Lantas Apa yang bisa dilakukan untuk membuat generasi muda tertarik dengan sektor pertanian?Â
- Menghadirkan kondisi yang lebih pasti di sektor pertanian                   Â
Sepanjang karirnya, petani di Indonesia bergelut dengan alam, ketidakpastian harga dan akses pasar yang terbatas. Tiga hal ini seringkali berujung pada tidak seimbangnya pengeluaran dan pendapatan rumah tangga petani. Misalkan petani padi, untuk merawat bibit padi hingga mencapai masa panen dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan.Â
Biaya perawatannya tidak sedikit, mulai dari benih, pupuk, air hingga pekerja. Itu jika padi tumbuh sehat tanpa halangan. Jika padi terserang hama tentu akan berbeda pengluarannya. Ketika datang masa panen dan ternyata harga gabah turun, petanipun jatuh. Belum lagi ditambah akses pasar yang sempit sehingga tak jarang itu membuat mereka menyerah pada keadaan : hutang. Bukan hanya untuk keperluan sehari hari tapi juga untuk tutup lubang hutang yang sebelumnya untuk merawat padi. Akhirnya, bukan untung, tapi buntung di dapat.Â
Bila memang mereka menanam padi hanya untuk menunggu kerugian, kenapa mereka harus memulainya? Bisa jadi itulah yang dipikirkan anak-anak muda sekarang dengan rasionalitasnya. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Pemerintah dengan kebijakannya memegang peranan penting untuk mengurai keruwetan sektor pertanian. Pemerintah bisa mematok harga dasar pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Harga tidak boleh tergantung kepada harga internasional karena tidak berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan.Â
Harga harus sesuai dengan ongkos produksi dan keuntungan petani dan kemampuan konsumen. Kemudian, mengatur kembali tata niaga pangan. Pangan harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Misalkan untuk tataniaga beras, BULOG tentunya bisa berperan strategis untuk pemerintah menjalankan kebijakannya. Selama ini terkesan bulog tidak terlalu banyak membantu petani. Bahkan harga yang ditentukan badan pemerintah ini seringkali dianggap terlalu rendah oleh petani. Alih-alih menjual ke Bulog, banyak diantara petani ini yang justru menjual ke pihak lain yang mau menghargai lebih tinggi.
2. Membekali dengan ketrampilan     Â
Menjadi petani berarti menjadi seorang manajer, mereka harus mangatur usaha tani mereka. Petani bukan pegawai yang sedang menunggu perintah atau deskripsi pekerjaan yang harus mereka lakukan dari atasan. Mereka bukan buruh yang melakukan satu kerja yang sama berulang-ulang sejak pagi hingga sore. Mereka harus bisa mengamati beraneka aspek yang berhubungan dengan kerja mereka.Â
Mereka harus tahu tanaman apa saja yang cocok dengan jenis lahan yang akan mereka kelola, alat apa saja yang dibutuhkan, berapa biaya dibutuhkan untuk bibit dan alat itu, serta berapa besaran tenaga yang dibutuhkan bila semua itu sudah diketahui. Di luar itu mereka harus tahu tabiat musim atau pranoto mongso dalam masyarakat jawa dan bisa menimbang-nimbang sejauh mana kerabat dan tetangga dapat diharapkan untuk membantu. Setelah itu, mereka juga harus tahu ke mana hasil panen bisa dijual dengan keuntungan terbaik. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Semua aspek yang disebutkan di atas juga senantiasa berubah. Cuaca bisa menjadi ekstrem atau mengubah jadwal kebiasaannya, tanah bisa kena longsong atau genangan banjir. Tetangga atau kerabat bisa saja sedang ada keperluan lain atau bahkan sakit tepat pada hari-hari ketika bantuan mereka dibutuhkan. Hama dan penyakit baru bisa juga datang tiba-tiba. Harga bisa jatuh dan tanaman lain malah sedang banyak permintaan. Bibit bisa langka ketika musim tanam tiba, dan masih banyak hal lainnya yang mungkin saja terjadi.Â
Semua pengetahuan itu penting bagi petani untuk menyusun rencana, menjalankan rencana itu, memonitor dan mengevaluasi hasil kerja mereka sendiri. Hasil analisa dari gabungan sekian banyak faktor juga membantu mereka melakuan penyesuaian yang dibutuhkan. Dan siklus ini biasanya berlangsung terus-menerus.Â