Mohon tunggu...
Fifi AS
Fifi AS Mohon Tunggu... Guru - Fifi AS

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara Pelangi

21 Juli 2021   15:57 Diperbarui: 21 Juli 2021   16:16 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang tua pasti mendambakan memiliki buah hati yang sempurna. Sempurna dalam arti fisik terlahir normal dan tumbuh sehat. Aku pun begitu, ketika pertama kali melihat hasil testpeck dua garis merah. Sungguh aku sangat bersyukur dan kujaga janinku sebaik mungkin. 

Di sela-sela kesibukanku berkerja. Aku sempatkan untuk ikut senam kehamilan, kelas mathernity, gabung ke komunitas ibu hamil sampai browsing artikel.

Namun siapa yang bisa menerka jalan hidup. Saat kehamilanku masuk trimester kedua aku terinfeksi virus rubella. Aku bisa melawan virus itu, tapi tidak dengan janinku. 

Saat itu dokter menceritakan  dampak dari virus rubella umumnya janin akan terlahir dalam kondisi cacat, tuli, buta, kelainan jantung, retardasi mental.

Seketika buliran bening di mataku menyeruak dari sudut mata, isakanku pecah. Suamiku memelukku erat. Dia membesarkan hatiku, "Tuhan pasti punya rencana indah untuk kita," katanya terbata sambil mengusap air matanya yang ikut tumpah.

Moment kelahiran pun tiba. Kudengar tangisan bayiku untuk pertama kalinya. Selang kemudian dokter menggendong bayiku dan menaruhnya di dadaku, sembari berkata, "Selamat atas kelahiran putranya,bu." Aku hanya mengangguk disertai derai air mata. Suamiku mengecup keningku hangat dan menggenggam tanganku. Kami saling menguatkan.

Setelah menjalani masa perawatan pasca melahirkan dokter mengijinkanku pulang. Sebelum pulang ia menjelaskan sejauh ini kondisi kesehatan bayiku baik. Namun aku harus intensif memeriksakan bayiku karena perjalanan masih panjang masih ada kemungkinan buruk yang menghadang di depan sana.

Kami memberikannya nama Gilang Harjita yang memiliki arti anak lelaki yang kuat dan kelak memberi manfaat bagi sesamanya.
Bulan berganti kulalui dengan perasaan entah. 

Sejauh pemeriksaan kemarin kondisi fisik seperti organ dalam, juga panca indera dan perkembangan otaknya semua dalam kondisi baik.

Tepat di usianya masuk empat bulan. Aku harus menerima kenyataan dengan lapang dada. Saat aku membawa bayiku untuk imunisasi lanjutan. Dokter memvonis pendengaran anakku tidak berfungsi. Buliran bening mengalir deras dari sudut mata. Suamiku menggenggam tanganku. Kulihat wajahnya menegang menguatkan diri agar air matanya tidak mengalir.

Hari berganti bulan berlalu Gilang tumbuh sehat dengan keaktifan sama seperti anak lain. Rasa ingin tahunya  besar, ia bertanya ini dan itu. Hingga satu hari Gilang bertanya padaku, "Bu, suara itu apa?"

Seperti tersengat listrik. Aku terdiam membisu. Kudengar Gilang menanyakan kembali pertanyaannya. Aku berusaha menenangkan diri dan mencoba mencari penjelasan yang mudah difahami.

Aku bilang, "Suara itu seperti warna, Lang."

"Ada merah, kuning, hijau, seperti pelangi."

Gilang masih terdiam mencerna perkataanku. Netra coklatnya terlihat sendu. Aku memeluknya erat tak bisa kutahan buliran bening ini lolos setetes dan menganak sungai.

Di lain hari saat dia sedang menonton film favoritnya Litle Mermaid. Tiba-tiba dia menghampirku dan bilang,

"Kenapa Ariel memakai pakaian seperti itu?" "Mengapa tidak memakai pakaian seperti perempuan umumnya?" Pertanyaan beruntun terlontar dari bibir mungilnya.

Seperti biasa aku kebingungan mencari jawaban yang sederhana.

"Itu hanya kartun, Lang, hanya sebuah dongeng." Jawabku.

"Iya, tapi harusnya Ariel mengenakan pakaian,bund?" Sahutnya kekeh. Aku mulai kehabisan akal untuk menjelaskannya.

"Mmm..Gimana kalau Gilang bikin saja baju buat Ariel?" Kataku pelan sambil menatapnya hangat.

Matanya berbinar,  seulas senyum menghias bibir mungilnya.

Dia beranjak mengambil spidol dan menggambar beragam sketsa baju yang ia imajinasikan untuk Ariel. Sejak itu Gilang suka menggambar. Namun gambar yang ia buat berbeda dengan anak seusianya. Dia hanya membuat sketsa pakaian, rompi, jaket, dan, gaun.

Suatu hari saat dia selesai menggambar. Dia menulis di selembar kertas. Lalu memberikannya padaku.

"Bund, bisakah disampaikan ke Allah?".

Aku menerima kertas itu lalu membacanya.

['Dear Allah, ijinkan aku bisa mendengar. Duniaku terasa sepi karena aku tak bisa mendengar suara siapapun bahkan suara bundaku saja aku tak tahu seperti apa.']

Aku terhenti membaca, menghela nafas pelan, sudut mataku mulai beraliran buliran bening. Kulanjutkan membaca lagi.

['Dear Allah, aku ingin menggelar pagelaran busana karyaku di hari ulang tahunku.']

Aku memeluk erat tubuh mungilnya, isakan tangisku tak bisa lagi kutahan.

"Allah pasti mendengar permintaanmu, sayang," ucapku terbata-bata.

Betapa separuh jiwaku seakan luruh, kala malaikat kecilku mengungkapkan perasaannya. Sekalipun kami dan orang-orang yang menyayanginya selalu ada di dekatnya. Dia tetap merasa sunyi. Bisa kubayangkan seperti apa kesepian yang dirasakannya. Dunianya hening, tanpa gelak suara apapun. Aku hanya bisa mengaminkan do'anya semoga Allah mengijabah permintaannya. Segala bisa terjadi jika Allah berkehendak.

Di tv ada informasi tentang food and fashion bergengsi di Jakarta. Aku mengajak Gilang jalan-jalan ke sana. Tanpa disangka kami bertemu dengan salah seorang desainer kondang Indonesia. Gilang yang sudah mengenal sosok tersebut menarik tanganku untuk menghampiri desainer itu dan kuikuti permintaannya. Tanpa kuguda. Desainer itu tertarik dengan karya-karya Gilang yang kuperlihatkan lewat ponselku lalu mengundang Gilang untuk datang ke wokrshopnya.

Setelahnya, Allah  mengabulkan permintaan Gilang. Tepat di usianya ke-9. Ia bisa menggelar mini show yang berkolaborasi bersama desainer itu. Pergelaran itu berjalan luar biasa.

Selepas event itu seorang LC foundation menawarkan padaku supaya bakat Gilang semakin berkembang. Dia mengenalkanku pada Nania dari Rumah Mode Purnama dan Elina dari Art Aksesoris. Kemudian ketiganya berkolaborasi kuat, lalu menyuguhkan kolaborasi apik itu diajang prestisius di event fashion terbesar di Indonesia. Sketsa Gilang diwujudkan dengan menggunakan material batik hasil karya pengrajin Solo, Yogyakarta, Madura dan kota lain penghasil batik.

Jalan anakku untuk menggelar pagelaran fashion sendiri tidak berhenti sampai di situ. Tepat di usianya menginjak 14 tahun. Manajeman salah seorang juri utama di event Top model Amerika menghubungiku meminta karya Gilang menjadi wadrobe untuk acara itu. Rasanya kakiku mau copot ketika mendapat kabar itu. Aku memeluk Gilang dengan hangat dan berbisik , "Allah mengabulkan permitaanmu lagi, sayang."  

Langkah Gilang mewujudkan mimpinya semakin lebar. Di kesempatan lain, tawaran untuk mengikuti pagelaran fashion terus bergulir. Gilang bisa menggelar fashion show hingga ke luar negeri. Saat usianya menginjak 15 tahun. Gilang ikut pegerlaran fashion week di Texas, Amerika Serikat. Kemudian di Melbourne bersama Dinas Pariwisata dan beberapa tawaran lain kian bergulir.

Gilang berucap padaku, "Aku tak lagi sunyi." "Aku bisa mendengar lewat warna-warni pelangi di  setiap sketsa desainku, bund." Aku menggangguk dan mengusap buliran bening yang menerabas di sudut mataku. Air mata bahagia atas anugrah terindah yang Allah berikan padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun