Mohon tunggu...
Fiero Hutomo
Fiero Hutomo Mohon Tunggu... -

Studied in Political Science Major | Dewata Island

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jika Indonesia Menuju Negara Islam

26 Desember 2016   10:34 Diperbarui: 26 Desember 2016   10:41 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Entah bagaimana tercapainya “persatuan” itu, entah bagaimana rupanya “persatuan” itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia – Merdeka itu, ialah ….”Kapal Persatuan” adanya"- Ir Soekarno. Mungkin andaikan beliau masih hidup, akan kecewa melihat kondisi di Indonesia saat ini. Judul diatas bukanlah penistaan, tapi realitas yang terjadi saat ini. Kesedihan yang mendalam akan oknum-oknum yang dengan lancang membawa nama baik Islam yang damai, menjadi Islam yang penuh kebencian. Sekarang apakah akan ada Indonesia yang rukun antar kelompok & golongan? 

Indonesia, dibuat oleh berbagai kerajaan yang nyatanya adalah kerajaan Hindu-Buddha. Latar belakang yang indah dengan menyatukan keberagaman dari berbagai golongan. Tapi dengan seenaknya diatur oleh kelompok preman mengatasnamakan agama. Ya tidak lain tidak bukan. Beberapa kali kasus besar ditutup-tutupi. Karena media takut akan adanya serangan besar kepada mereka. Namun masih ingatkah akan keberanian pahlawan dalam menyatukan Indonesia? Masih adakah yang berani mati demi Indonesia?

Kasus pembakaran vihara masih teringat jelas dibenak. Bagaimana kekuatan kelompok mayoritas itu karena marah akan kritik dari seseorang yang khusyuk beribadah. Alasannya sederhana, mereka yang beribadah di vihara untuk sebentar saja mendatangi masjid untuk diminta mengurangi volume suara dari toak. Namun apa yang terjadi? Pembakaran akan vihara tersebut. Dan lebih parahnya lagi, pembakar tidak menjadi tersangka melainkan orang yang sedang beribadah di vihara itu. 

Penghentian Ibadah Natal di Sasana Budaya Ganesha (Conference Building) oleh ormas Islam yang tidak diketahui asalnya. Mungkin karena penulis hanya mengetahui ormas islam seperti PBNU, Muhammadiyah, ataupun ya tidak lain tidak bukan. Mengapa ibadah Natal yang setahun sekali itu dilarang? Dan untuk para pendemo yang tidak punya pendidikan, Saduga bukan tempat umum karena diperlukan pembayaran untuk menyewa Conference Building itu. Beberapa gereja juga kerap menyewa gedung untuk melakukan ibadah, mengapa? Karena untuk membuat gereja kecil diperlukan ijin dan keberanian yang luar biasa. 

Begitu banyak preman agama yang menghalangi. Tapi kenapa? Mereka membela agama namun mencederai bhinneka itu sendiri? Dan Monas adalah tempat umum dan fasilitas umum untuk yang bertanya-tanya akan aksi 212. Jadi apa bedanya? Toh sama-sama tidak menganggu satu sama lain. Dikarenakan mayoritas mungkin.

Kekecewaan terbesar di penghujung tahun 2016 yang penuh kontroversi ini adalah sweeping di Mal akan fatwa MUI. Hal terkonyol yang dipikirkan hanya untuk sekedar meminta perhatian dari masyarakat. Untung ada Jenderal besar di Kepolisian yang mengerti akan kondisi bangsa ini, sehingga menahan dan membubarkan semua aksi tersebut. Entah apa yang terjadi di negeri ini, namun setelah aksi 411 dan 212 itu seakan-akan hanya ada satu agama di Indonesia ini. Lalu apa akibatnya?

Hal yang paling terciderai dari aksi fanatik pemecah bangsa ini adalah Ekonomi. Sadarkah kalian banyaknya investor di pasar saham yang menarik modal dari perusahaan Indonesia karena makin fanatiknya pemeluk agama Islam di Indonesia. Yang berbahaya, pengamat melihat kefanatikan ini tidak diikuti akan toleransi sehingga bisa dibaca Indonesia menuju negara Islam yang penuh konflik seperti Turki, Suriah, ataupun Libya. Masyarakat Kristen, Katholik, Buddha, dan Hindu sadar akan bahaya nyawa mereka, sehingga bersiap-siap meninggalkan Indonesia jika diperlukan (biasakan penggunaan nama agama daripada istilah konyol non-islam, kita negara persatuan). 

Rupiah tidak menguat, dan pertumbuhan ekonomi tidak naik sama sekali. Berbeda dengan era Emas toleransi agama di Indonesia (sewaktu program natal masih boleh diputar di Televisi) dimana rupiah mencapai Rp 8.900 per Dollar Amerika di tahun 2008. Luar biasa memang efek dari perpecahan ini akan nasib Indonesia dan siapa yang terkena imbasnya? Bukan pemerintah, ataupun aparat melainkan para pelaku itu sendiri. Siapkah tinggal di Indonesia yang ditinggal banyak investor? For Your Information tanpa investor (Timur Tengah sekalipun) Indonesia tidak mungkin bisa memiliki harga rokok seperti sekarang.

Renungkanlah akan atas apa yang terjadi. Bagi aparat mungkin bisa melihat strategi politik kejam dari lawan Politik yang menggunakan nama agama. Bagi pemeluk agama mayoritas bisa coba melihat bagaimana sulitnya beribadah bagi agama Kristen, Katholik, Hindu ataupun Buddha. Terlepas dari jumlah, kontribusi minoritas untuk Indonesia sama. Lupakan rohingya, Aleppo, ataupun tempat lain untuk sejenak dan lihat kondisi Indonesia. Indonesia dalam krisis, jika tidak diselamatkan maka bersiaplah menghadapi kelaparan dan kejatuhan ekonomi. Perhatikan dan jangan terikut akun Provokator di Instagram yang mengatasnamakan Islam. 

Kalau diperhatikan, hampir semua akun tersebut tergolong baru. Dan bisa meraih simpati karena aksi 411 dan 212. Sekarang tujuan para pemilik akun Instagram, Ormas tidak lain tidak bukan, dan para Tokoh Politik dibelakang layar, adalah menggulingkan pemerintahan. Namun rencana ini masih bisa digagalkan dengan kesadaran diri. 

Masih ingatkan Indonesia tanpa provokasi agama ini? Saat natal tidak perlu disweeping, ataupun Nyepi tanpa gangguan. Lebaran saja para pemeluk agama lain tetap mengunjungi umat Muslim. Sekarang? Semua pilihan ada tergantung dari bagaimana pemerintah mengantisipasi taktik busuk ini. Karena masyarakat sekarang sudah mudah sekali dikendalikan. Toh masiha da tempat yang rukun beragama di Indonesia seperti Bali, Manado, ataupun Ambon. Entah kapan Jawa akan seperti itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun