Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

TMII : Media Berbudaya Tanpa Etnosentrisme

31 Maret 2015   00:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:46 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Indonesia kaya. Indonesia memiliki begitu banyak suku budaya dan adat istiadat. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke. Indonesia memiliki banyak anak-anak negeri yang mampu mencipta berbagai macam teknologi yang bermanfaat. Indonesia memiliki tidak sedikit potensi wisata yang bisa dibanggakan. Indonesia memiliki seni budaya yang sangat mengagumkan. Indonesia adalah negara yang berbudaya dan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa.

Tidak mudah menciptakan dan menjaga persatuan dan kesatuan bagi sebuah negara yang memiliki begitu banyak budaya dengan karakteristiknya masing-masing. Kebanggaan terhadap nilai budaya sendiri jika tidak dibarengi dengan pemahaman tentang makna toleransi, menghargai dan saling menghormati antar sesama budaya maka akan dapat memunculkan sikap etnosentrisme, yaitu sikap bangga yang berlebihan terhadap budaya sendiri, menganggap bahwa budaya sendiri yang paling benar serta tidak peduli dengan budaya-budaya yang lain. Sikap ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan persatuan dan kesatuan bangsa karena berpotensi besar dapat menimbulkan konflik antar budaya dimana masing-masing budaya saling mengedepankan egoisme terhadap identitas budaya mereka sendiri.

Munculnya sikap etnosentrisme ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya :


  1. Mindset yang terbentuk

Mindset masyarakat suatu budaya tertentu yang masih menganggap bahwa keberadaan budaya lain akan berakibat pada rusaknya budaya yang sudah ada. Sehingga mereka cenderung saling mencurigai terhadap budaya yang berbeda. Mereka juga menganggap bahwa budaya yang berbeda merupakan ancaman bagi budaya mereka sendiri.


  1. Tingkat pendidikan yang rendah

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan mereka memiliki cara berpikir yang sempit. Mereka seperti berusaha mengasingkan dan menutup diri dari dunia luar dan kurang bisa menerima segala bentuk hal yang berbeda dengan budaya mereka sendiri.


  1. Sikap apatis

Sikap ini menjadikan mereka tidak mau mengenal budaya lain sehingga berkesan tidak peduli dan acuh tak acuh.


  1. Kurangnya sosialisasi

Kurangnya sosialisasi dari pemerintah maupun pihak-pihak yang terkait mengenai bagaimana mengelola kehidupan berbudaya, bagaimana menciptakan komunikasi antarbudaya yang baik, bagaimana konflik akibat sikap etnosentrisme ini akan berdampak pada konflik yang merugikan serta sosialisasi akan pentingnya pengetahuan budaya di negara yang berpola multiculture.


  1. Adanya kecemburuan sosial

Kecemburuan sosial ini disebabkan oleh banyak faktor, misalnya pembangunan yang belum merata, fasilitas masyarakat yang minim, akses kehidupan yang timpang, kebijakan-kebijakan yang dirasa tidak memihak, daerah-daerah terisolir dan jarang mendapatkan perhatian, dll. Kecemburuan-kecemburuan sosial ini dapat menyebabkan terjadinya GAP antarbudaya. Jika GAP ini dibiarkan tanpa ada solusi tindakan, maka GAP akan semakin lebar dan jurang kesenjangan akan semakin menjauhkan budaya satu dengan budaya lainnya.

Etnosentrisme yang cenderungmengagung-agungkan budaya sendiri akan membentuk cara pandang yang sempit dan sikap yang anarkis. Tentu saja ini akan menjadi masalah besar bagi bangsa ini terutama dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan yang ada karena dapat memecah belah bangsa dengan mengatasnamakan budaya. Padahal, seharusnya nilai-nilai budaya dapat membentuk sikap-sikap yang santun dan toleran terhadap segala perbedaan.


Wacana etnosentrisme memang berkesan sebagai ancaman bagi bangsa ini, akan tetapi bukan berarti kita tidak bisa mengupayakan untuk mencegah dan menghindari hal tersebut. Banyak cara yang dapat ditempuh agar etnosentrisme tidak berkembang di negara tercinta ini, diantaranya dengan membuka wawasan budaya masyarakat, mengajak masyarakat untuk mengenal budaya-budaya lain, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memperkenalkan budayanya, mengikutsertakan masyarakat untuk dapat berperan aktif menjaga kerekatan budaya, mensosialisasikan tentang pemahaman akan kehidupan berbudaya, bersatu membangkitkan semangat seni budaya, dll.

Dan kalian tahu, semua upaya mencegah dan menghindari etnosentrisme dengan semangat mencintai budaya sendiri tanpa menghilangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa ada di Taman Mini Indonesia Indah atau biasa kita sebut TMII !

Minggu, 29 Maret 2015, saya bersama dengan seorang teman berkesempatan mengunjungi TMII. Tanpa terasa seharian kami berkutat di area TMII yang sangat luas. Antara kagum, bangga dan terharu berada di TMII. Melihat betapa beruntungnya Indonesia memiliki satu area yang bukan saja memberikan suguhan wisata tapi juga pendidikan dan membuktikan bahwa Indonesia memang benar-benar negara yang kaya akan budaya. TMII memiliki konsep yang sangat cerdas.

Nilai terpenting yang saya tangkap ketika berkeliling dari satu anjungan budaya satu ke anjungan budaya lainnya adalah bagaimana TMII berhasil menciptakan persatuan dan kesatuan diantara beragam budaya yang saling berdampingan. Setiap budaya diberi kesempatan untuk memperkenalkan identitas mereka masing-masing tanpa menghilangkan unsur persatuan dan kesatuan. TMII memperlihatkan dan mengajarkan bagaimana beragam budaya saling hidup berdampingan tapi tetap berprinsip pada satu hal yaitu mereka semua adalah satu kesatuan, Bangsa Indonesia.

saya jatim dia jabar dan kami bangga bisa berfoto di anjungan sumatera barat, TMII memang perekat budaya (sumber:dokpri)

Ketika masuk pintu II TMII saya dikenakan tiket masuk per orang sepuluh ribu. Dari awal yang membuat saya semangat datang ke TMII adalah untuk melihat anjungan-anjungan budaya di seluruh Indonesia. Dan saya beruntung, sebab hanya ke anjungan budaya/daerah saja yang gratis. Lantas saya berpikir, mengapa masuk anjungan budaya daerah tidak dikenakan biaya ? akhirnya saya semakin yakin bahwa TMII memang memiliki konsep dan visi misi untuk melestarikan budaya di Indonesia serta mengajarkan masyarakat untuk mencintai budaya-budaya yang ada tanpa tersekat oleh sikap etnosentrisme. seolah-olah TMII ingin menunjukkan “ini lo Indonesia kaya budaya tapi saling menghormati, saling toleransi dan tidak ada konflik budaya yang dapat memecahbelah bangsa…”. Luar biasa !

1427734061945506483
1427734061945506483
tiket masuk TMII (sumber:dokpri)

Tanpa kenal lelah, saya mengunjungi hampir setiap anjungan budaya daerah hanya dengan berjalan kaki. Diawali dengan mengunjungi Jambi yang bernuansa merah keemasan. Lagi-lagi saya beruntung, karena hari itu tengah digelar pesta pernikahan khas Jambi. Terdengar alunan musik khas Jambi serta kemewahan pelaminan yang membuat saya berdecak kagum.

1427735195615852755
1427735195615852755

anjungan jambi dan pelaminan khas jambi (sumber:dokpri)

Dari Jambi saya ke Bengkulu yang terkesan sederhana namun tetap tampil eksotis. Lagi-lagi saya merasa bangga bisa melihat dan mengenal budaya Bengkulu yang sebelumnya belum pernah saya lihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun