Bencana karya S. Tidjab). Maka ada baiknya sandiwara radio BNPB ini mengedepankan muatan kearifan lokal setiap masing-masing daerah. Jika radio Aceh maka sandiwara dibuat mengenai kisah-kisah tradisional Aceh dan tentu saja berbahasa Aceh. Jika radio Sumatera Utara maka sandiwara dibuat mengenai kisah-kisah budaya Sumatera Utara, dst. Selain menjunjung tinggi budaya kearifan lokal, juga dapat membantu penyampaian pesan sandiwara radio mengenai siaga bencana agar lebih diterima masyarakat suatu daerah tertentu. Ingat bahwa setiap daerah memiliki potensi bencana, sehingga sosialisasi siaga bencana melalui sandiwara radio ini dapat disiarkan di setiap penjuru nusantara.
- Melibatkan masyarakat langsung : Melibatkan masyarakat langsung dalam pembuatan (seluk beluk) sandiwara radio siaga bencana, kenapa tidak ?! masyarakat merupakan agent of change yang sangat berperan besar dalam mencapai target dan tujuan sosialisasi. Dengan melibatkan masyarakat tertentu (tentu saja melalui seleksi) dalam proses pembuatan sandiwara radio BNPB ini akan memberikan pendidikan siaga bencana bagi mereka yang terpilih. Harapannya, mereka inilah yang akan menjadi agen penyampaian informasi secara langsung kepada masyarakat lainnya.